Jaringan Solo Raya Peduli minta grasi untuk MU. Metrotvnews.com/Pythag Kurniati.
Jaringan Solo Raya Peduli minta grasi untuk MU. Metrotvnews.com/Pythag Kurniati.

Komnas Perempuan Minta Presiden Tunda Eksekusi Mati kepada MU

Wanda Indana • 28 Juli 2016 22:16
medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta Presiden Joko Widodo menunda eksekusi mati terhadap MU, mantan pekerja migran Indonesia, yang dijebak sindikat narkoba. Mereka berharap Presiden mengabulkan grasi yang diajukan MU.
 
"Mohon agar rekan media bantu sebar informasi ini, sejauh mungkin, sampai dibaca Presiden Joko Widodo," bunyi keterangan pers Komnas Perempuan yang diterima Metrotvnews.com, Kamis (28/7/2016).
 
Komnas menjelaskan, MU merupakan perempuan mantan pekerja migran (TKW) korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Suami MU suka mengahamburkan uang, suka miras, judi dan selingkuh. 

MU dipaksa suami untuk bekerja sebagai pekerja migran di Taiwan selama 2 tahun. Upah selama bekerja yang dikirimkan ke rumah dihabiskan oleh suami.
 
"Dia (MU)  memutuskan  berpisah  dengan  suami  pada  usia  25  tahun  dan melanjutkan menghidupi anaknya dengan menjadi pekerja migran," jelas Komnas Perempuan.
 
Setelah bercerai  dari suami, MU bermaksud bekerja kembali ke Taiwan sebagai pekerja  migran. Saat mengurus dokumen kerja di Jakarta, tepatnya di Sarinah-Thamrin, dia bertemu dengan Jerry, laki-laki yang mengaku warganegara Kanada yang memiliki usaha dagang. 
 
Belakangan, MU baru ingat, sejak di Taiwan dia pernah didekati orang yang dia duga kenal dengan Jerry. MU dan Jerry berpacaran selama tiga bulan. Selama pacaran, Jerry sangat memanjakan MU dengan perhatian dan  materi. Bahkan sering mengirimkan hadiah untuk orang tua MU. Jerry sempat melarang MU kembali bekerja ke Taiwan dan dijanjikan akan dinikahi.
 
Pada 16 Oktober 2001, MU diajak Jerry  berlibur ke Nepal. Pada 17 Oktober  2001, MU berangkat ke Nepal melalui Singapura seorang diri. Transit di Thailand untuk bertemu dengan Jerry. Namun, Jerry telah berangkat terlebih dulu. MU dan Jerry bertemu di Nepal & jalan-jalan selama 3 hari. 
 
Pada 20 Oktober 2001, Jerry kembali ke  Jakarta karena mengaku harus mengurus bisnisnya. MU diminta tetap tinggal di Nepal karena ada barang yang mau dititipkan. Barang tersebut berupa tas tangan yang diberikan pada MU karena tas tangan yang dibawanya sudah jelek dan sekaligus sebagai sampel yang akan disampaikan pada pelanggan bisnisnya di Jakarta.
 
"MU menyangka dia hanya akan menunggu sehari atau dua hari saja, ternyata dia harus menunggu lebih seminggu. Setiap hari Jerry menelpon MU untuk sabar menunggu temannya yang akan memberikan tas tersebut".
 
Sebagaimana yang diminta Jerry, MU bertemu dengan dua orang teman Jerry bernama Muhammad dan Badru di klub Studio 54. Muhammad menyerahkan tas tangan titipan tersebut pada MU. MU sempat bertanya kenapa tasnya berat, dijawab Muhammad bahwa tas tersebut berat karena tas kulit berkualitas bagus dan berbahan kuat. 
 
MU pulang ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 31 Oktober 2001. Sepanjang penerbangan tas tangan tersebut bersama dengan dia di kabin pesawat. Saat mendarat di Jakarta, MU sempat lupa mengambil  koper di bagian bagasi. 
 
Dia sempat keluar bandara dan hampir naik taksi. Namun teringat dengan kopernya, dia kembali masuk dan mencari kopernya di bagian lost and found.
 
