Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons wacana Revisi Undang-Undang (RUU) Polri. Perubahan beleid itu dinilai bisa mengganggu independensi KPK.
“Satu hal yang tidak bisa diganggu adalah persoalan independensi KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui keterangan tertulis, Selasa, 4 Juni 2024.
Salah satu poin yang dianggap bisa mengganggu independensi KPK, yakni pasal yang menyatakan Korps Bhayangkara berhak mengawasi dan membina teknis penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di kementerian atau lembaga. Padahal, KPK memiliki kewenangan sendiri untuk merekrut penyidik maupun penyelidik yang dibutuhkan jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
“Independensi antara lain juga menyangkut rekrutmen penyelidik atau penyidik. KPK bisa mengangkat penyelidik atau penyidik sendiri,” ucap Marwata.
Marwata mengamini KPK sering bekerja sama dengan penegak hukum lain untuk melakukan pelatihan penyidikan. Itu, kata dia, tidak berkaitan dengan pengangkatan jabatan.
“KPK tidak perlu meminta restu dari lembaga lain untuk mengangkat penyelidik atau penyidik,” ujar Alex.
Selain itu, RUU Polri dinilai bisa memutar kewenangan KPK dalam mengawasi perkara. Sebab, kata Alex, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 memerintahkan instansinya untuk memantau kinerja penegak hukum lainnya, bukan penyidiknya yang diawasi Koprs Bhayangkara.
“Dalam penanganan perkara korupsi, justru KPK yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk mengawasi kinerja APH lain. Jadi jangan ditolak-balik,” tutur Marwata.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons wacana Revisi
Undang-Undang (RUU) Polri. Perubahan beleid itu dinilai bisa mengganggu independensi KPK.
“Satu hal yang tidak bisa diganggu adalah persoalan independensi KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui keterangan tertulis, Selasa, 4 Juni 2024.
Salah satu poin yang dianggap bisa mengganggu independensi KPK, yakni pasal yang menyatakan
Korps Bhayangkara berhak mengawasi dan membina teknis penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di kementerian atau lembaga. Padahal, KPK memiliki kewenangan sendiri untuk merekrut penyidik maupun penyelidik yang dibutuhkan jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
“Independensi antara lain juga menyangkut rekrutmen penyelidik atau penyidik. KPK bisa mengangkat penyelidik atau penyidik sendiri,” ucap Marwata.
Marwata mengamini KPK sering bekerja sama dengan penegak hukum lain untuk melakukan pelatihan penyidikan. Itu, kata dia, tidak berkaitan dengan pengangkatan jabatan.
“KPK tidak perlu meminta restu dari lembaga lain untuk mengangkat penyelidik atau penyidik,” ujar Alex.
Selain itu, RUU Polri dinilai bisa memutar kewenangan KPK dalam mengawasi perkara. Sebab, kata Alex, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 memerintahkan instansinya untuk memantau kinerja penegak hukum lainnya, bukan penyidiknya yang diawasi Koprs Bhayangkara.
“Dalam penanganan perkara korupsi, justru KPK yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk mengawasi kinerja APH lain. Jadi jangan ditolak-balik,” tutur Marwata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)