Jakarta: Sebanyak 65 terpidana korupsi berbondong-bondong mengajukan peninjauan kembali (PK) sepanjang 2020. Mereka mengajukan PK dengan harapan mendapat keringanan hukuman.
"Para narapidana korupsi ini mengajukan upaya hukum luar biasa dengan berturut-turut. Sehingga jumlahnya kurang lebih, kalau sepanjang 2020, ada 65 napi korupsi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri dalam telekonferensi, Sabtu, 23 Januari 2021.
Ali mengatakan pengajuan PK terpidana rasuah paling ramai terjadi sekitar Agustus-September 2020. Persidangan PK yang diajukan tahun lalu banyak yang masih berlangsung.
Ali mengaku bingung dengan fenomena narapidana korupsi beramai-ramai mengajukan PK. Lebih anehnya lagi, kata Ali, banyak narapidana korupsi yang ajukan PK setelah putusan sidang tingkat pertama.
"Belakangan itu ramai-ramai para napi ini menerima putusan di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor, kemudian eksekusi, beberapa bulan kemudian, ini hitungannya yang menarik juga di bulan itu mereka mengajukan upaya hukum luar biasa melalui PK," ujar Ali.
Baca: KPK Minta MA Beri Perhatian ke Fenomena Koruptor Ajukan PK
Menurut Ali, PK seharusnya baru bisa diajukan setelah melalui pengadilan tingkat banding, dan kasasi. Ali mengaku heran dengan para narapidana yang mengajukan PK tanpa melalui sidang banding, dan kasasi.
Selain heran dengan tindakan itu, KPK juga menyayangkan beberapa hukuman korupsi berhasil 'disunat' dalam sidang PK. Lembaga Antikorupsi itu menilai pemotongan hukuman narapidana korupsi bisa menghilangkan efek jera.
Namun, KPK tidak bisa berkata banyak dengan pemotongan hukuman itu. Pasalnya, kata Ali, putusan perkara PK ada di tangan hakim.
"Karena kembali lagi, ada independensi hakim ketika menjatuhkan putusan," ujar Ali.
Jakarta: Sebanyak 65 terpidana korupsi berbondong-bondong mengajukan peninjauan kembali (
PK) sepanjang 2020. Mereka mengajukan PK dengan harapan mendapat keringanan hukuman.
"Para narapidana korupsi ini mengajukan upaya hukum luar biasa dengan berturut-turut. Sehingga jumlahnya kurang lebih, kalau sepanjang 2020, ada 65 napi korupsi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri dalam telekonferensi, Sabtu, 23 Januari 2021.
Ali mengatakan pengajuan PK terpidana
rasuah paling ramai terjadi sekitar Agustus-September 2020. Persidangan PK yang diajukan tahun lalu banyak yang masih berlangsung.
Ali mengaku bingung dengan fenomena narapidana korupsi beramai-ramai mengajukan PK. Lebih anehnya lagi, kata Ali, banyak narapidana korupsi yang ajukan PK setelah putusan sidang tingkat pertama.
"Belakangan itu ramai-ramai para napi ini menerima putusan di tingkat pertama atau Pengadilan Tipikor, kemudian eksekusi, beberapa bulan kemudian, ini hitungannya yang menarik juga di bulan itu mereka mengajukan upaya hukum luar biasa melalui PK," ujar Ali.
Baca:
KPK Minta MA Beri Perhatian ke Fenomena Koruptor Ajukan PK
Menurut Ali, PK seharusnya baru bisa diajukan setelah melalui pengadilan tingkat banding, dan kasasi. Ali mengaku heran dengan para narapidana yang mengajukan PK tanpa melalui sidang banding, dan kasasi.
Selain heran dengan tindakan itu, KPK juga menyayangkan beberapa hukuman korupsi berhasil 'disunat' dalam sidang PK. Lembaga Antikorupsi itu menilai pemotongan hukuman narapidana korupsi bisa menghilangkan efek jera.
Namun, KPK tidak bisa berkata banyak dengan pemotongan hukuman itu. Pasalnya, kata Ali, putusan perkara PK ada di tangan hakim.
"Karena kembali lagi, ada independensi hakim ketika menjatuhkan putusan," ujar Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)