medcom.id, Jakarta: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan pihaknya tetap menyelidiki perkara dugaan korupsi pengadaan Helikopter AgustaWestland (AW) 101, meski ada gugatan praperadilan dari satu tersangka sipil kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Penyidikan itu tidak tergantung menang atau kalahnya. TNI berjalan terus dan nanti kita lihat di pengadilan saja bagaimana (hasilnya)," ujar Gatot usai meresmikan rehabilitasi bangunan rumah dinas prajurit di Batalyon Kavaleri 7/Sersus, Cijantung, Jakarta, Selasa 31 Oktober 2017.
Gatot telah meminta jajaran penyidik Puspom TNI terus berkoordinasi dengan komisi antirasywah mengenai perkembangan informasi hasil penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut. Khususnya berkaitan dengan militer.
Maklum, ada indikasi bahwa sidang praperadilan yang diajukan tersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diduga akan berpengaruh pada proses penyidikan yang dilakukan pihak militer. "Jadi, bukan berarti di pengadilan KPK yang praperadilan sipil berhenti, tidak. Bukti-bukti sudah lengkap, kok."
Ia menegaskan, penetapan status tersangka terhadap sejumlah prajurit tidak dilakukan serampangan. Keputusan diambil dengan proses panjang dan penuh perhitungan. Prinsipnya, lanjut dia, TNI tetap melanjutkan penyidikan internal terkait kasus korupsi heli AW-101.
"TNI menetapkan seseorang jadi tersangka itu harus dihitung betul. Saya perintahkan kepada POM karena itu akan berkaitan dengan psikologi keluarga, jadi tidak sembarang menetapkan," ujarnya.
Dalam kasus itu KPK menetapkan Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. Sementara dari unsur militer, tercatat ada lima prajurit yang menyandang status serupa, yakni Marsda SB sebagai asisten perencanaan Kepala Staf TNI AU, Marsma FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus Kepala Staf Pengadaan TNI AU, Kolonel Kal FTS selalu Kepala Unit Pengadaan, Letkol Adm WW yang bertugas sebagai pemegang kas, dan Pelda SS selaku staf pemegang kas.
Pembelian helikopter canggih dari perusahaan patungan Westland Helicopters asal Inggris dan Agusta asal Italia, itu sempat bermasalah karena diduga terjadi penggelembungan dana hingga merugikan negara sebesar Rp224 miliar dari nilai proyek Rp738 miliar.
medcom.id, Jakarta: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, menegaskan pihaknya tetap menyelidiki perkara dugaan korupsi pengadaan Helikopter AgustaWestland (AW) 101, meski ada gugatan praperadilan dari satu tersangka sipil kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Penyidikan itu tidak tergantung menang atau kalahnya. TNI berjalan terus dan nanti kita lihat di pengadilan saja bagaimana (hasilnya)," ujar Gatot usai meresmikan rehabilitasi bangunan rumah dinas prajurit di Batalyon Kavaleri 7/Sersus, Cijantung, Jakarta, Selasa 31 Oktober 2017.
Gatot telah meminta jajaran penyidik Puspom TNI terus berkoordinasi dengan komisi antirasywah mengenai perkembangan informasi hasil penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut. Khususnya berkaitan dengan militer.
Maklum, ada indikasi bahwa sidang praperadilan yang diajukan tersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diduga akan berpengaruh pada proses penyidikan yang dilakukan pihak militer. "Jadi, bukan berarti di pengadilan KPK yang praperadilan sipil berhenti, tidak. Bukti-bukti sudah lengkap, kok."
Ia menegaskan, penetapan status tersangka terhadap sejumlah prajurit tidak dilakukan serampangan. Keputusan diambil dengan proses panjang dan penuh perhitungan. Prinsipnya, lanjut dia, TNI tetap melanjutkan penyidikan internal terkait kasus korupsi heli AW-101.
"TNI menetapkan seseorang jadi tersangka itu harus dihitung betul. Saya perintahkan kepada POM karena itu akan berkaitan dengan psikologi keluarga, jadi tidak sembarang menetapkan," ujarnya.
Dalam kasus itu KPK menetapkan Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. Sementara dari unsur militer, tercatat ada lima prajurit yang menyandang status serupa, yakni Marsda SB sebagai asisten perencanaan Kepala Staf TNI AU, Marsma FA selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus Kepala Staf Pengadaan TNI AU, Kolonel Kal FTS selalu Kepala Unit Pengadaan, Letkol Adm WW yang bertugas sebagai pemegang kas, dan Pelda SS selaku staf pemegang kas.
Pembelian helikopter canggih dari perusahaan patungan Westland Helicopters asal Inggris dan Agusta asal Italia, itu sempat bermasalah karena diduga terjadi penggelembungan dana hingga merugikan negara sebesar Rp224 miliar dari nilai proyek Rp738 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)