medcom.id, Jakarta: Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menduga ada mafia impor di balik peredaran vaksin palsu. Hal itu dikarenakan hampir seluruh vaksin yang dipalsukan merupakan vaksin yang diproduksi luar negeri.
Mereka memanfaatkan ketersediaan vaksin impor di rumah sakit ketika permintaan konsumen tinggi. Mafia menjual vaksin dengan harga miring.
"Ada mafia impor yang memepertahankan komponen vaksin dan obat impor sehingga kita ketergantungan," kata Tulus di Jalan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/7/2016).
Menurut Tulus, pemintaan tinggi karena masyarakat memandang vaksin impor lebih baik daripada buatan PT Biofarma sebagai satu-satunya perusahaan penyalur vaksin di Indonesia. Hal itu diperparah ketika dokter menyarankan pasien membeli vaksin impor dengan alasan lebih ampuh.
Konsumen pada akhirnya bergantung pada vaksin impor. Ketergantungan ini lah yang dimanfaatkan oknum untuk memalsukan vaksin impor. Padahal, kualitas vaksin impor sama dengan buatan Biofarma.
"Kemudian vaksin-vaksin itu dipertahankan dan dipalsukan. Padahal, kita bisa melakukan kedaulatan terhadap komponen obat dan vaksin," ungkapnya.
Tulus meminta pemerintah mengaudit seluruh rumah sakit, bukan hanya yang masuk dalam daftar pengguna vaksin palsu. Ia menyarankan izin rumah sakit dicabut bila terbukti mengetahui dan ikut berperan dalam penyebaran vaksin palsu.
"Harus diaudit dan harus diberikan sanksi setimpal kalu terbukti. Misalnya, menurunkan akreditasi hingga penutupan izin operasi," ucap dia.
medcom.id, Jakarta: Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menduga ada mafia impor di balik peredaran vaksin palsu. Hal itu dikarenakan hampir seluruh vaksin yang dipalsukan merupakan vaksin yang diproduksi luar negeri.
Mereka memanfaatkan ketersediaan vaksin impor di rumah sakit ketika permintaan konsumen tinggi. Mafia menjual vaksin dengan harga miring.
"Ada mafia impor yang memepertahankan komponen vaksin dan obat impor sehingga kita ketergantungan," kata Tulus di Jalan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/7/2016).
Menurut Tulus, pemintaan tinggi karena masyarakat memandang vaksin impor lebih baik daripada buatan PT Biofarma sebagai satu-satunya perusahaan penyalur vaksin di Indonesia. Hal itu diperparah ketika dokter menyarankan pasien membeli vaksin impor dengan alasan lebih ampuh.
Konsumen pada akhirnya bergantung pada vaksin impor. Ketergantungan ini lah yang dimanfaatkan oknum untuk memalsukan vaksin impor. Padahal, kualitas vaksin impor sama dengan buatan Biofarma.
"Kemudian vaksin-vaksin itu dipertahankan dan dipalsukan. Padahal, kita bisa melakukan kedaulatan terhadap komponen obat dan vaksin," ungkapnya.
Tulus meminta pemerintah mengaudit seluruh rumah sakit, bukan hanya yang masuk dalam daftar pengguna vaksin palsu. Ia menyarankan izin rumah sakit dicabut bila terbukti mengetahui dan ikut berperan dalam penyebaran vaksin palsu.
"Harus diaudit dan harus diberikan sanksi setimpal kalu terbukti. Misalnya, menurunkan akreditasi hingga penutupan izin operasi," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)