Juru bicara DPP Partai Golkar Rizal Mallarangeng. MI/Ramdani
Juru bicara DPP Partai Golkar Rizal Mallarangeng. MI/Ramdani

Ada Dampak Buruk Jika UU Pemilu Diubah

M Sholahadhin Azhar • 21 Juli 2018 13:52
Jakarta: Juru bicara DPP Partai Golkar Rizal Mallarangeng menilai upaya mengubah Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), sebaiknya dihentikan. Rizal menilai akan ada dampak buruk jika MK mengabulkan uji materi gugatan pembatasan kekuasaan itu.
 
"Niatnya barangkali baik, tapi implikasinya berbahaya," kata Rizal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 Juli 2018.
 
UU Pemilu hadir sebagai koreksi kesalahan masa lalu. Ia mengatakan UU tersebut mencegah peristiwa berkuasanya Presiden Suharto selama 32 tahun terulang.

Ia menilai 10 tahun merupakan waktu yang cukup bagi seseorang berkontribusi terhadap bangsa dan negara. Aturan itu dinilai ideal, sehingga tak perlu diubah.
 
Rizal menilai banyak generasi muda potensial yang bisa melanjutkan kepemimpinan saat ini. "Semangatnya kan itu, kalau itu diikuti, harapan inilah arsitektur politik Indonesia jangka panjang, di mana stabilitas politik Indonesia dapat dijamin," sebut Rizal.
 
Indonesia seperti membuka kotak pandora jika gugatan uji materi yang diajukan Partai Perindo itu dikabulkan. Situasi politik Indonesia dikhawatirkan seperti negara Amerika Latin dan Afrika yang memiliki masa jabatan presiden di atas 10 tahun. Potensi ketidakstabilan politik, perang saudara, dan konflik jadi momok buat negara. 
 
Rizal mengaku tak sedang membicarakan Wakil Presiden Jusuf Kalla secara personal. Ia hanya ingin menjabarkan dampak dari upaya gugatan uji materi terhadap sistem kepemimpinan Indonesia.
 
Sebab menurutnya, kekuasaan bisa menjadi candu dan memantik konflik jika tak dijalankan sesuai ketentuan. 
 
"Setiap presiden atau wakil presiden dalam melanjutkan kekuasaannya, mencoba dia mengubah konstitusi, mengubah batas kekuasaan, nah jangka panjang kita bisa bahaya. Seperti Amerika Latin, Afrika," ujarnya.
 
Rizal pun menampik anggapan tak ada sosok yang layak mendampingi Jokowi selain Jusuf Kalla. Indonesia memiliki banyak figur dan tokoh politik yang mumpuni, seperti Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PPP M Romahurmuziy, dan pakar hukum tata negara Mahfud MD.
 
Deretan nama itu bisa jadi alternatif buat Jokowi. Ia menambahkan, wajar jika ada beberapa pihak yang membujuk Presiden Jokowi agar dilirik sebagai calon pendamping.
 
"Itu kan bagian dari proses kematangan demokrasi. Jangan dipotong dengan ubah konstitusi: kalau begitu yang status quo saja. Ini kan berbahaya," pungkasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan