Muchtar Effendi. ANT/Indriyanto Eko.
Muchtar Effendi. ANT/Indriyanto Eko.

Muchtar Effendi Didakwa Menerima Suap bersama Akil Mochtar

Fachri Audhia Hafiez • 07 Oktober 2019 19:36
Jakarta: Muchtar Effendi, orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar didakwa menerima suap terkait putusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Muchtar melakukan praktik suap tersebut bersama Akil.
 
"Terdakwa bersama-sama dengan M Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi pada MK, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 7 Oktober 2019.
 
Muchtar dan Akil diduga menerima uang sekitar Rp16,42 miliar dan USD316.700 dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton. Suap diberikan terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang.

Muchtar juga menerima uang senilai RP10 miliar dan USD500 ribu dari mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri. Uang itu terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
 
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar Jaksa Iskandar.
 
Muchtar diduga menjadi perantara pemberian uang dari Romi dan Budikepada Akil Mochtar. Uang tersebut diduga untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil pilkada yang diadili Akil sebagai hakim konstitusi.
 
Atas perbuatannya, Muchtar didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
 
Informasi yang dihimpun Medcom.id, Akil Mochtar telah divonis seumur hidup setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasinya. Sebab Akil merupakan seorang hakim MK yang seharusnya merupakan negarawan sejati dan steril dari perbuatan tindak pidana korupsi.
 
Pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Akil divonis hukuman penjara seumur hidup. Vonis itu sama dengan pengadilan tingkat pertama. Akil terbukti melakukan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa Pilkada di MK dan tindak pidana pencucian uang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan