Jakarta: Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, ada puluhan ribu konten hoaks soal kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Hal itu menjadi pertimbangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk membatasi akses internet di Papua.
"Sejak tanggal 28 Agustus hingga 1 September, ada lebih dari 52 ribu konten hoaks. Makanya dibatasi dulu (akses internet di Papua dan Papua Barat)," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2019.
Dedi menuturkan, sebelumnya terdapat 32 ribu konten hoaks. Eskalasi hoaks yang signifikan itu membuat Kominfo perlu memperpanjang pembatasan akses internet.
Puluhan ribu konten hoaks itu disebarkan paling banyak lewat media sosial Twitter. Penyebaran hoaks lewat Twitter melibatkan golongan elite.
"Bukan akar rumput. Twitter berarti sudah golongan elite, baik di dalam dan luar negeri yang mencoba membakar (situasi)," jelas Jenderal bintang satu itu.
Menurut Dedi, pembatasan internet di Papua berdampak dengan menurunnya kejadian yang berakhir ricuh di Papua. Aparat keamanan juga dapat mengendalikan situasi di lapangan.
Sementara terkait pembatasan akses internet mempengaruhi sosial dan ekonomi Papua, Dedi menjelaskan pertimbangan paling utama yakni persatuan negara. Menurutnya keamanan dan persatuan negara menyangkut semua aspek baik sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Akses internet di Papua dan Papua Barat masih belum stabil. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, memastikan layanan internet segera pulih.
Wiranto menegaskan pembatasan layanan internet dengan alasan jelas. Dia ingin menekan penyebaran informasi yang memicu kerusuhan.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/PNgLamLb" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, ada puluhan ribu konten hoaks soal kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Hal itu menjadi pertimbangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk membatasi akses internet di Papua.
"Sejak tanggal 28 Agustus hingga 1 September, ada lebih dari 52 ribu konten hoaks. Makanya dibatasi dulu (akses internet di Papua dan Papua Barat)," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2019.
Dedi menuturkan, sebelumnya terdapat 32 ribu konten hoaks. Eskalasi hoaks yang signifikan itu membuat Kominfo perlu memperpanjang pembatasan akses internet.
Puluhan ribu konten hoaks itu disebarkan paling banyak lewat media sosial Twitter. Penyebaran hoaks lewat Twitter melibatkan golongan elite.
"Bukan akar rumput. Twitter berarti sudah golongan elite,
baik di dalam dan luar negeri yang mencoba membakar (situasi)," jelas Jenderal bintang satu itu.
Menurut Dedi, pembatasan internet di Papua berdampak dengan menurunnya kejadian yang berakhir ricuh di Papua. Aparat keamanan juga dapat mengendalikan situasi di lapangan.
Sementara terkait
pembatasan akses internet mempengaruhi sosial dan ekonomi Papua, Dedi menjelaskan pertimbangan paling utama yakni persatuan negara. Menurutnya keamanan dan persatuan negara menyangkut semua aspek baik sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Akses internet di Papua dan Papua Barat masih belum stabil. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, memastikan layanan internet segera pulih.
Wiranto menegaskan pembatasan layanan internet dengan alasan jelas. Dia ingin menekan penyebaran informasi yang memicu kerusuhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DMR)