medcom.id, Jakarta: Penetapan tersangka calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan dinilai sebagai bentuk kriminalisasi. Hal tersebut lantaran Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) tidak mengumumkan orang yang diduga pemberi gratifikasi kepada Komjen Budi Gunawan.
"Terjadinya kriminalisasi terhadap calon Kapolri Komjen Budi Gunawan tak terlepas dari adanya cakar-cakaran di elite Kepolisian, terutama dalam memperebutkan posisi orang nomor satu di lembaga tersebut," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, dalam pesan elektroniknya kepada Metrotvnews.com, Rabu (14/1/2015).
Akibatnya, lanjut Neta, lembaga sebesar Polri dengan gampang diobok-obok. Ironisnya, elite Polri cenderung membiarkan institusi dan para patinya diadu domba dengan rekayasa kasus dan isu rekening
gendut. "IPW menilai KPK sudah melakukan rekayasa kasus, kriminalisasi, dan pembunuhan karakter pada BG. Kasus BG seperti yang dipaparkan KPK adalah dugaan gratifikasi dan KPK mengaku sudah punya
dua alat bukti," imbuhnya.
Ironisnya, tersangka dalam kasus ini hanya satu, yakni BG. Padahal dalam kasus gratifikasi sedikit harus ada dua tersangka, penyuap dan pihak yang disuap. "Pertanyaannya, siapa penyuapnya, kenapa tidak diungkap KPK sebagai tersangka. Sangat aneh jika dalam kasus gratifikasi, KPK hanya menyebutkan satu nama
tersangka. Disinilah kejahatan yang dilakukan komisioner KPK. Kejahatan dalam melakuan rekayasa kasus, manipulasi, dan kriminalisasi, fitnah dan pembunuhan karakter," terangnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto enggan memberi penjelasan terang siapa pemberi suap dalam kasus yang terjadi sejak Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir, Deputi SDM Mabes Polri periode 2003-2006.
"Siapa orangnya, transaksi, belum bisa dijelaskan hasil eksposenya,” ujar Bambang di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa 13 Januari, kemarin.
Dia juga mengatakan tak ada alasan khusus, apalagi politis, terkait ditetapkanya Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Yang jelas, kata dia, KPK sudah mengantongi dua alat bukti untuk naik ke tahap penyidikan. "Proses penegakan hukum memperlihatkan proses yang sangat sederhana sekali. Kalau kami meyakini dua alat bukti yang cukup, maka hasil ekspose itu akan kami publikasikan," kata Bambang kepada Metro TV, Selasa 13 januari kemarin.
Sebetulnya, kata Bambang, KPK sudah memberikan sinyal status Budi pada pekan lalu. "Kami sudah berikan sinyal minggu lalu, kami mengatakan KPK masih memeriksa berbagai dugaan penyelidikan yang berkaitan dengan transaksi keuangan mencurigakan. Ini bagian dari proses itu," ujarnya.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2 Pasal 11 atau 12 B UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi diduga menerima gratifikasi pada saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir SDM dalam kurun waktu 2004 hingga 2006 dan jabatan lainnya.
medcom.id, Jakarta: Penetapan tersangka calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan dinilai sebagai bentuk kriminalisasi. Hal tersebut lantaran Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) tidak mengumumkan orang yang diduga pemberi gratifikasi kepada Komjen Budi Gunawan.
"Terjadinya kriminalisasi terhadap calon Kapolri Komjen Budi Gunawan tak terlepas dari adanya cakar-cakaran di elite Kepolisian, terutama dalam memperebutkan posisi orang nomor satu di lembaga tersebut," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, dalam pesan elektroniknya kepada
Metrotvnews.com, Rabu (14/1/2015).
Akibatnya, lanjut Neta, lembaga sebesar Polri dengan gampang diobok-obok. Ironisnya, elite Polri cenderung membiarkan institusi dan para patinya diadu domba dengan rekayasa kasus dan isu rekening
gendut. "IPW menilai KPK sudah melakukan rekayasa kasus, kriminalisasi, dan pembunuhan karakter pada BG. Kasus BG seperti yang dipaparkan KPK adalah dugaan gratifikasi dan KPK mengaku sudah punya
dua alat bukti," imbuhnya.
Ironisnya, tersangka dalam kasus ini hanya satu, yakni BG. Padahal dalam kasus gratifikasi sedikit harus ada dua tersangka, penyuap dan pihak yang disuap. "Pertanyaannya, siapa penyuapnya, kenapa tidak diungkap KPK sebagai tersangka. Sangat aneh jika dalam kasus gratifikasi, KPK hanya menyebutkan satu nama
tersangka. Disinilah kejahatan yang dilakukan komisioner KPK. Kejahatan dalam melakuan rekayasa kasus, manipulasi, dan kriminalisasi, fitnah dan pembunuhan karakter," terangnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto enggan memberi penjelasan terang siapa pemberi suap dalam kasus yang terjadi sejak Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir, Deputi SDM Mabes Polri periode 2003-2006.
"Siapa orangnya, transaksi, belum bisa dijelaskan hasil eksposenya,” ujar Bambang di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa 13 Januari, kemarin.
Dia juga mengatakan tak ada alasan khusus, apalagi politis, terkait ditetapkanya Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Yang jelas, kata dia, KPK sudah mengantongi dua alat bukti untuk naik ke tahap penyidikan. "Proses penegakan hukum memperlihatkan proses yang sangat sederhana sekali. Kalau kami meyakini dua alat bukti yang cukup, maka hasil ekspose itu akan kami publikasikan," kata Bambang kepada Metro TV, Selasa 13 januari kemarin.
Sebetulnya, kata Bambang, KPK sudah memberikan sinyal status Budi pada pekan lalu. "Kami sudah berikan sinyal minggu lalu, kami mengatakan KPK masih memeriksa berbagai dugaan penyelidikan yang berkaitan dengan transaksi keuangan mencurigakan. Ini bagian dari proses itu," ujarnya.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2 Pasal 11 atau 12 B UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi diduga menerima gratifikasi pada saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir SDM dalam kurun waktu 2004 hingga 2006 dan jabatan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)