medcom.id, Jakarta: Wayan Mirna Salihin meninggal usai menyeruput kopi Vietnam di Kafe Olivier, Rabu 6 Januari. Sianida diduga menjadi penyebab Mirna semaput saat ngopi bareng teman dekatnya Jessica Kumala Wongso.
Pada Jumat 29 Januari, polisi menyematkan status tersangka terhadap Jessica. Esok harinya, Jessica dicokok saat berada di sebuah hotel kawasan Jakarta Utara. Jessica pun jadi terdakwa tunggal kasus kematian Mirna.
Perlu empat bulan buat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyimpulkan dan membacakan tuntutannya. Sepanjang rentang waktu itu, tercatat 27 kali persidangan dilakukan guna mengungkap tabir kematian Mirna.
Berikut perjalanan 27 persidangan kasus Mirna yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:
Rabu, 15 Juni 2016
Jessica menjalani sidang perdana. JPU mendakwa Jessica dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana. Jessica terancam hukuman mati.
Tim penasehat hukum Jessica yang digawangi Otto Hasibuan langsung menyampaikan nota keberatan alias eksepsi atas dakwaan tersebut. Dalam eksepsinya, dakwaan jaksa dinilai terlalu dangkal. Unsur pembunuhan berencana seperti asal usul sianida sampai masuk ke dalam es kopi vietnam, disebut tidak terpenuhi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/5b2M4o4N" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Selasa, 21 Juni 2016
Jaksa memberikan tanggapan atas eksepsi kubu Jessica. Jaksa menyanggah semua nota keberatan Jessica. Jaksa menilai kubu Jessica hanya menitikberatkan alat atau objek pembunuhan, tetapi mengabaikan peran subjek.
Menurut jaksa, peran subjek penting dalam memberikan gambaran tentang adanya ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya perencanaan pembunuhan hingga pelaksanaan. Jaksa juga menyatakan, pembunuhan dengan racun sudah masuk kategori pembunuhan berencana.
Selasa, 28 Juni 2016
Majelis hakim memutuskan menolak semua eksepsi Jessica. Kasus kematian Mirna pun diputuskan masuk persidangan ke pokok perkara.
Selasa, 12 Juli 2016
Ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin, suami Mirna, Arief Soemarko, dan kembaran Mirna, Sandy Salihin, jadi saksi dan memberikan keterangannya di persidangan. Kesaksian ketiganya memberatkan Jessica.
Darmawan mengungkapkan, banyak tingkah laku Jessica yang dianggap mencurigakan selama di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Rumah sakit itu tempat Mirna dievakuasi usai semaput menyeruput kopi di Kafe Olivier .
Sementara, Arief membeberkan hubungan Jessica dan Mirna yang menurutnya kurang harmonis. Arief menyebut Jessica pernah marah besar kepada istrinya pada Oktober 2014. Musababnya, Mirna menasehati Jessica agar meninggalkan pacarnya. Mirna pun takut bertemu Jessica sendirian.
Sendy juga mengungkapkan kecurigannya pada Jessica. Sendy bilang, Jessica sempat mengirimkan artikel berita tentang es kopi Vietnam beracun kepadanya seusai Mirna meninggal. Sendy merasa Jessica mengarahkannya untuk beranggapan bahwa es kopi Vietnam menjadi penyebab kematian Mirna.
Rabu, 13 Juli 2016
Hani Juwita Boon bersaksi. Dia merupakan rekan Mirna dan Jessica yang ikut ngopi bareng di Kafe Olivier, Rabu 6 Januari 2016. Hani menceritakan kondisi Mirna seusai meminum es kopi Vietnam. Saat kejadian, Mirna mengatakan minuman tersebut tidak enak dan meminta Hani mencicipinya. Hani juga menyatakan Jessica sempat sesak napas dan mengucapkan “i’m sorry” saat mengetahui Mirna meninggal.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/3NOYVA2k" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Rabu, 20 Juli 2016
Tiga pegawai Olivier, yakni Aprilia Cindy Cornelia sebagai resepsionis, Marlon Alex Napitupulu sebagai pelayan, dan Agus Triyono yang juga pelayan, dapat giliran bersaksi. Dalam kesaksian mereka, Jessica disebut tidak memiliki pilihan duduk di meja nomor 54 karena hanya meja itu yang kosong dan sesuai pesanannya. Jessica juga langsung melakukan close bill, yang menurut ketiganya, perilaku yang tidak biasa dilakukan pembeli.
