medcom.id, Jakarta: Rumah sakit yang diduga berlangganan vaksin palsu bertambah. Jika sebelumnya ada empat rumah sakit, kini jumlah rumah sakit yang diduga berlangganan menjadi 12. Rumah sakit tersebut diidentifikasi berada di Pulau Jawa dan Sumatera.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, saat ini penyidik masih mendalami kasus tersebut.
"Karena kita memerlukan fakta yang real dari proses penyebaran vaksin palsu seperti apa," kata Agung di Mabes Polri, Jakarta, Senin (12/7/2016).
Agung masih belum bisa membuka nama 12 rumah sakit tersebut. Ia berharap Tim Satgas bisa bekerja maksimal dengan tukar menukar informasi, sehingga langkah penindakan lebih cepat.
Ia menambahkan, Bareskrim belum bisa memastikan apakah rumah sakit yang diduga terlibat telah melanggar aturan atau tidak. Hal tersebut, kata dia, masuk ranah Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Rencananya, Bareskrim akan mengunjungi Kemenkes untuk mengadakan rapat koordinasi dengan Tim Satgas sore ini. Beberapa hal yang menjadi tugas pokok dan fungsi masing-masing pihak akan dibahas. "Akan dikoordinasi dan evaluasi satgas yang telah berjalan," ujarnya.
Diharapkan ada beberapa hal yang dapat diprioritaskan untuk segera ditangani. Salah satu yang jadi prioritas yakni penanganan balita yang terpapar vaksin palsu.
Sampai saat ini, Bareskrim telah mengirimkan 10 nama balita yang terpapar vaksin palsu ke Kemenkes. Nantinya, Kemenkes akan mendistribusikan daftar nama-nama tersebut ke puskesmas atau dinas kesehatan setempat.
Penyaluran Vaksin Harus Resmi
Vaksin palsu diduga telah beredar selama 13 tahun. Untuk mencegah kejadian serupa terulang, baik Bareskrim, Kemenkes, dan BPOM sepakat nantinya distribusi vaksin harus resmi.
Semua sarana dan fasilitas kesehatan, kata dia, harus dari distributor resmi. Selain itu, setiap saranan kesehatan akan diminta audit internal tentang vaksin yang ada saat ini. "Agar tahu, persediaan yang ada sekarang dari mana saja," katanya.
Selama ini, kata Agung, pengawasan penyebaran vaksin sudah ketat. Namun, pelaku bisa memanfaatkan celah yang ada.
"Namanya penjahat, ada kesempatan dan keuntungan dia lakukan. Kita paham bagaimana cara penjahat bekerja, bagaimana mereka memanfaatkan kesempatan," ujarnya.
Penyidik telah menetapkan 18 tersangka terdiri atas pembuat, distributor, dan tenaga medis yang terlibat dalam kasus vaksin palsu. Mereka ditangkap di Bekasi, Jakarta, Tangerang, Banten dan Semarang, Jawa Tengah. Dua dari 18 tersangka tidak ditahan karena masih di bawah umur.
Mereka dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 dan atau Pasal 197 jo Pasal 106 dan atau Pasal 198 jo Pasal 108 Undang-Undang No 36/2009 tentang Kesehatan serta Pasal 62 jo Pasal 8 Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
medcom.id, Jakarta: Rumah sakit yang diduga berlangganan vaksin palsu bertambah. Jika sebelumnya ada empat rumah sakit, kini jumlah rumah sakit yang diduga berlangganan menjadi 12. Rumah sakit tersebut diidentifikasi berada di Pulau Jawa dan Sumatera.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, saat ini penyidik masih mendalami kasus tersebut.
"Karena kita memerlukan fakta yang real dari proses penyebaran vaksin palsu seperti apa," kata Agung di Mabes Polri, Jakarta, Senin (12/7/2016).
Agung masih belum bisa membuka nama 12 rumah sakit tersebut. Ia berharap Tim Satgas bisa bekerja maksimal dengan tukar menukar informasi, sehingga langkah penindakan lebih cepat.
Ia menambahkan, Bareskrim belum bisa memastikan apakah rumah sakit yang diduga terlibat telah melanggar aturan atau tidak. Hal tersebut, kata dia, masuk ranah Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Rencananya, Bareskrim akan mengunjungi Kemenkes untuk mengadakan rapat koordinasi dengan Tim Satgas sore ini. Beberapa hal yang menjadi tugas pokok dan fungsi masing-masing pihak akan dibahas. "Akan dikoordinasi dan evaluasi satgas yang telah berjalan," ujarnya.
Diharapkan ada beberapa hal yang dapat diprioritaskan untuk segera ditangani. Salah satu yang jadi prioritas yakni penanganan balita yang terpapar vaksin palsu.
Sampai saat ini, Bareskrim telah mengirimkan 10 nama balita yang terpapar vaksin palsu ke Kemenkes. Nantinya, Kemenkes akan mendistribusikan daftar nama-nama tersebut ke puskesmas atau dinas kesehatan setempat.
Penyaluran Vaksin Harus Resmi
Vaksin palsu diduga telah beredar selama 13 tahun. Untuk mencegah kejadian serupa terulang, baik Bareskrim, Kemenkes, dan BPOM sepakat nantinya distribusi vaksin harus resmi.
Semua sarana dan fasilitas kesehatan, kata dia, harus dari distributor resmi. Selain itu, setiap saranan kesehatan akan diminta audit internal tentang vaksin yang ada saat ini. "Agar tahu, persediaan yang ada sekarang dari mana saja," katanya.
Selama ini, kata Agung, pengawasan penyebaran vaksin sudah ketat. Namun, pelaku bisa memanfaatkan celah yang ada.
"Namanya penjahat, ada kesempatan dan keuntungan dia lakukan. Kita paham bagaimana cara penjahat bekerja, bagaimana mereka memanfaatkan kesempatan," ujarnya.
Penyidik telah menetapkan 18 tersangka terdiri atas pembuat, distributor, dan tenaga medis yang terlibat dalam kasus vaksin palsu. Mereka ditangkap di Bekasi, Jakarta, Tangerang, Banten dan Semarang, Jawa Tengah. Dua dari 18 tersangka tidak ditahan karena masih di bawah umur.
Mereka dijerat Pasal 196 jo Pasal 98 dan atau Pasal 197 jo Pasal 106 dan atau Pasal 198 jo Pasal 108 Undang-Undang No 36/2009 tentang Kesehatan serta Pasal 62 jo Pasal 8 Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)