medcom.id, Jakarta: Ketua Komnas Perempuan Azriana menganggap zina bukan perbuatan pidana. Menurutnya, zina lebih berkaitan dengan hukum agama.
Hal itu ia sampaikan dalam sidang uji materi pasal perzinaan yang diatur dalam KUHP di Mahkamah Konstitusi. "Orang suka melihat zina sama dengan perkosaan. Padahal, zina itu sesuatu yang berbeda," kata Azriana dalam persidangan, Selasa (30/8/2016).Dia mengungkapkan, sejatinya zina merupakan perbuatan yang melanggar bila dilihat dari sudut pandang agama. "Istilah itu (zina) lebih tepat sebagai hal yang merepresentasikan pandangan agama, bukan dalam aturan pidana. Persoalan itu bukan dengan hukum pidana penyelesaiannya," ujar Azriana.
Menurutnya, pengubahan rumusan pasal zina dalam KUHP tidak relevan dengan upaya menurunkan angka kekerasan seksual. "Diperbaiki sedikit pun rumusan zinanya, dia enggak akan berkontribusi untuk mengurangi kekerasan seksual," tegas Azriana.
Di hadapan majelis hakim ia membeberkan kekeliruan persepsi mengenai zina dan kekerasan seksual. "Contoh yang paling kuat ketika terjadi hubungan seks, di situ tidak ada yang dirugikan. Negara tidak bisa masuk ke ranah itu. Tetapi, begitu kemudian ada yang dirugikan, barulah negara bisa masuk. Itu namanya bukan zina, melainkan sudah kekerasan seksual," paparnya.
"Bila suatu perzinaan akhirnya melahirkan seorang anak, kalau mereka kemudian menikah, siapa yang jadi korban di sana? Itu kan tidak ada, tetapi ketika salah satu ingkar janji, barulah itu masuk eksploitasi seksual," tambahnya.
Upaya menurunkan angka kekerasan seksual, sambung Azriana, tidak bisa dilakukan sebatas mengubah pasal zina. "Komnas Perempuan sudah melakukan kajian 10 tahun, ternyata belum bisa menjawab seluruh belantara persoalan kekerasan seksual. Apalagi, hanya dengan benerin satu pasal. Itu tidak akan ada kontribusi apa pun untuk menurunkan angka kekerasan seksual.”
Sejumlah pasal perzinaan di KUHP digugat Euis Sunarti yang merasa hak konstitusionalnya untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum sebagai individu dirugikan. Ia berharap perilaku kumpul kebo dan homoseksual masuk delik pidana. Pasal yang diuji antara lain Pasal 284, 285, dan 292 KUHP.
Komnas Perempuan menganggap gugatan Euis tidak memiliki legal standing. "Pemohon seharusnya menyampaikan hal itu ke legislatif," ucap Azriana. Majelis hakim menjadwalkan sidang dilanjutkan pekan depan untuk mendengarkan keterangan ahli. (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News