medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi I DPR Mahfuz Siddiq menyambut baik aturan yang membolehkan polisi wanita (Polwan) berjilbab. Peraturan ini perlu diapresiasi karena menghormati hak asasi manusia.
“Saya menyamnbut baik keluarnya keputusan Kapolri yang membolehkan Polwan menggunakan busana muslimah. Tentu ini disesuaikan dengan aturan internal dan kebutuhan kerja,” kata Mahfudz di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/3/2015).
Menurut Mahfudz, pemakaian jilbab adalah hak seorang perempuan. Apalagi, pemakaian jilbab ini menyangkut keyakinan dan ajaran agama masing-masing individu.
Jadi, masalah keyakinan dan agama pada dasarnya tidak dapat dibatasi oleh suatu profesi. Mahfudz menambahkan, semua profesi tidak dapat membatasi manusia untuk menjalankan keyakinannya.
“Sehingga tidak boleh suatu profesi apa pun, dengan alasan apa pun untuk menjadi penghalang. Sebab, ini adalah hak dan kewajiban pemeluk agama,” imbuh Mahfudz.
Mahfudz juga berharap, nantinya kebijakan ini dapat diterapkan juga bagi prajurit TNI yang perempuan. Apalagi bagi tentara muslimah, mereka sangat berhak untuk mengenakan jilbab.
Mahfudz berpendapat, sudah seharusnya pemerintah membuka ruang kebebasan bagi pejabat publik perempuan untuk memakai jilbab.
“Seperti Angkatan Darat sekalipun, profesi di jabatan publik harus sudah dibuka ruang pengguna jilbab. Nantinya akan banyak tentara perempuan bisa berjilbab. Mudah-mudahan bisa diikuti oleh TNI,” jelas Mahfudz.
Sebelumnya, Polri secara resmi telah mengeluarkan izin penggunaan jilbab bagi polwan. Surat Keputusan sudah ditandatangani Pelaksana Tugas Kapolri Komjen Badrodin Haiti dan belaku mulai Rabu (25/3/2015).
Ketentuan itu tertuang dalam Keputusan Kapolri Nomor: 245/III/2015 tanggal 25 Maret 2015, tentang perubahan atas sebagian surat keputusan Kapolri Nopol: SKEP/702/X/2005 tanggal 30 September 2006 tentang sebutan penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri.
medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi I DPR Mahfuz Siddiq menyambut baik aturan yang membolehkan polisi wanita (Polwan) berjilbab. Peraturan ini perlu diapresiasi karena menghormati hak asasi manusia.
“Saya menyamnbut baik keluarnya keputusan Kapolri yang membolehkan Polwan menggunakan busana muslimah. Tentu ini disesuaikan dengan aturan internal dan kebutuhan kerja,” kata Mahfudz di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/3/2015).
Menurut Mahfudz, pemakaian jilbab adalah hak seorang perempuan. Apalagi, pemakaian jilbab ini menyangkut keyakinan dan ajaran agama masing-masing individu.
Jadi, masalah keyakinan dan agama pada dasarnya tidak dapat dibatasi oleh suatu profesi. Mahfudz menambahkan, semua profesi tidak dapat membatasi manusia untuk menjalankan keyakinannya.
“Sehingga tidak boleh suatu profesi apa pun, dengan alasan apa pun untuk menjadi penghalang. Sebab, ini adalah hak dan kewajiban pemeluk agama,” imbuh Mahfudz.
Mahfudz juga berharap, nantinya kebijakan ini dapat diterapkan juga bagi prajurit TNI yang perempuan. Apalagi bagi tentara muslimah, mereka sangat berhak untuk mengenakan jilbab.
Mahfudz berpendapat, sudah seharusnya pemerintah membuka ruang kebebasan bagi pejabat publik perempuan untuk memakai jilbab.
“Seperti Angkatan Darat sekalipun, profesi di jabatan publik harus sudah dibuka ruang pengguna jilbab. Nantinya akan banyak tentara perempuan bisa berjilbab. Mudah-mudahan bisa diikuti oleh TNI,” jelas Mahfudz.
Sebelumnya, Polri secara resmi telah mengeluarkan izin penggunaan jilbab bagi polwan. Surat Keputusan sudah ditandatangani Pelaksana Tugas Kapolri Komjen Badrodin Haiti dan belaku mulai Rabu (25/3/2015).
Ketentuan itu tertuang dalam Keputusan Kapolri Nomor: 245/III/2015 tanggal 25 Maret 2015, tentang perubahan atas sebagian surat keputusan Kapolri Nopol: SKEP/702/X/2005 tanggal 30 September 2006 tentang sebutan penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)