medcom.id, Jakarta: Jessica Kumala Wongso mengaku pernah mengalami hipnoterapi alias hipnotis oleh polisi saat penyelidikan kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Jessica dihipnotis saat diperiksa sebagai saksi kasus Mirna.
Apapun motivasi hipnoterapi itu, Otto Hasibuan selaku penasihat hukum Jessica Kumala Wongso menyesali adanya tindakan tersebut dalam proses penyelidikan terhadap kliennya di Polda Metro Jaya. Otto mengaku sulit membenarkan hal itu. Apalagi, tindakan hipnoterapi tidak dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Dalam Peraturan Kapolri (Perkap), lanjut Otto, setiap tindakan dalam penyelidikan, terutama yang bersentuhan dengan tersangka, harus dituangkan dalam BAP. Hal itu demi menghindari penyalahgunaan wewenang aparat.
"Setiap keterangan dari polisi pasti ada berita acara pemeriksaan. Tapi, di sini tidak ada berita acaranya karena dari hakim tidak ditemukan apa-apa dari itu (proses hipnoterapi)," kata Otto usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2016).
(Baca: Jessica Mengaku Dihipnotis Polisi)
Otto juga meragukan tindakan hipnotis sebagai keilmuwan yang bisa dipertanggungjawabkan. Ia menilai, penerapan ilmu hipnoterapi tidak diperbolehkan kepada seseorang dalam sistem projustisia.
"Kami tidak yakin hipnoterapi itu ilmu yang bisa dibenarkan untuk memeriksa terdakwa atau tersangka. Ini kan menjadi persoalan hukum," ujar Otto.
Menilik cerita Jessica yang mengaku mendapat komentar janggal dari seorang pejabat kepolisian Polda Metro Jaya, Otto semakin menyayangkan tindakan hipnoterapi. Terlebih, proses hipnoterapi Jessica dilakukan tanpa didampingi pengacara.
"Orang dihipnotis tidak didampingi pengacara dalam keadaan gelap. Terus hasilnya tidak ada apa-apa. Ini kan pelanggaran hak asasi manusia," tegas Otto.
Sebelumnya, dalam persidangan kasus Mirna Jessica mengaku pernah dihipnotis oleh polisi. Saat melengkapi BAP di ruangan penyidik, tiba-tiba Jessica diminta pergi ke ruangan lain.
"Dalam ruangan itu ada beberapa orang. Ada juga saya ingat bapak Herry Heryawan (AKBP Herry Heryawan, saat itu menjabat Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya) di ruangan itu," ungkap Jessica di Persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 28 September 2016.
(Baca: Interaksi Jessica dan Krishna Murti di Satu Ruangan)
Jessica kemudian diminta duduk dan diinterogasi. Ia diminta tidak menjawab pertanyaan dengan lisan, melainkan menggunakan gerakan jari.
"Tiba-tiba saya mendadak lemas, lama-lama saya tidak sadar total," kata Jessica.
Setelah itu, Jessica diminta ke ruangan lain. Lalu, Jessica mendengar pernyataan dari Herry Heryawan.
"Saya dapat komentar, 'kamu pacaran butuh yang seagama atau tidak? Soalnya kamu tipe saya banget'," ujar Jessica meniru ucapan Herry diiringi riuh penonton sidang.
Setelah itu, Jessica dibawa ke ruangan lain dan bertemu pengacaranya. Lalu, Jessica dan pengacara pulang lepas tengah malam.
Pada kasus ini, Jessica jadi terdakwa tunggal kasus kematian Mirna. Mirna diduga tewas karena racun sianida. Dia meregang nyawa tak lama setelah menyeruput kopi es ala Vietnam di Kafe Olivier, pada 6 Januari 2016.
Kopi untuk Mirna dipesankan oleh Jessica, teman kuliahnya di Billyblue College, Australia. Jessica kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Dia terancam dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati.
medcom.id, Jakarta: Jessica Kumala Wongso mengaku pernah mengalami hipnoterapi alias hipnotis oleh polisi saat penyelidikan kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Jessica dihipnotis saat diperiksa sebagai saksi kasus Mirna.
Apapun motivasi hipnoterapi itu, Otto Hasibuan selaku penasihat hukum Jessica Kumala Wongso menyesali adanya tindakan tersebut dalam proses penyelidikan terhadap kliennya di Polda Metro Jaya. Otto mengaku sulit membenarkan hal itu. Apalagi, tindakan hipnoterapi tidak dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Dalam Peraturan Kapolri (Perkap), lanjut Otto, setiap tindakan dalam penyelidikan, terutama yang bersentuhan dengan tersangka, harus dituangkan dalam BAP. Hal itu demi menghindari penyalahgunaan wewenang aparat.
"Setiap keterangan dari polisi pasti ada berita acara pemeriksaan. Tapi, di sini tidak ada berita acaranya karena dari hakim tidak ditemukan apa-apa dari itu (proses hipnoterapi)," kata Otto usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2016).
(Baca: Jessica Mengaku Dihipnotis Polisi)
Otto juga meragukan tindakan hipnotis sebagai keilmuwan yang bisa dipertanggungjawabkan. Ia menilai, penerapan ilmu hipnoterapi tidak diperbolehkan kepada seseorang dalam sistem projustisia.
"Kami tidak yakin hipnoterapi itu ilmu yang bisa dibenarkan untuk memeriksa terdakwa atau tersangka. Ini kan menjadi persoalan hukum," ujar Otto.
Menilik cerita Jessica yang mengaku mendapat komentar janggal dari seorang pejabat kepolisian Polda Metro Jaya, Otto semakin menyayangkan tindakan hipnoterapi. Terlebih, proses hipnoterapi Jessica dilakukan tanpa didampingi pengacara.
"Orang dihipnotis tidak didampingi pengacara dalam keadaan gelap. Terus hasilnya tidak ada apa-apa. Ini kan pelanggaran hak asasi manusia," tegas Otto.
Sebelumnya, dalam persidangan kasus Mirna Jessica mengaku pernah dihipnotis oleh polisi. Saat melengkapi BAP di ruangan penyidik, tiba-tiba Jessica diminta pergi ke ruangan lain.
"Dalam ruangan itu ada beberapa orang. Ada juga saya ingat bapak Herry Heryawan (AKBP Herry Heryawan, saat itu menjabat Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya) di ruangan itu," ungkap Jessica di Persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 28 September 2016.
(Baca: Interaksi Jessica dan Krishna Murti di Satu Ruangan)
Jessica kemudian diminta duduk dan diinterogasi. Ia diminta tidak menjawab pertanyaan dengan lisan, melainkan menggunakan gerakan jari.
"Tiba-tiba saya mendadak lemas, lama-lama saya tidak sadar total," kata Jessica.
Setelah itu, Jessica diminta ke ruangan lain. Lalu, Jessica mendengar pernyataan dari Herry Heryawan.
"Saya dapat komentar, 'kamu pacaran butuh yang seagama atau tidak? Soalnya kamu tipe saya banget'," ujar Jessica meniru ucapan Herry diiringi riuh penonton sidang.
Setelah itu, Jessica dibawa ke ruangan lain dan bertemu pengacaranya. Lalu, Jessica dan pengacara pulang lepas tengah malam.
Pada kasus ini, Jessica jadi terdakwa tunggal kasus kematian Mirna. Mirna diduga tewas karena racun sianida. Dia meregang nyawa tak lama setelah menyeruput kopi es ala Vietnam di Kafe Olivier, pada 6 Januari 2016.
Kopi untuk Mirna dipesankan oleh Jessica, teman kuliahnya di Billyblue College, Australia. Jessica kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Dia terancam dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(NIN)