Jakarta: Ahli hukum pidana, Romli Atmasasmita, membeberkan unsur-unsur yang mengarah pada pelanggaran direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa (PBJ) oleh perusahaan pelat merah lalu dikaitkan dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Kalau kita membaca tentang BUMN sejauh mana itu dia melanggar pidana, tergantung dari unsurnya," kata Romli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 November 2021.
Romli dihadirkan secara daring sebagai ahli dalam persidangan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Perkara tersebut menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino.
Romli menyampaikan unsur yang membuat direksi BUMN melanggar ketentuan pidana Pasal 2 dan 3 UU Tipikor harus mencerminkan adanya niat, motif, dan terwujud. Unsur itu mesti dikehendaki oleh direksi.
"Apa artinya? Akibatnya dari perbuatan itu (terdapat) kerugian BUMN," ujar Romli.
Baca: Kasus RJ Lino, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Batal Demi Hukum
Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran itu menuturkan bila terjadi pelanggaran berupa kerugian negara dari kebijakan direksi BUMN, bisa dikatakan sebagai risiko bisnis. Sepanjang, kebijakan direksi dilakukan dengan itikad baik dan tidak ada kick back.
"Itulah yang saya katakan itu risiko bisnis, bukan tindak pidana bukan risiko kerugian negara," ucap Romli.
Pada perkara ini, RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara sebesar mencapai US$1,997 juta. Kerugian itu terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2009-2011.
Angka itu jauh dari perhitungan KPK sebelumnya. Lembaga Antikorupsi menyebut kerugian negara atas ulah Lino hanya US$22.828,94.
Angka itu didapat dari temuan unit forensik akunting direktorat deteksi dan analisis korupsi KPK. Temuan itu dilihat pada 2010.
RJ Lino didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Ahli hukum pidana, Romli Atmasasmita, membeberkan unsur-unsur yang mengarah pada pelanggaran direksi Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa (PBJ) oleh perusahaan pelat merah lalu dikaitkan dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor).
"Kalau kita membaca tentang BUMN sejauh mana itu dia melanggar pidana, tergantung dari unsurnya," kata Romli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 November 2021.
Romli dihadirkan secara daring sebagai ahli dalam persidangan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia
(Pelindo) II. Perkara tersebut menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Joost
(RJ) Lino.
Romli menyampaikan unsur yang membuat direksi BUMN melanggar ketentuan pidana Pasal 2 dan 3 UU Tipikor harus mencerminkan adanya niat, motif, dan terwujud. Unsur itu mesti dikehendaki oleh direksi.
"Apa artinya? Akibatnya dari perbuatan itu (terdapat) kerugian BUMN," ujar Romli.
Baca:
Kasus RJ Lino, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Batal Demi Hukum
Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran itu menuturkan bila terjadi pelanggaran berupa kerugian negara dari kebijakan direksi BUMN, bisa dikatakan sebagai risiko bisnis. Sepanjang, kebijakan direksi dilakukan dengan itikad baik dan tidak ada
kick back.
"Itulah yang saya katakan itu risiko bisnis, bukan tindak pidana bukan risiko kerugian negara," ucap Romli.
Pada perkara ini, RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara sebesar mencapai US$1,997 juta. Kerugian itu terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2009-2011.
Angka itu jauh dari perhitungan KPK sebelumnya. Lembaga Antikorupsi menyebut kerugian negara atas ulah Lino hanya US$22.828,94.
Angka itu didapat dari temuan unit forensik akunting direktorat deteksi dan analisis korupsi KPK. Temuan itu dilihat pada 2010.
RJ Lino didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)