Kamis, 21 Juli 2016
Jaksa masih menghadirkan saksi pegawai Olivier. Dari sejumlah pegawai Olivier yang bersaksi dalam persidangan, belum ada satu pun yang melihat Jessica memasukkan sianida ke dalam es kopi Vietnam.
Rabu, 27 Juli 2016
Manajer bar Kafe Olivier, Devi dan pegawai Olivier lainnya kembali bersaksi. Mereka menyebut Jessica tidak menolong Mirna saat kejang-kejang seusai meminum es kopi Vietnam.
Kamis, 28 Juli 2016
Pegawai Olivier bersaksi lagi dalam persidangan. Ketika itu mereka menegaskan ada yang beda di kopi Mirna. Warna es kopi Vietnam kekuningan dan berbau.
Rabu, 3 Agustus 2016
Ahli Forensik Slamet Purnomo, bersaksi. Dia menegaskan Mirna meninggal karena keracunan sianida. Alasannya, terdapat 0,2 miligram per liter sianida dalam sampel lambung Mirna. Slamet menyebut Mirna yang terlihat mengibas-ngibas mulut dan kejang-kejang dalam rekaman kamera pengintai (CCTV), merupakan ciri seseorang yang terpapar sianida.
Selain itu, ada juga ahli toksikologi forensik Kombes Nursamran Subandi yang bersaksi. Nursamran menyebut es kopi vietnam yang diminum Mirna mengandung sianida. Dia menduga sianida yang digunakan berbentuk padat seperti bongkahan kristal.
Rabu, 10 Agustus 2016
Ahli digital forensik Puslabfor Mabes Polri AKBP Muhammad Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto bersaksi. Keduanya membedah isi CCTV. Mereka mendapati gerak-gerik Jessica yang dinilai mencurigakan.
Senin, 15 Agustus 2016
Ahli Psikolog klinis Antonia Ratih Andjayani dihadirkan jaksa. Dia membeberkan hasil analisis psikisnya terhadap Jessica. Hasilnya, Jessica dinilai orang yang cerdas, tenang, dan percaya diri. Dia juga mengatakan Jessica punya kepribadian jenis amorous narcissist. Kepribadian jenis itu membuat seseorang seringkali menggunakan kebohongan untuk berdalih.
Kamis, 18 Agustus 2016
Ahli Psikiater forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Natalia Widiasih Raharjanti ambil bagian bersaksi. Dia mengatakan, Jessica memiliki risiko melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri maupun orang lain jika sedang tertekan.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ZkeJ21vK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Kamis, 25 Agustus 2016
Ahli toksikologi forensik I Made Agus Gelgel Wirasuta dihadirkan untuk bersaksi. Dia menegaskan, Mirna meninggal karena sianida. Gelgel juga membeberkan soal rekonstruksi pembuatan es kopi Vietnam dengan panelis karyawan Olivier. Hasilnya, Gelgel menyebut es kopi Vietnam yang diminum Mirna berwarna cokelat susu seperti hasil rekonstruksi.
Ketika itu, jaksa juga menghadirkan ahli hukum pidana, Edward Omar Sharif Hiariej. Dia menjelaskan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tidak memerlukan motif dan pembuktian hukumnya tidak memerlukan bukti langsung.
Senin, 29 Agustus 2016
Saksi dokter Rumah Sakit Abdi Waluyo yang menangani Mirna pertama kali, yakni dokter Prima Yudho dan Ardianto. Mereka menyatakan Mirna sudah meninggal sebelum tiba di RS Abdi Waluyo sekitar pukul 18.00 WIB. Namun, secara medis, waktu kematian Mirna ditetapkan pada pukul 18.30 WIB, setelah dokter melakukan upaya pertolongan.
Rabu, 31 Agustus 2016
Ahli kedokteran forensik Budi Sampurna memberikan keterangan. Dia mengatakan, dari rekaman CCTV terlihat tanda-tanda Mirna dengan gejala orang yang keracunan sianida.
Kamis, 1 September 2016
Ahli Kriminolog Universitas Indonesia TB Ronny Rahman Nitibaskara yang bersaksi. Dia menjelaskan, Jessica sangat tenang saat diperiksa di Mapolda Metro Jaya. Ronny juga menyebut emosi Jessica tidak stabil dan berpotensi menyakiti orang lain. Dalam kesaksiannya,Ronny menyatakan Jessica bukan psikopat.
Ketika itu, jaksa juga menghadirkan guru besar psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan. Dia membeberkan perilaku Jessica yang dianggap tidak lazim selama berada di kafe Olivier. Salah satunya, ketika Jessica menaruh paper bag di atas meja.
Sarlito juga menyebut ada dugaan Jessica memiliki orientasi seksual penyuka sesame jenis. Namun, Jessica membantahnya.
Senin, 5 September 2016
Ahli patologi forensik dari Australia, Beng Beng Ong yang dihadirkan kubu Jessica. Dia meragukan kematian Mirna karena sianida. Sebabnya, dalam berkas terlampir, cairan lambung Mirna yang diambil 70 menit setelah dia meninggal tidak ditemukan sianida. Sementara 0,2 sianida dalam lambung Mirna yang diambil beberapa hari setelah meninggal, menurut Beng Ong dihasilkan karena proses pasca-kematian.
Rabu, 7 September 2016
Tim kuasa hukum Jessica menghadirkan Hartanto Sukmono, Direktur Pemasaran PT KIA Indonesia, dan rekan kerjanya Saiful Hayat. Mereka adalah tamu terdekat meja Jessica dan Mirna.
Dalam kesaksiannya, Hartanto yakin Jessica menelepon seseorang saat berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk. Walaupun, aktifitas itu tidak pernah muncul dalam CCTV yang diputar selama persidangan berlangsung.
Ketika itu, kubu Jessica juga nenghadirkan ahli patologi forensik, Djaja Surya Atmadja. Dia memberikan keterangan serupa dengan Beng Ong. Djaja juga menyayangkan tidak adanya autopsi menyeluruh pada tubuh Mirna. Padahal, autopsi menyeluruh bisa jadi jalan terang mengungkap tabir kematian Mirna.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GbmAQyyb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Rabu, 14 September 2016
Giliran Ahli toksikologi forensik Budiawan dihadirkan kubu Jessica. Dia menegaskan keterangan Beng Ong dan Djaja. Menurutnya, bukti 0,2 miligram per liter sianida dalam sampel lambung Mirna tidak ada artinya. Budiawan pun meragukan kematian Mirna disebabkan oleh sianida.
Kamis, 15 September 2016
Ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar dihadirkan tim kuasa hukum Jessica. Dia menduga bukti rekam CCTV Olivier telah dimodifikasi, sehingga hasil analisis dari rekaman CCTV tersebut dinilai tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Pada hari yang sama, kuasa hukum Jessica juga menghadirkan ahli psikiatri bernama Firmansyah. Dia menyatakan terlalu gegabah jika menyebut kematian Mirna sudah terprediksi oleh Jessica.
Senin, 19 September 2016
Kuasa hukum Jessica mendatangkan ahli Psikolog Universitas Indonesia Dewi Taviana Walida Haroen. Dia mengatakan hasil pemeriksaan psikologis Jessica kontradiktif. Di satu sisi, Jessica disebut sebagai pribadi yang cerdas dan waras, sementara di sisi lain, Jessica disebut memiliki mental yang disorder. Dewi menilai hasil pemeriksaan yang kontradiktif itu sulit dipertanggungjawabkan.
Kubu Jessica ketika itu juga menghadirkan Ahli Kriminolog UI, Eva Achjani Zulva. Eva banyak menjabarkan tentang keilmuwan kriminologi.
Rabu, 21 September 2016
Kubu Jessica menghadirkan ahli farmakologi dan toksikologi forensik asal Australia Michael Robertson. Penjelasan Michael mirip dengan penjelasan ahli kubu Jessica dalam keilmuwan yang sama, pada persidangan sebelumnya.
Kamis, 22 September 2016
Ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Masruchin Ruba’i bersaksi. Dia menyimpulkan pembunuhan berencana tidak memerlukan motif.
