medcom.id, Jakarta: Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membantah terjadi korupsi dalam proyek sistem pembayaran online (payment gateway) pembuatan passport. Denny juga membantah terjadi kerugian negara hingga miliaran rupiah pada proyek tersebut.
"Sudah ada sebenarnya laporan hasil BPK, 30 Desember lalu yang menyatakan uang yang disetor ke negara Rp32,4 miliar. Negara menerima Rp32,4 miliar, bukan kerugian negara (sejumlah itu)," kata Denny Indrayana di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (12/3/2015). Hari ini Denny menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Denny berharap proses hukum kasus yang menjeratnya bisa dilaksanakan dengan baik. "Saya yakin proses ini akan berjalan dengan baik, sesuai dengan konsep negara hukum yang kita sama-sama hormati," kata Denny.
Denny menjelaskan, banyak pihak justru merasa terbantu dengan sistem pembayaran online yang ia ciptakan semasa menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM.
"Sejak kemarin saya mendapat pesan dari teman-teman, salah satu yang menikmati sistem online itu, salah satunya teman-teman notaris. Dengan sistem pendaftaran perusahaan, fiducia, mereka merasakan manfaatnya," terang Denny yang kemudian bergegas masuk ke Bareskrim untuk menjalani pemeriksaan.
Denny dilaporkan oleh Andi Syamsul pada 10 Februari lalu karena diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi payment gateway di Kemenkumham saat masih menjabat sebagai Wamenkumham. Dia dilaporkan dengan Pasal 2 jo Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Dugaan kasus korupsi payment gateway yang menyeret nama Denny ini disebut-sebut merugikan negara hingga Rp32 miliar. Hingga Rabu kemarin, polisi telah memeriksa 20 orang saksi terkait kasus payment gateway.
Sebelumnya Denny juga sempat dijadwalkan diperiksa Bareskrim Polri pada Jumat 6 Maret lalu. Namun, pendiri Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada itu mangkir dan malah mendatangi Kantor Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
medcom.id, Jakarta: Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membantah terjadi korupsi dalam proyek sistem pembayaran online (
payment gateway) pembuatan
passport. Denny juga membantah terjadi kerugian negara hingga miliaran rupiah pada proyek tersebut.
"Sudah ada sebenarnya laporan hasil BPK, 30 Desember lalu yang menyatakan uang yang disetor ke negara Rp32,4 miliar. Negara menerima Rp32,4 miliar, bukan kerugian negara (sejumlah itu)," kata Denny Indrayana di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (12/3/2015). Hari ini Denny menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Denny berharap proses hukum kasus yang menjeratnya bisa dilaksanakan dengan baik. "Saya yakin proses ini akan berjalan dengan baik, sesuai dengan konsep negara hukum yang kita sama-sama hormati," kata Denny.
Denny menjelaskan, banyak pihak justru merasa terbantu dengan sistem pembayaran
online yang ia ciptakan semasa menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM.
"Sejak kemarin saya mendapat pesan dari teman-teman, salah satu yang menikmati sistem online itu, salah satunya teman-teman notaris. Dengan sistem pendaftaran perusahaan, fiducia, mereka merasakan manfaatnya," terang Denny yang kemudian bergegas masuk ke Bareskrim untuk menjalani pemeriksaan.
Denny dilaporkan oleh Andi Syamsul pada 10 Februari lalu karena diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi payment gateway di Kemenkumham saat masih menjabat sebagai Wamenkumham. Dia dilaporkan dengan Pasal 2 jo Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Dugaan kasus korupsi payment gateway yang menyeret nama Denny ini disebut-sebut merugikan negara hingga Rp32 miliar. Hingga Rabu kemarin, polisi telah memeriksa 20 orang saksi terkait kasus payment gateway.
Sebelumnya Denny juga sempat dijadwalkan diperiksa Bareskrim Polri pada Jumat 6 Maret lalu. Namun, pendiri Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada itu mangkir dan malah mendatangi Kantor Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)