medcom.id, Jakarta: Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan memaksa tersangka kasus dugaan suap hakim PTUN Medan, Otto Cornelis Kaligis memberikan keterangan pada penyidik. Menruut pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Johan Budi SP, penolakan Kaligis dalam beberapa pemeriksaan tak akan memengaruhi pemberkasan perkara kasus suap tersebut.
"KPK tak mengejar pengakuan tersangka. Dia mau memberikan keterangan atau tidak, terserah dia. Itu tak berpengaruh pada kelengkapan pemberkasan (perkara)," terang Johan, kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/8/2015).
Proses pengusutan kasus Kaligis, tambah Johan, diprediksi akan lebih cepat. Pasalnya, penetapan Kaligis dan tujuh orang tersangka lainnya berangkat dari operasi tangkap tangan yang prosesnya bisa lebih cepat diusut ketimbang kasus korupsi yang bukan berasal dari operasi tangkap tangan.
Sebelumnya, pengacara kondang itu sempat beberapa kali menolak untuk di-BAP penyidik. Bahkan dia sempat sesumbar lebih baik ditembak mati daripada diminta untuk menghadiri panggilan pemeriksaan penyidik.
Kasus suap ini bermula dari penyidikan kasus korupsi Dana Bantuan Sosial dan Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Sumatera Utara tahun anggaran 2012 dan 2013 yang menyeret mantan Kabiro Keuangan Sumut Ahmad Fuad Lubis. Kasus itu disidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Kasus Dana Bansos dan BDB Sumut sudah diputus bebas di Pengadilan Tinggi (PT) Sumatera Utara. Berbekal putusan PT Sumut, Ahmad Fuad Lubis balik memperkarakan Kepala Kejaksaan Tinggi atas kasus yang menyeretnya.
Ahmad menggugat kewenangan penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara tersebut ke PTUN. Perkara ini dipegang Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, dan dua koleganya Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting. Ahmad Fuad Lubis pun diputus menang dalam gugatan di PTUN Medan.
Rupa-rupanya, putusan Tripeni berbau amis. Usai membacakan putusan, dia dan dua rekannya, serta panitera Syamsir Yusfan yang juga menjabat Sekretaris PTUN Medan, dicokok. Diduga saat itu mereka menerima uang suap yang diantarkan Gerry yang menjadi pengacara Ahmad Fuad.
Dari hasil pemeriksaan, Gerry diduga selaku penyuap dinilai melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a dan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 54 Ayat 1 dan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Tripeni, Amir dan Dermawan diduga sebagai penerima suap selaku majelis hakim disangka Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
Syamsir Yusfan disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
medcom.id, Jakarta: Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan memaksa tersangka kasus dugaan suap hakim PTUN Medan, Otto Cornelis Kaligis memberikan keterangan pada penyidik. Menruut pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Johan Budi SP, penolakan Kaligis dalam beberapa pemeriksaan tak akan memengaruhi pemberkasan perkara kasus suap tersebut.
"KPK tak mengejar pengakuan tersangka. Dia mau memberikan keterangan atau tidak, terserah dia. Itu tak berpengaruh pada kelengkapan pemberkasan (perkara)," terang Johan, kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/8/2015).
Proses pengusutan kasus Kaligis, tambah Johan, diprediksi akan lebih cepat. Pasalnya, penetapan Kaligis dan tujuh orang tersangka lainnya berangkat dari operasi tangkap tangan yang prosesnya bisa lebih cepat diusut ketimbang kasus korupsi yang bukan berasal dari operasi tangkap tangan.
Sebelumnya, pengacara kondang itu sempat beberapa kali menolak untuk di-BAP penyidik. Bahkan dia sempat sesumbar lebih baik ditembak mati daripada diminta untuk menghadiri panggilan pemeriksaan penyidik.
Kasus suap ini bermula dari penyidikan kasus korupsi Dana Bantuan Sosial dan Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Sumatera Utara tahun anggaran 2012 dan 2013 yang menyeret mantan Kabiro Keuangan Sumut Ahmad Fuad Lubis. Kasus itu disidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Kasus Dana Bansos dan BDB Sumut sudah diputus bebas di Pengadilan Tinggi (PT) Sumatera Utara. Berbekal putusan PT Sumut, Ahmad Fuad Lubis balik memperkarakan Kepala Kejaksaan Tinggi atas kasus yang menyeretnya.
Ahmad menggugat kewenangan penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara tersebut ke PTUN. Perkara ini dipegang Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, dan dua koleganya Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting. Ahmad Fuad Lubis pun diputus menang dalam gugatan di PTUN Medan.
Rupa-rupanya, putusan Tripeni berbau amis. Usai membacakan putusan, dia dan dua rekannya, serta panitera Syamsir Yusfan yang juga menjabat Sekretaris PTUN Medan, dicokok. Diduga saat itu mereka menerima uang suap yang diantarkan Gerry yang menjadi pengacara Ahmad Fuad.
Dari hasil pemeriksaan, Gerry diduga selaku penyuap dinilai melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a dan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 54 Ayat 1 dan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Tripeni, Amir dan Dermawan diduga sebagai penerima suap selaku majelis hakim disangka Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
Syamsir Yusfan disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)