Senin, 26 September 2016
Giliran ahli hukum pidana Mudzakkir yang dihadirkan untuk memberi keterangan meringankan Jessica. Mudzakir menilai motif perlu dicari dan dibuktikan dalam pembunuhan berencana. Itu dapat mengetahui hal yang melatarbelakangi maupun tujuan lebih lanjut setelah pelaku melakukan pembunuhan. Sehingga, penegakkan hukum dilakukan dengan adil.
Pada hari yang sama, jaksa dapat kesempatan menghadirkan saksi lagi. Ketika itu jaksa menghadirkan polisi dari New South Wales, Australia, John J Torres. Dia membeberkan catatan-catatan kepolisian atas nama Jessica. Dia juga menyatakan Jessica beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri di Australia.
Rabu, 28 September 2016
Giliran Jessica yang diperiksa dalam persidangan. Dalam kesaksiannya, Jessica banyak mengatakan lupa dan tidak ingat ketika ditanya detil peristiwa yang terjadi di Kafe Olivier. Jessica juga teguh menyatakan tidak menyentuh dan memasukkan apa pun ke dalam gelas es kopi Vietnam Mirna.
Rabu, 5 Oktober 2016
Jaksa membacakan tuntutannya. Jaksa memutuskan menuntut Jessica hukuman 20 tahun penjara. Jaksa menilai Jessica terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Ada lima hal yang menurut Jaksa memberatkan Jessica. Sedangkan, jaksa tidak mencantumkan satu poin pun hal yang dinilai mampu meringankan Jessica.
Menilik jadwal persidangan yang diberikan majelis hakim, masih ada tiga kali persidangan lagi sebelum hari putusan vonis terhadap Jessica diumumkan. Pada Rabu 12 oktober nanti, jadwal persidangan bakal mendengar nota pembelaan alias pledoi dari Jessica. Pada Senin 17 Oktober, agenda sidang dijadwalkan mendengar replik alias tanggapan jaksa terhadap pledoi Jessica. Kamis, 20 oktober, agenda sidang bakal mendengarkan duplik, atau jawaban kubu Jessica atas replik jaksa. Sementara, jadwal sidang dengan agenda putusan, baru akan ditentukan setelahnya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yNL86xqN" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Wayan Mirna Salihin meninggal usai menyeruput kopi Vietnam di Kafe Olivier, Rabu 6 Januari. Sianida diduga menjadi penyebab Mirna semaput saat ngopi bareng teman dekatnya Jessica Kumala Wongso.
Pada Jumat 29 Januari, polisi menyematkan status tersangka terhadap Jessica. Esok harinya, Jessica dicokok saat berada di sebuah hotel kawasan Jakarta Utara. Jessica pun jadi terdakwa tunggal kasus kematian Mirna.
Perlu empat bulan buat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyimpulkan dan membacakan tuntutannya. Sepanjang rentang waktu itu, tercatat 27 kali persidangan dilakukan guna mengungkap tabir kematian Mirna.
Berikut perjalanan 27 persidangan kasus Mirna yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat:
Rabu, 15 Juni 2016
Jessica menjalani sidang perdana. JPU mendakwa Jessica dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana. Jessica terancam hukuman mati.
Tim penasehat hukum Jessica yang digawangi Otto Hasibuan langsung menyampaikan nota keberatan alias eksepsi atas dakwaan tersebut. Dalam eksepsinya, dakwaan jaksa dinilai terlalu dangkal. Unsur pembunuhan berencana seperti asal usul sianida sampai masuk ke dalam es kopi vietnam, disebut tidak terpenuhi.
Selasa, 21 Juni 2016
Jaksa memberikan tanggapan atas eksepsi kubu Jessica. Jaksa menyanggah semua nota keberatan Jessica. Jaksa menilai kubu Jessica hanya menitikberatkan alat atau objek pembunuhan, tetapi mengabaikan peran subjek.
Menurut jaksa, peran subjek penting dalam memberikan gambaran tentang adanya ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya perencanaan pembunuhan hingga pelaksanaan. Jaksa juga menyatakan, pembunuhan dengan racun sudah masuk kategori pembunuhan berencana.
Selasa, 28 Juni 2016
Majelis hakim memutuskan menolak semua eksepsi Jessica. Kasus kematian Mirna pun diputuskan masuk persidangan ke pokok perkara.
