medcom.id, Jakarta: Mantan terpidana kasus Nabi Palsu Ahmad Musadek dianggap berada di balik layar Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Eks pengurus Gafatar mengatakan Ahmad Musadeq mendapatkan tempat khusus.
"Secara organisasi, beliau bukan warga Gafatar, bukan pengurus dan bukan pendiri," kata eks Ketua Umum Gafatar Mahful M. Tumanurung di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/1/2016).
Mahful mengatakan, organisasinya itu berdiri pada 14 Agustus 2011. Ada 52 orang atau badan yang mendirikan organisasi ini. Tapi, tambah dia, tak ada satu nama Ahmad Musadeq di sana.
Waktu berjalan. Menurut Mahful, pelan-pelan posisi pendiri dan anggota Gafatar menempatkan Ahmad Musadek sebagai narasumber spritual. Ia membantah Musadek disebut nabi terakhir dalam Islam.
"Masalah kerasulan sudah selesai pada 2007. Dia hanya pembawa risalah sebagaimana orang lain yang mengaku membawa risalah. Kami mengambil beliau jadi narsum. Keterangan logis dan berdasar. Bukan yang berkhayal atau abstrak di tengah kehidupan yang konkret," ujar dia.
Mahful memastikan, meski sudah tak ada, toh bekas pengikut Gafatar tetap memegang teguh paham Abraham Millah. Menurut Mahful, paham ini jauh di luar pemahaman Islam mainstream. Ia mengklaim mengikuti semua ajaran agama dan rasulnya tapi enggan disebutkan menggabungkan semua agama. "Kami ikut kebenaran universal," ujar dia.
Mahful menganggap, ajaran tersebut adalah hak asasi manusia. Dalam ajaran yang dianggap sesat itu, Mahful tidak melihat ada pelanggaran hukum maupun adat yang berlaku di Indonesia.
"Untuk itu, bukan pada tempatnya Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa sesat kepada kami atau Gafatar uang bergedak di bidang sosial budaya yang berazaskan Pancasila seperti yang tertulis di dalam AD/ART," ungkap dia.
medcom.id, Jakarta: Mantan terpidana kasus Nabi Palsu Ahmad Musadek dianggap berada di balik layar Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Eks pengurus Gafatar mengatakan Ahmad Musadeq mendapatkan tempat khusus.
"Secara organisasi, beliau bukan warga Gafatar, bukan pengurus dan bukan pendiri," kata eks Ketua Umum Gafatar Mahful M. Tumanurung di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/1/2016).
Mahful mengatakan, organisasinya itu berdiri pada 14 Agustus 2011. Ada 52 orang atau badan yang mendirikan organisasi ini. Tapi, tambah dia, tak ada satu nama Ahmad Musadeq di sana.
Waktu berjalan. Menurut Mahful, pelan-pelan posisi pendiri dan anggota Gafatar menempatkan Ahmad Musadek sebagai narasumber spritual. Ia membantah Musadek disebut nabi terakhir dalam Islam.
"Masalah kerasulan sudah selesai pada 2007. Dia hanya pembawa risalah sebagaimana orang lain yang mengaku membawa risalah. Kami mengambil beliau jadi narsum. Keterangan logis dan berdasar. Bukan yang berkhayal atau abstrak di tengah kehidupan yang konkret," ujar dia.
Mahful memastikan, meski sudah tak ada, toh bekas pengikut Gafatar tetap memegang teguh paham Abraham Millah. Menurut Mahful, paham ini jauh di luar pemahaman Islam mainstream. Ia mengklaim mengikuti semua ajaran agama dan rasulnya tapi enggan disebutkan menggabungkan semua agama.
"Kami ikut kebenaran universal," ujar dia.
Mahful menganggap, ajaran tersebut adalah hak asasi manusia. Dalam ajaran yang dianggap sesat itu, Mahful tidak melihat ada pelanggaran hukum maupun adat yang berlaku di Indonesia.
"Untuk itu, bukan pada tempatnya Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa sesat kepada kami atau Gafatar uang bergedak di bidang sosial budaya yang berazaskan Pancasila seperti yang tertulis di dalam AD/ART," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)