Jakarta: Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Hukum dan Regulasi Melli Darsa mengajak masyarakat mengawal revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pengawasan diperlukan agar poin-poin penting yang diperlukan dalam pengembangan KPK masuk dalam revisi tersebut.
“Yang namanya sebuah organisasi atau institusi pasti harus selalu berkembang mengikuti perubahan zaman. Jadi lebih baik kita kerahkan energi dan pikiran kita untuk mengawal proses RUU KPK agar memerhatikan poin-poin berikut, yaitu peningkatan kualitas SDM, nilai dan budaya institusi, tata kelola dan pengendalian, serta akuntabilitas, dan transparansi," kata Melli, Senin, 16 September 2019.
Melli menilai salah satu poin penting dalam revisi UU KPK yakni adanya usulan dewan pengawas. Menurut dia, pembentukan dewan pengawas diperlukan untuk check and balance.
Selain itu, perubahan dalam undang-undang dalam hukum tata negara merupakan hal biasa. Sehingga tidak perlu diributkan.
Saat ini, sambung Melli, yang paling utama adalah KPK tetap pada independensi dalam penetapan tindakan, aksi, dan penilaian profesional terhadap tindakan pencegahan, dan pemberantasan korupsi.
“Adanya Dewan Pengawas menurut saya tidak akan mengurangi independensi KPK. Yang penting anggota dari Dewan Pengawas itu dijaga profesionalitasnya,” jelas Melli.
Melli menambahkan revisi UU KPK nantinya perlu dilanjutkan dengan dengan revisi UU Tipikor. Menurut Melli revisi UU KPK bertalian dengan UU Tipikor
“Merevisi UU KPK tanpa merevisi UU Tipikor menjadi seperti kita punya smartphone lebih bagus tapi software-nya tidak update. Ini dikarenakan UU Tipikor terkait erat dengan doktrin-doktrin keuangan negara dalam arti luas di dalam UU Perbendaharaan Negara."
"Paradigma keuangan negara dalam arti luas dari UU Perbendaharaan Negara saat ini masih menimbulkan banyak ketidakpastian bagi dunia usaha,” ujar pegiat antikorupsi ini.
Salah satu contohnya, sambung Melli, pasal di dalam UU Tipikor yang mengatur bahwa tindak pidana korupsi meliputi perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara. Konsep ini dalam praktiknya masih diartikan terlalu kaku dan normatif, sehingga sebuah transaksi bisnis atau corporate action yang biasa dilakukan di dunia usaha dapat disalahartikan sebagai tindakan korupsi hanya karena masalah prosedural.
“Contoh lain, terkait dengan corporate action di BUMN yang sering kali dikaitkan dengan definisi potensi kerugian keuangan negara dari UU Perbendaharaan Negara. Padahal perlu kita ingat aset dan keuangan BUMN sudah dipisahkan dari APBN dan dalam bisnis yang namanya potensi rugi pasti ada. Tapi kan bukan berarti perusahaan ingin rugi atau sengaja merugi. Maunya pasti untung dengan strategi korporasi yang terukur dan mengelola dengan baik risiko yang ada," kata Melli.
Menurut Melli inilah doktrin yang sering kali menimbulkan kerancuan definisi dan berpotensi menjadi pasal karet yang menimbulkan ketidakpastian hukum bagi dunia usaha.
“Umpamanya BUMN melakukan transaksi derivatif atau Haircut Non-Performing Loan, itu kan biasa saja sebenarnya di dunia usaha dan tidak ada niat jahat di situ. Jadi jangan langsung di-cap BUMN tersebut korupsi. Kita harus ingat bahwa di dunia usaha yang namanya corporate action atau investasi itu return-nya tidak dalam jangka pendek," ujar Melli.
Jakarta: Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Hukum dan Regulasi Melli Darsa mengajak masyarakat mengawal revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pengawasan diperlukan agar poin-poin penting yang diperlukan dalam pengembangan KPK masuk dalam revisi tersebut.
“Yang namanya sebuah organisasi atau institusi pasti harus selalu berkembang mengikuti perubahan zaman. Jadi lebih baik kita kerahkan energi dan pikiran kita untuk mengawal proses RUU KPK agar memerhatikan poin-poin berikut, yaitu peningkatan kualitas SDM, nilai dan budaya institusi, tata kelola dan pengendalian, serta akuntabilitas, dan transparansi," kata Melli, Senin, 16 September 2019.
Melli menilai salah satu poin penting dalam revisi UU KPK yakni adanya usulan dewan pengawas. Menurut dia, pembentukan dewan pengawas diperlukan untuk
check and balance.
Selain itu, perubahan dalam undang-undang dalam hukum tata negara merupakan hal biasa. Sehingga tidak perlu diributkan.
Saat ini, sambung Melli, yang paling utama adalah KPK tetap pada independensi dalam penetapan tindakan, aksi, dan penilaian profesional terhadap tindakan pencegahan, dan pemberantasan korupsi.
“Adanya Dewan Pengawas menurut saya tidak akan mengurangi independensi KPK. Yang penting anggota dari Dewan Pengawas itu dijaga profesionalitasnya,” jelas Melli.
Melli menambahkan revisi UU KPK nantinya perlu dilanjutkan dengan dengan revisi UU Tipikor. Menurut Melli revisi UU KPK bertalian dengan UU Tipikor
“Merevisi UU KPK tanpa merevisi UU Tipikor menjadi seperti kita punya
smartphone lebih bagus tapi
software-nya tidak
update. Ini dikarenakan UU Tipikor terkait erat dengan doktrin-doktrin keuangan negara dalam arti luas di dalam UU Perbendaharaan Negara."
"Paradigma keuangan negara dalam arti luas dari UU Perbendaharaan Negara saat ini masih menimbulkan banyak ketidakpastian bagi dunia usaha,” ujar pegiat antikorupsi ini.
Salah satu contohnya, sambung Melli, pasal di dalam UU Tipikor yang mengatur bahwa tindak pidana korupsi meliputi perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara. Konsep ini dalam praktiknya masih diartikan terlalu kaku dan normatif, sehingga sebuah transaksi bisnis atau
corporate action yang biasa dilakukan di dunia usaha dapat disalahartikan sebagai tindakan korupsi hanya karena masalah prosedural.
“Contoh lain, terkait dengan
corporate action di BUMN yang sering kali dikaitkan dengan definisi potensi kerugian keuangan negara dari UU Perbendaharaan Negara. Padahal perlu kita ingat aset dan keuangan BUMN sudah dipisahkan dari APBN dan dalam bisnis yang namanya potensi rugi pasti ada. Tapi kan bukan berarti perusahaan ingin rugi atau sengaja merugi. Maunya pasti untung dengan strategi korporasi yang terukur dan mengelola dengan baik risiko yang ada," kata Melli.
Menurut Melli inilah doktrin yang sering kali menimbulkan kerancuan definisi dan berpotensi menjadi pasal karet yang menimbulkan ketidakpastian hukum bagi dunia usaha.
“Umpamanya BUMN melakukan transaksi derivatif atau Haircut Non-Performing Loan, itu kan biasa saja sebenarnya di dunia usaha dan tidak ada niat jahat di situ. Jadi jangan langsung di-
cap BUMN tersebut korupsi. Kita harus ingat bahwa di dunia usaha yang namanya
corporate action atau investasi itu
return-nya tidak dalam jangka pendek," ujar Melli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ALB)