Selasa, 12 Juli 2016
Ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin, suami Mirna, Arief Soemarko, dan kembaran Mirna, Sandy Salihin, jadi saksi dan memberikan keterangannya di persidangan. Kesaksian ketiganya memberatkan Jessica.
Darmawan mengungkapkan, banyak tingkah laku Jessica yang dianggap mencurigakan selama di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Rumah sakit itu tempat Mirna dievakuasi usai semaput menyeruput kopi di Kafe Olivier .
Sementara, Arief membeberkan hubungan Jessica dan Mirna yang menurutnya kurang harmonis. Arief menyebut Jessica pernah marah besar kepada istrinya pada Oktober 2014. Musababnya, Mirna menasehati Jessica agar meninggalkan pacarnya. Mirna pun takut bertemu Jessica sendirian.
Sendy juga mengungkapkan kecurigannya pada Jessica. Sendy bilang, Jessica sempat mengirimkan artikel berita tentang es kopi Vietnam beracun kepadanya seusai Mirna meninggal. Sendy merasa Jessica mengarahkannya untuk beranggapan bahwa es kopi Vietnam menjadi penyebab kematian Mirna.
Rabu, 13 Juli 2016
Hani Juwita Boon bersaksi. Dia merupakan rekan Mirna dan Jessica yang ikut ngopi bareng di Kafe Olivier, Rabu 6 Januari 2016. Hani menceritakan kondisi Mirna seusai meminum es kopi Vietnam. Saat kejadian, Mirna mengatakan minuman tersebut tidak enak dan meminta Hani mencicipinya. Hani juga menyatakan Jessica sempat sesak napas dan mengucapkan “i’m sorry” saat mengetahui Mirna meninggal.
Rabu, 20 Juli 2016
Tiga pegawai Olivier, yakni Aprilia Cindy Cornelia sebagai resepsionis, Marlon Alex Napitupulu sebagai pelayan, dan Agus Triyono yang juga pelayan, dapat giliran bersaksi. Dalam kesaksian mereka, Jessica disebut tidak memiliki pilihan duduk di meja nomor 54 karena hanya meja itu yang kosong dan sesuai pesanannya. Jessica juga langsung melakukan close bill, yang menurut ketiganya, perilaku yang tidak biasa dilakukan pembeli.
Kamis, 21 Juli 2016
Jaksa masih menghadirkan saksi pegawai Olivier. Dari sejumlah pegawai Olivier yang bersaksi dalam persidangan, belum ada satu pun yang melihat Jessica memasukkan sianida ke dalam es kopi Vietnam.
Rabu, 27 Juli 2016
Manajer bar Kafe Olivier, Devi dan pegawai Olivier lainnya kembali bersaksi. Mereka menyebut Jessica tidak menolong Mirna saat kejang-kejang seusai meminum es kopi Vietnam.
Kamis, 28 Juli 2016
Pegawai Olivier bersaksi lagi dalam persidangan. Ketika itu mereka menegaskan ada yang beda di kopi Mirna. Warna es kopi Vietnam kekuningan dan berbau.
Rabu, 3 Agustus 2016
Ahli Forensik Slamet Purnomo, bersaksi. Dia menegaskan Mirna meninggal karena keracunan sianida. Alasannya, terdapat 0,2 miligram per liter sianida dalam sampel lambung Mirna. Slamet menyebut Mirna yang terlihat mengibas-ngibas mulut dan kejang-kejang dalam rekaman kamera pengintai (CCTV), merupakan ciri seseorang yang terpapar sianida.
Selain itu, ada juga ahli toksikologi forensik Kombes Nursamran Subandi yang bersaksi. Nursamran menyebut es kopi vietnam yang diminum Mirna mengandung sianida. Dia menduga sianida yang digunakan berbentuk padat seperti bongkahan kristal.
Rabu, 10 Agustus 2016
Ahli digital forensik Puslabfor Mabes Polri AKBP Muhammad Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto bersaksi. Keduanya membedah isi CCTV. Mereka mendapati gerak-gerik Jessica yang dinilai mencurigakan.
