Jakarta: Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menilai gratifikasi hal wajar. Emirsyah juga menilai pelapor pelanggaran atau whistleblower membahayakan.
"Karena kita dalam bisnis, kalau dalam bisnis itu hal yang biasa," kata Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia Persero, Achirina menirukan Emirsyah saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2020.
Achirina menyebut hal itu disampaikan Emirsyah saat pengimplementasian whistleblower dalam pengadaan pesawat. Achirina berusaha menciptakan PT Garuda Indonesia memiliki tata kelola perusahaan baik selaku BUMN.
"Kalau ada orang yang menemukan, ada orang yang melakukan gratifikasi bisa ada media melaporkan," beber Achirina.
Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Foto: ANT/Reno Esnir
Achirina mesti meminta persetujuan direksi PT Garuda Indonesia menjalankan program whistleblower. Emirsyah menolak.
"Saya berdebat kalau apa pun dalam pengadaan, gratifikasi itu tidak bisa, tidak ada yang free, pasti akan menambah dalam faktor harga," ucap Achirina.
Emirsyah didakwa menerima Rp46,3 miliar. Suap dari pihak Roll-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Regional melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada. Suap diberikan karena Emirsyah memilih pesawat dari tiga pabrikan dan mesin pesawat dari Rolls Royce.
Emirsyah didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menilai gratifikasi hal wajar. Emirsyah juga menilai pelapor pelanggaran atau
whistleblower membahayakan.
"Karena kita dalam bisnis, kalau dalam bisnis itu hal yang biasa," kata Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia Persero, Achirina menirukan Emirsyah saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2020.
Achirina menyebut hal itu disampaikan Emirsyah saat pengimplementasian
whistleblower dalam
pengadaan pesawat. Achirina berusaha menciptakan PT Garuda Indonesia memiliki tata kelola perusahaan baik selaku BUMN.
"Kalau ada orang yang menemukan, ada orang yang melakukan gratifikasi bisa ada media melaporkan," beber Achirina.
Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Foto: ANT/Reno Esnir
Achirina mesti meminta persetujuan direksi PT Garuda Indonesia menjalankan program
whistleblower. Emirsyah menolak.
"Saya berdebat kalau apa pun dalam pengadaan, gratifikasi itu tidak bisa, tidak ada yang
free, pasti akan menambah dalam faktor harga," ucap Achirina.
Emirsyah didakwa menerima Rp46,3 miliar. Suap dari pihak Roll-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Regional melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada. Suap diberikan karena Emirsyah memilih pesawat dari tiga pabrikan dan mesin pesawat dari Rolls Royce.
Emirsyah didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)