Ilustrasi KPK. Medcom.id/Fachri Auhdia Hafiez
Ilustrasi KPK. Medcom.id/Fachri Auhdia Hafiez

KPK Pertajam Penyidikan Eks Dirut PT DI Lewat Tiga Saksi

Fachri Audhia Hafiez • 10 Agustus 2020 11:33
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga saksi kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (DI) pada 2007 hingga 2017. Ketiganya, yakni sales manager PT Abadi Sentosa Perkasa Andi Sukandi, karyawan swasta Rudi Hartawan, dan seorang ibu rumah tangga Monica Anastasia.
 
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BS (eks Dirut PT DI, Budi Santoso)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin, 10 Agustus 2020.
 
Ali belum membeberkan keterkaitan saksi tersebut dengan kasus rasuah di PT DI. Keterangan Andi, Budi, dan Monica untuk mempertajam berkas penyidikan Budi.

KPK menahan Budi Santoso dan mantan Direktur Niaga PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Irzal Rinaldi Zailani. Penahanan dilakukan setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia pada 2007-2017.
 
Pemufakatan keduanya bermula awal 2008. Kedua tersangka rapat untuk menentukan kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia demi mendapat pekerjaan di beberapa kementerian.
 
(Baca: KPK Bidik PT Dirgantara Indonesia)
 
Budi mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra untuk memenuhi kebutuhan itu. Namun, sebelum kerja sama mitra ini, Budi melapor ke Kementerian BUMN sebagai pemegang saham.
 
Budi lalu meminta Irzal dan Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI Arie Wibowo menyiapkan proses administrasi kerja sama mitra. Irzal meminta bantuan Didi Laksamana menyiapkan perusahaan yang akan bermitra dengan PT Dirgantara Indonesia.
 
Sejak 2008-2018, terjadi kontrak kerja sama kemitraan antara PT DI yang ditandatangani Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
 
Mitra tersebut diminta tidak mengerjakan tugas sesuai kontrak. PT DI kemudian membayar nilai kontrak kepada para mitra mulai 2011. Uang kontrak diberikan setelah kedua tersangka menerima fulus sebagai pemberi pekerjaan. Selama 2011-2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.
 
Kedua tersangka dinilai melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan