Ilustrasi pengadilan--Metrotvnews.com/Rizky Ferdyansyah
Ilustrasi pengadilan--Metrotvnews.com/Rizky Ferdyansyah

Jumlah Pencari Keadilan Meningkat di Tahun 2014

Cahya Mulyana • 23 Desember 2014 18:20
medcom.id, Jakarta: Kondisi pencari keadilan yang ditangani Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta selama tahun 2014 meningkat tajam dibanding 3 tahun sebelumnya. Hal itu akibat kepercayaan masyarakat menurun terhadap penegakan hukum di masa peralihan kekuasaan.
 
Namun pemerintahan baru yang di pimpin Presiden Joko Widodo diyakini mampu memperbaiki rasa keadilan masyarakat dengan janjinya yaitu berusaha hadir di tengah masyarakat untuk memberikan rasa keadilan.
 
Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta mengatakan, tantangan mendapatkan keadilan semakin sulit di akhir masa jabatan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Di mana hal itu disebabkan oleh pelayanan hukum yang lemah, perlakukan represif dari aparat, dan perlindungan hukum tidak nampak di masyarakat.

"Ada banyak tantangan mendapatkan keadilan yang timbul, terlihat dari tingginya pengaduan masyarakat pada tahun 2014 kepada LBH Jakarta. Dimana mereka mengadukan banyak sekali kasus yang pelakunya terdiri dari aparat keamanan, pejabat pemerintahan, dan pemilik modal," ungkap Febi di sela membuka acara bertajuk "Catatan Akhir Tahun LBH Jakarta 2014", di Gedung LBH Jakarta, Selasa (23/12/2014).
 
"Ada banyak kasus salah tangkap dan korban sulit mendapatkan keadilan, penggusuran tanpa notifikasi juga ganti rugi yang setimpal, dan keterbatasan melakukan ibadah bagi kelompok minoritas. Bahkan, kasus yang melibatkan pemerintah dan pengusaha seperti banyak penangguhan UMR (upah minimum regional) dan banyak lagi tantangan setahun ini bagi pencari keadilan," papar dia.
 
Ia mengatakan, hasil rekap selama tahun 2014, LBH Jakarta telah menerima 1.221 pengaduan kasus. Itu terdiri dari 1.053 pengaduan kasus individu dan 168 pengaduan berasal dari kelompok. Padahal sebelumnya pada tahun 2013 pengaduan hanya 1.001 kasus, kemudian pada tahun 2012 hanya 912 dan tahun 2011 sekitar 959.
 
"Dari pengaduan yang kami terima selama 2014, kasus perburuhan meraih peringkat tertinggi dejgan 228 pengaduan, perkotaan dan masyarakat urban 114 kasus, sipil dan politik 153 pengaduan, kasus keluarga 158 pengaduan, perempuan dan anak sebanyak 47 pengaduan, dan kasus non struktral 521 pengaduan," paparnya.
 
Pada kesempatan itu hadir Ketua Badan Pekerja Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma, Direktur Utama Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Roichatul Aswidah, dan jajaran pengurus LBH Jakarta.
 
Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengatakan, kondisi yang dihadapi LBH Jakarta sama halnya dengan Komnas HAM. Dimana pencari keadilan akibat ketidakadilan tetap tingggi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah penegak hukum era Presiden Joko Widodo.
 
"Kalau di Komnas HAM banyaknya pengaduan dibidang agraria. Ini juga penyebabnya akibat kekuasaan bertemu dengan pemilik modal. Akhirnya rakyat dikesampingkan dan memunculkan kerugian atas hak-hak yang dimilik rakyat seperti hak kepemilikan lahan dan lainnya," jelalasnya.
 
Sementara itu menurut Direktur Utama Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko, tingginya pengaduan masyarakat atas kondisi ketidakadilan yang dihadapi masyarakat akibat dua hal. Pertama maraknya korupsi di tingkatan penegak hukum dan dibidang korupsi konstitusional.
 
"Sebab ketidakadilan muncul akibat maraknya kepentingan pemodal yang bekerja sama dengan pejabat korup. Akibatnya masyarakat menjadi korban seperti contoh pembukaan lahan dan lain sebagainya. Selain itu akibat korupsi melalui perundang-undangan dimana peraturan yang dibuat DPR dan pemerintah itu berpihak pada kepentingan penguasa dan pengusaha yang juga merampas hak masyarakat," ungkapnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LAL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan