Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan teknis pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hal itu buntut polemik kepemilikan barang mewah aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo dan eks Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.
"Perlu dipahami bersama, bahwa KPK memiliki mekanisme dalam melakukan pemeriksaan LHKPN," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding melalui keterangan tertulis, Jumat, 3 Maret 2023.
Ia menekankan bahwa KPK tidak hanya bergantung pada informasi dari masyarakat. Namun, KPK juga dapat melakukan pemeriksaan dan klarifikasi berkala terhadap laporan harta yang tidak wajar atau untuk kebutuhan tertentu.
Ipi menjelaskan pemeriksaan LHKPN ada dua macam, yaitu administratif dan substanstif. Pemeriksaan administratif atau verifikasi dilakukan pada saat wajib lapor (WL) LHKPN telah mengirimkan data kekayaannya pada sistem eLHKPN.
"Dalam pemeriksaan ini KPK melakukan verifikasi terhadap kelengkapan surat kuasa, apakah WL telah melampirkan surat kuasa atas nama WL, pasangan, dan anak tanggungan," ucap Ipi.
KPK juga memverifikasi terkait isian rupiah harta yang dilaporkan, apakah ada yang tidak wajar dalam isian tersebut. Misalnya, kesalahan dalam meng-input data angka rupiah nilai hartanya.
"Jika kami menemukan surat kuasa yang tidak lengkap atau isian tidak sesuai, maka KPK akan meminta kepada WL untuk melengkapi dan/atau memperbaiki lhkpnnya," jelas Ipi.
Sebaliknya, kata Ipi, jika sudah lengkap dan isiannya wajar, maka diterbitkan tanda terima. Lalu, untuk KPK mengumumkan di situs e-announcement LHKPN.
"Setelah kami umumkan di e-announcement, baru KPK dapat melakukan pemeriksaan substantif," ucap Ipi.
Selanjutnya, pada pemeriksaan substantif sendiri terdapat dua jenis. Pertama, pemeriksaan untuk memenuhi permintaan pihak tertentu. Misalnya, untuk penegakan hukum atau pengawasan.
"Penegakan hukum misalnya dari Kedeputian Penindakan KPK, tentunya hal ini terkait penanganan suatu perkara tindak pidana korupsi (TPK) yang sedang dilakukan oleh penindakan," kata Ipi.
Jenis kedua yaitu pemeriksaan atas inisiatif Direktorat LHKPN. Yakni pemeriksaan atas analisis tertentu, misalnya pemeriksaan atas profile jabatan, harta kekayaan, dan penghasilan.
Ipi mengatakan pemeriksaan substantif ini dilakukan dengan melakukan pengecekan harta ke instansi-instansi terkait. Misalnya, untuk tanah dan bangunan KPK melakukan penelusuran secara elektronik.
"Selanjutnya adalah proses klarifikasi, yang merupakan salah satu tahap pemeriksaan substantif jika menurut penilaian pemeriksa harus dilakukan," ujar Ipi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menjelaskan teknis pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (
LHKPN). Hal itu buntut polemik kepemilikan barang mewah aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo dan eks Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.
"Perlu dipahami bersama, bahwa KPK memiliki mekanisme dalam melakukan pemeriksaan LHKPN," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding melalui keterangan tertulis, Jumat, 3 Maret 2023.
Ia menekankan bahwa KPK tidak hanya bergantung pada informasi dari masyarakat. Namun, KPK juga dapat melakukan pemeriksaan dan klarifikasi berkala terhadap laporan harta yang tidak wajar atau untuk kebutuhan tertentu.
Ipi menjelaskan pemeriksaan LHKPN ada dua macam, yaitu administratif dan substanstif. Pemeriksaan administratif atau verifikasi dilakukan pada saat wajib lapor (WL) LHKPN telah mengirimkan data kekayaannya pada sistem eLHKPN.
"Dalam pemeriksaan ini KPK melakukan verifikasi terhadap kelengkapan surat kuasa, apakah WL telah melampirkan surat kuasa atas nama WL, pasangan, dan anak tanggungan," ucap Ipi.
KPK juga memverifikasi terkait isian rupiah harta yang dilaporkan, apakah ada yang tidak wajar dalam isian tersebut. Misalnya, kesalahan dalam meng-
input data angka rupiah nilai hartanya.
"Jika kami menemukan surat kuasa yang tidak lengkap atau isian tidak sesuai, maka KPK akan meminta kepada WL untuk melengkapi dan/atau memperbaiki lhkpnnya," jelas Ipi.
Sebaliknya, kata Ipi, jika sudah lengkap dan isiannya wajar, maka diterbitkan tanda terima. Lalu, untuk KPK mengumumkan di situs
e-announcement LHKPN.
"Setelah kami umumkan di e-announcement, baru KPK dapat melakukan pemeriksaan substantif," ucap Ipi.
Selanjutnya, pada pemeriksaan substantif sendiri terdapat dua jenis. Pertama, pemeriksaan untuk memenuhi permintaan pihak tertentu. Misalnya, untuk penegakan hukum atau pengawasan.
"Penegakan hukum misalnya dari Kedeputian Penindakan KPK, tentunya hal ini terkait penanganan suatu perkara tindak pidana korupsi (TPK) yang sedang dilakukan oleh penindakan," kata Ipi.
Jenis kedua yaitu pemeriksaan atas inisiatif Direktorat LHKPN. Yakni pemeriksaan atas analisis tertentu, misalnya pemeriksaan atas profile jabatan, harta kekayaan, dan penghasilan.
Ipi mengatakan pemeriksaan substantif ini dilakukan dengan melakukan pengecekan harta ke instansi-instansi terkait. Misalnya, untuk tanah dan bangunan KPK melakukan penelusuran secara elektronik.
"Selanjutnya adalah proses klarifikasi, yang merupakan salah satu tahap pemeriksaan substantif jika menurut penilaian pemeriksa harus dilakukan," ujar Ipi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)