MU menemukan kopernya, namun saat hendak keluar petugas memeriksa tas tangan yang dibawa MU di mesin X-ray. Karena  tidak  merasa menyembunyikan  sesuatu, MU  memberikan tas tersebut untuk diperiksa dan dipindai mesin X-Ray.  
 
Dari situ diketahui terdapat narkoba jenis  heroin seberat 1,1 kilogram, yang  disembunyikan di bagian dinding tas. MU ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. 
 
MU mencoba menghubungi Jerry tapi nomor  sudah tidak aktif. Demikian juga teman-teman yang  mengenal Jerry tidak bisa dihubungi. Belakangan diketahui bahwa Jerry memiliki banyak nama alias atau samaran.
 
MU  mengalami penyiksaan  sebanyak tiga  kali, saat  pemeriksaan  di  Bandara, di perjalanan   menuju Kepolisian (MU dibawa ke sebuah hotel) dan saat pemeriksaan lanjutan. Bentuk penyiksaan yang dialami yaitu pemukulan berkal-kali dan kekerasan seksual (pelecehan seksual dan percobaan perkosaan).  
 
MU dipaksa mengakui heroin tersebut miliknya. Untuk menghindari penyiksaan MU mengaku berpuasa, namun tetap saja dipukuli. Saat diinterogasi di Mabes Polri, MU sempat ditanyakan mengenai keterkaitannya dengan jaringan narkoba yang dia tidak ketahui. 
 
MU menandatangani berita acara pemeriksaan  (BAP) tanpa memahami detail dokumen tersebut karena kondisi psikologis yang panik dan tertekan. Penyiksaan tersebut berdampak hingga saat ini yaitu gangguan pada mata, sering muncul kilatan yang mengganggu penglihatan. 
 
Setelah penangkapan dan selama menjalani hukuman, MU dijauhi dan terputus hubungan dengan keluarganya. Satu-satunya anggota keluarga yang mengunjungi adalah anaknya, itu pun setelah bisa keluar dari rumah ayahnya  (mantan suami MU). 
 
Saat anaknya  menikah, MU disebut sudah meninggal dunia oleh mantan suami kepada keluarga menantu/suami anaknya. Sementara, anak perempuannya percaya bahwa ibunya tidak bersalah.
 
Pada pengadilan tingkat pertama MU didampingi  oleh penasihat hukum yang disediakan Kepolisian. Penasehat hukum hanya datang saat persidangan dan tidak pernah mendiskusikan soal pembelaan dan hanya diminta untuk mengakui saja perbuatannya. Pada upaya hukum berikutnya, MU didampingi oleh penasehat hukum yang berbeda.  
 
MU dijatuhi hukuman mati pada pengadilan tingkat pertama, berdasarkan putusan No.140/Pid.B/2002/PN.Tng. Upaya banding  dilakukan dan hasilnya  adalah menguatkan putusan Pengadilan Negeri yang menghukum pidana mati dengan Putusan Pengadilan Tinggi  No.175/Pid/2002/PT.Bdg. 
 
MU mengajukan Kasasi dan hasilnya adalah Putusan Mahkamah Agung No 1771 k/Pid/2002: menolak permohonan kasasi tersebut. Pada 28 April 2014, mengajukan peninjauan kembali (PK). Informasi yang didapat dari website MA, putusan PK sudah keluar yaitu Ditolak. Putusan tersebut sudah terbit 15 Agustus 2014 dan dikirim ke PN Tangerang sejak  14 Maret 2016. 
 
MU dan pengacaranya sedang dalam proses menunggu putusan PK diberikan secara resmi untuk dapat mengajukan upaya grasi  kepada Presiden. Putusan PK diberikan pada MU, bersamaan dengan saat penjemputan oleh petugas untuk dipindahkan ke Lapas Cilacap pada  Sabtu, 23 Juli 2016. Saat itu, ia tidak didampingi pengacara. 
 
Dia sudah menjalani hukuman hampir 15 tahun, sangat aktif terlibat dan mempelopori  kegiatan-kegiatan pembinaan yang positif di dalam Lapas, antara lain pengembangan seni budaya, pertanian organik dan kegiatan spiritual. MU juga memberi  penguatan kepada sesama warga binaan, terutama bagi mereka yang menjalani hukuman berat dan pidana mati. Saat ini, MU sedang berjuang menempuh upaya hukum lanjutan melalui Grasi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan