Jakarta: Penentuan status kasus mutilasi 4 warga Nduga di Mimika sebagai pelanggaran HAM berat adalah kewenangan Komnas HAM. Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen Maruli Simanjuntak dinilai tak bisa memutuskan tingkat pelanggaran HAM dalam kasus mutilasi tersebut.
“Tepat jika Pangkostrad mengatakan bahwa kasus ini adalah pelanggaran HAM. Tapi untuk mengatakan kasus itu bukan pelanggaran HAM berat lebih tepat jika lembaga yang berwenang menyelidiki, yaitu Komnas HAM,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, saat dihubungi Media Indonesia, Jumat, 16 September 2022.
Menurut dia, tuduhan korban sebagai anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) tidak bisa dibenarkan. Sebab, seharusnya ada aturan khsusus jika memang korban adalah bagian dari KKB.
“KKB adalah kelompok pelaku kriminal yang penindakannya oleh polisi. Kalau mereka dianggap separatis bersenjata bahkan tetap ada aturannya, yaitu hukum humaniter dalam konflik bersenjata non-internasional,” tegas dia.
Sebelumnya, delapan anggota TNI AD menjadi tersangka dalam pembunuhan empat warga Nduga di Mimika. Mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP dan Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati dan paling rendah 20 tahun penjara.
Selain itu ada empat tersangka lain dalam kasus mutilasi ini. Mereka merupakan warga sipil. (Arbida Nila Hastika)
Jakarta: Penentuan status
kasus mutilasi 4 warga Nduga di Mimika sebagai
pelanggaran HAM berat adalah kewenangan Komnas HAM. Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (
Pangkostrad) Letjen Maruli Simanjuntak dinilai tak bisa memutuskan tingkat pelanggaran HAM dalam kasus mutilasi tersebut.
“Tepat jika Pangkostrad mengatakan bahwa kasus ini adalah pelanggaran HAM. Tapi untuk mengatakan kasus itu bukan pelanggaran HAM berat lebih tepat jika lembaga yang berwenang menyelidiki, yaitu Komnas HAM,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, saat dihubungi
Media Indonesia, Jumat, 16 September 2022.
Menurut dia, tuduhan korban sebagai anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) tidak bisa dibenarkan. Sebab, seharusnya ada aturan khsusus jika memang korban adalah bagian dari KKB.
“KKB adalah kelompok pelaku kriminal yang penindakannya oleh polisi. Kalau mereka dianggap separatis bersenjata bahkan tetap ada aturannya, yaitu hukum humaniter dalam konflik bersenjata non-internasional,” tegas dia.
Sebelumnya, delapan anggota TNI AD menjadi tersangka dalam pembunuhan empat warga Nduga di Mimika. Mereka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP dan Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati dan paling rendah 20 tahun penjara.
Selain itu ada empat tersangka lain dalam kasus mutilasi ini. Mereka merupakan warga sipil. (
Arbida Nila Hastika) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)