Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) atas tersangka Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Kasus ini akan segera masuk tahap persidangan.
"KPK telah menyelesaikan Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka TCW (Tubagus)" kata juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa, 8 Oktober 2019.
Febri menyebut KPK fokus terhadap TPPU yang diduga dilakukan Wawan. KPK ingin mengembalikan aset (asset recovery) yang telah dikorupsi kepada negara. Febri menyebut total aset yang disita dan ingin dikembalikan KPK senilai Rp500 miliar.
Penyidikan TPPU terhadap Wawan ini merupakan pengembangan dari kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar yang diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Wawan. Duit itu terkait sidang perkara gugatan Pilkada Lebak di MK pada 2013.
Pada perkara ini, KPK menelusuri aset kekayaan Wawan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi yaitu yang bersumber dari proyek-proyek yang dikerjakan perusahaanya, PT Bali Pacific Pragama (BPP). Adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiah itu diduga telah mengerjakan sekitar 1.105 kontrak proyek dari pemerintah Provinsi Banten dan beberapa Kabupaten yang ada di Provinsi Banten dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp6 triliun dalam rentang waktu 2006-2013.
Pada saat penyidikan, KPK mendapat fakta uang sebesar Rp1 miliar yang digunakan Wawan menyuap Akil Mochtar berasal perusahaan yang sama. KPK juga menduga Wawan, melalui PT. BPP dan perusahaan lain yang terafiliasi, telah melakukan cara melawan hukum dan memanfaatkan hubungan kekerabatan dengan pejabat gubernur dan bupati/wali kota yang ada di provinsi Banten untuk mendapatkan kontrak-kontrak tersebut.
"Perkara ini juga menjadi salah satu contoh pengembangan OTT. Sehingga OTT tidak bisa dilihat hanya pada barang bukti yang ada pada saat kegiatan dilakukan, karena OTT justru bisa menjadi kotak pandora untuk menguak korupsi yang lebih besar," ujar Febri.
Febri mengatakan penyidik KPK telah melimpahkan berkas tiga perkara ke tahap penuntutan. Yaitu perkara korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan TA 2012, perkara korupsi pengadaan sarana dan prasanara kesehatan di Lingkungan Pemprov Banten Tahun 2011-2013, dan perkara tindak pidana pencucian uang.
"Persidangan direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujarnya.
KPK telah memulai penyidikan kasus ini sejak 10 Januari 2014. Penyidikan memakan waktu selama lima tahun. Febri menyebut penyidik KPK harus mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan secara tidak semestinya, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi dan kerja sama lintas negara.
"Panjangnya rentang waktu antara 2006-2013, yakni sepanjang 7 tahun, membuat KPK membutuhkan waktu yang cenderung panjang mengumpulkan data terkait perkara ini. Termasuk data terkait dengan aset tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana," pungkas Febri.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) atas tersangka Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Kasus ini akan segera masuk tahap persidangan.
"KPK telah menyelesaikan Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka TCW (Tubagus)" kata juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa, 8 Oktober 2019.
Febri menyebut KPK fokus terhadap TPPU yang diduga dilakukan Wawan. KPK ingin mengembalikan aset (asset recovery) yang telah dikorupsi kepada negara. Febri menyebut total aset yang disita dan ingin dikembalikan KPK senilai Rp500 miliar.
Penyidikan TPPU terhadap Wawan ini merupakan pengembangan dari kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar yang diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Wawan. Duit itu terkait sidang perkara gugatan Pilkada Lebak di MK pada 2013.
Pada perkara ini, KPK menelusuri aset kekayaan Wawan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi yaitu yang bersumber dari proyek-proyek yang dikerjakan perusahaanya, PT Bali Pacific Pragama (BPP). Adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiah itu diduga telah mengerjakan sekitar 1.105 kontrak proyek dari pemerintah Provinsi Banten dan beberapa Kabupaten yang ada di Provinsi Banten dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp6 triliun dalam rentang waktu 2006-2013.
Pada saat penyidikan, KPK mendapat fakta uang sebesar Rp1 miliar yang digunakan Wawan menyuap Akil Mochtar berasal perusahaan yang sama. KPK juga menduga Wawan, melalui PT. BPP dan perusahaan lain yang terafiliasi, telah melakukan cara melawan hukum dan memanfaatkan hubungan kekerabatan dengan pejabat gubernur dan bupati/wali kota yang ada di provinsi Banten untuk mendapatkan kontrak-kontrak tersebut.
"Perkara ini juga menjadi salah satu contoh pengembangan OTT. Sehingga OTT tidak bisa dilihat hanya pada barang bukti yang ada pada saat kegiatan dilakukan, karena OTT justru bisa menjadi kotak pandora untuk menguak korupsi yang lebih besar," ujar Febri.
Febri mengatakan penyidik KPK telah melimpahkan berkas tiga perkara ke tahap penuntutan. Yaitu perkara korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan TA 2012, perkara korupsi pengadaan sarana dan prasanara kesehatan di Lingkungan Pemprov Banten Tahun 2011-2013, dan perkara tindak pidana pencucian uang.
"Persidangan direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujarnya.
KPK telah memulai penyidikan kasus ini sejak 10 Januari 2014. Penyidikan memakan waktu selama lima tahun. Febri menyebut penyidik KPK harus mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan secara tidak semestinya, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi dan kerja sama lintas negara.
"Panjangnya rentang waktu antara 2006-2013, yakni sepanjang 7 tahun, membuat KPK membutuhkan waktu yang cenderung panjang mengumpulkan data terkait perkara ini. Termasuk data terkait dengan aset tersangka yang diduga berasal dari hasil tindak pidana," pungkas Febri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)