Jakarta: Terdakwa kasus suap penghapusan red notice dan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA), Djoko Soegiarto Tjandra, mengaku ditipu. Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.
"Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke Tanah Air Indonesia yang saya cintai ini telah pula dimanfaatkan orang lain untuk menipu saya," kata Djoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 15 Maret 2021.
Djoko Tjandra mengaku termakan janji-janji sejumlah pihak yang ingin membantu menyelesaikan perkaranya. Dia mengungkapkan berupaya mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas kasus hak tagih Bank Bali. Dia selaku terpidana dalam perkara tersebut.
Pengajuan PK agar Djoko tidak dieksekusi atas pidana penjara yang dijatuhkan berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009. Sehingga, Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
"Termakan janji-janji, iming-iming yang ternyata tidak lebih dari suatu penipuan belaka," ucap Djoko.
Djoko Tjandra mengaku memberikan US$500 kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari dari perjanjian US$1 juta. Uang dimaksudkan untuk menyelesaikan pengurusan fatwa MA.
Dia mengeklaim fulus yang diberikan bukan suap. Uang itu sebagai consultant fee dan lawyer fee yang disepakati untuk pengurusan Fatwa MA sampai selesai.
Uang diberikan atas dasar kepercayaan Djoko kepada Pinangki yang akan menyelesaikan pengurusan perkara. Djoko ogah berhubungan lagi dengan Pinangki.
"Saya tidak mau lagi berhubungan lagi dengan Pinangki Sirna Malasari. Saya sudah jadi korban penipuan," ucap Djoko.
Djoko Tjandra dituntut empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Dia dinilai terbukti terlibat kasus suap penghapusan red notice dan pengurusan fatwa di MA.
Jakarta: Terdakwa
kasus suap penghapusan
red notice dan pengurusan fatwa di
Mahkamah Agung (MA), Djoko Soegiarto Tjandra, mengaku ditipu. Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.
"Harapan dan kerinduan saya untuk pulang ke Tanah Air Indonesia yang saya cintai ini telah pula dimanfaatkan orang lain untuk menipu saya," kata Djoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 15 Maret 2021.
Djoko Tjandra mengaku termakan janji-janji sejumlah pihak yang ingin membantu menyelesaikan perkaranya. Dia mengungkapkan berupaya mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas kasus hak tagih Bank Bali. Dia selaku terpidana dalam perkara tersebut.
Pengajuan PK agar Djoko tidak dieksekusi atas pidana penjara yang dijatuhkan berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009. Sehingga, Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
"Termakan janji-janji, iming-iming yang ternyata tidak lebih dari suatu penipuan belaka," ucap Djoko.
Djoko Tjandra mengaku memberikan US$500 kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari dari perjanjian US$1 juta. Uang dimaksudkan untuk menyelesaikan pengurusan fatwa MA.
Dia mengeklaim fulus yang diberikan bukan suap. Uang itu sebagai
consultant fee dan
lawyer fee yang disepakati untuk pengurusan Fatwa MA sampai selesai.
Uang diberikan atas dasar kepercayaan Djoko kepada Pinangki yang akan menyelesaikan pengurusan perkara. Djoko ogah berhubungan lagi dengan Pinangki.
"Saya tidak mau lagi berhubungan lagi dengan Pinangki Sirna Malasari. Saya sudah jadi korban penipuan," ucap Djoko.
Djoko Tjandra dituntut empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Dia dinilai terbukti terlibat kasus suap penghapusan red notice dan pengurusan fatwa di MA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)