Senin, 15 Agustus 2016
Ahli Psikolog klinis Antonia Ratih Andjayani dihadirkan jaksa. Dia membeberkan hasil analisis psikisnya terhadap Jessica. Hasilnya, Jessica dinilai orang yang cerdas, tenang, dan percaya diri. Dia juga mengatakan Jessica punya kepribadian jenis amorous narcissist. Kepribadian jenis itu membuat seseorang seringkali menggunakan kebohongan untuk berdalih.
Kamis, 18 Agustus 2016
Ahli Psikiater forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Natalia Widiasih Raharjanti ambil bagian bersaksi. Dia mengatakan, Jessica memiliki risiko melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri maupun orang lain jika sedang tertekan.
Kamis, 25 Agustus 2016
Ahli toksikologi forensik I Made Agus Gelgel Wirasuta dihadirkan untuk bersaksi. Dia menegaskan, Mirna meninggal karena sianida. Gelgel juga membeberkan soal rekonstruksi pembuatan es kopi Vietnam dengan panelis karyawan Olivier. Hasilnya, Gelgel menyebut es kopi Vietnam yang diminum Mirna berwarna cokelat susu seperti hasil rekonstruksi.
Ketika itu, jaksa juga menghadirkan ahli hukum pidana, Edward Omar Sharif Hiariej. Dia menjelaskan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tidak memerlukan motif dan pembuktian hukumnya tidak memerlukan bukti langsung.
Senin, 29 Agustus 2016
Saksi dokter Rumah Sakit Abdi Waluyo yang menangani Mirna pertama kali, yakni dokter Prima Yudho dan Ardianto. Mereka menyatakan Mirna sudah meninggal sebelum tiba di RS Abdi Waluyo sekitar pukul 18.00 WIB. Namun, secara medis, waktu kematian Mirna ditetapkan pada pukul 18.30 WIB, setelah dokter melakukan upaya pertolongan.
Rabu, 31 Agustus 2016
Ahli kedokteran forensik Budi Sampurna memberikan keterangan. Dia mengatakan, dari rekaman CCTV terlihat tanda-tanda Mirna dengan gejala orang yang keracunan sianida.
Kamis, 1 September 2016
Ahli Kriminolog Universitas Indonesia TB Ronny Rahman Nitibaskara yang bersaksi. Dia menjelaskan, Jessica sangat tenang saat diperiksa di Mapolda Metro Jaya. Ronny juga menyebut emosi Jessica tidak stabil dan berpotensi menyakiti orang lain. Dalam kesaksiannya,Ronny menyatakan Jessica bukan psikopat.
Ketika itu, jaksa juga menghadirkan guru besar psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan. Dia membeberkan perilaku Jessica yang dianggap tidak lazim selama berada di kafe Olivier. Salah satunya, ketika Jessica menaruh paper bag di atas meja.
Sarlito juga menyebut ada dugaan Jessica memiliki orientasi seksual penyuka sesame jenis. Namun, Jessica membantahnya.
Senin, 5 September 2016
Ahli patologi forensik dari Australia, Beng Beng Ong yang dihadirkan kubu Jessica. Dia meragukan kematian Mirna karena sianida. Sebabnya, dalam berkas terlampir, cairan lambung Mirna yang diambil 70 menit setelah dia meninggal tidak ditemukan sianida. Sementara 0,2 sianida dalam lambung Mirna yang diambil beberapa hari setelah meninggal, menurut Beng Ong dihasilkan karena proses pasca-kematian.
Rabu, 7 September 2016
Tim kuasa hukum Jessica menghadirkan Hartanto Sukmono, Direktur Pemasaran PT KIA Indonesia, dan rekan kerjanya Saiful Hayat. Mereka adalah tamu terdekat meja Jessica dan Mirna.
Dalam kesaksiannya, Hartanto yakin Jessica menelepon seseorang saat berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk. Walaupun, aktifitas itu tidak pernah muncul dalam CCTV yang diputar selama persidangan berlangsung.
Ketika itu, kubu Jessica juga nenghadirkan ahli patologi forensik, Djaja Surya Atmadja. Dia memberikan keterangan serupa dengan Beng Ong. Djaja juga menyayangkan tidak adanya autopsi menyeluruh pada tubuh Mirna. Padahal, autopsi menyeluruh bisa jadi jalan terang mengungkap tabir kematian Mirna.
Rabu, 14 September 2016
Giliran Ahli toksikologi forensik Budiawan dihadirkan kubu Jessica. Dia menegaskan keterangan Beng Ong dan Djaja. Menurutnya, bukti 0,2 miligram per liter sianida dalam sampel lambung Mirna tidak ada artinya. Budiawan pun meragukan kematian Mirna disebabkan oleh sianida.
Kamis, 15 September 2016
Ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar dihadirkan tim kuasa hukum Jessica. Dia menduga bukti rekam CCTV Olivier telah dimodifikasi, sehingga hasil analisis dari rekaman CCTV tersebut dinilai tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Pada hari yang sama, kuasa hukum Jessica juga menghadirkan ahli psikiatri bernama Firmansyah. Dia menyatakan terlalu gegabah jika menyebut kematian Mirna sudah terprediksi oleh Jessica.
Senin, 19 September 2016
Kuasa hukum Jessica mendatangkan ahli Psikolog Universitas Indonesia Dewi Taviana Walida Haroen. Dia mengatakan hasil pemeriksaan psikologis Jessica kontradiktif. Di satu sisi, Jessica disebut sebagai pribadi yang cerdas dan waras, sementara di sisi lain, Jessica disebut memiliki mental yang disorder. Dewi menilai hasil pemeriksaan yang kontradiktif itu sulit dipertanggungjawabkan.
Kubu Jessica ketika itu juga menghadirkan Ahli Kriminolog UI, Eva Achjani Zulva. Eva banyak menjabarkan tentang keilmuwan kriminologi.
Rabu, 21 September 2016
Kubu Jessica menghadirkan ahli farmakologi dan toksikologi forensik asal Australia Michael Robertson. Penjelasan Michael mirip dengan penjelasan ahli kubu Jessica dalam keilmuwan yang sama, pada persidangan sebelumnya.
Kamis, 22 September 2016
Ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Masruchin Ruba’i bersaksi. Dia menyimpulkan pembunuhan berencana tidak memerlukan motif.
Senin, 26 September 2016
Giliran ahli hukum pidana Mudzakkir yang dihadirkan untuk memberi keterangan meringankan Jessica. Mudzakir menilai motif perlu dicari dan dibuktikan dalam pembunuhan berencana. Itu dapat mengetahui hal yang melatarbelakangi maupun tujuan lebih lanjut setelah pelaku melakukan pembunuhan. Sehingga, penegakkan hukum dilakukan dengan adil.
Pada hari yang sama, jaksa dapat kesempatan menghadirkan saksi lagi. Ketika itu jaksa menghadirkan polisi dari New South Wales, Australia, John J Torres. Dia membeberkan catatan-catatan kepolisian atas nama Jessica. Dia juga menyatakan Jessica beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri di Australia.
Rabu, 28 September 2016
Giliran Jessica yang diperiksa dalam persidangan. Dalam kesaksiannya, Jessica banyak mengatakan lupa dan tidak ingat ketika ditanya detil peristiwa yang terjadi di Kafe Olivier. Jessica juga teguh menyatakan tidak menyentuh dan memasukkan apa pun ke dalam gelas es kopi Vietnam Mirna.
Rabu, 5 Oktober 2016
Jaksa membacakan tuntutannya. Jaksa memutuskan menuntut Jessica hukuman 20 tahun penjara. Jaksa menilai Jessica terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Ada lima hal yang menurut Jaksa memberatkan Jessica. Sedangkan, jaksa tidak mencantumkan satu poin pun hal yang dinilai mampu meringankan Jessica.
Menilik jadwal persidangan yang diberikan majelis hakim, masih ada tiga kali persidangan lagi sebelum hari putusan vonis terhadap Jessica diumumkan. Pada Rabu 12 oktober nanti, jadwal persidangan bakal mendengar nota pembelaan alias pledoi dari Jessica. Pada Senin 17 Oktober, agenda sidang dijadwalkan mendengar replik alias tanggapan jaksa terhadap pledoi Jessica. Kamis, 20 oktober, agenda sidang bakal mendengarkan duplik, atau jawaban kubu Jessica atas replik jaksa. Sementara, jadwal sidang dengan agenda putusan, baru akan ditentukan setelahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)