medcom.id, Jakarta: Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) nomor 30 tahun 2002 dirasa dibutuhkan. Beberapa kelemahan KPK perlu direvisi melalui undang-undang.
Calon pimpinan (capim) KPK Robby Arya Brata sepakat usulan revisi UU KPK. Salah satu yang ia usulkan yakni adanya lembaga yang khusus mengawasi KPK.
"Banyak kelemahan di KPK, terkait akuntabilitas dan pengawasan," ujar Robby, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2015).
Menurut dia, semua lembaga hukum seharusnya memiliki lembaga pengawas. Seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bagi Polri, Komisi Yudisial untuk hakim, dan Komisi Kejaksaan untuk jaksa.
Pengawas internal KPK yang ada selama ini, lanjut Robby tidak cukup menjamin akuntabilitas pimpinan KPK. Ia mengambil contoh, pada periode sebelumnya, berkembang isu adanya sikap KPK yang tebang pilih soal laporan dari masyarakat.
"Selain itu, kasus-kasus penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pimpinan KPK yang berkaitan dengan unsur kepentingan politik. Ini juga perlu diawasi," lanjut dia.
Soal kepentingan politik, Robby mengambil contoh kasus pada awal tahun 2015 lalu, di mana Komjen Budi Gunawan yang dicalonkan sebagai Kapolri oleh Presiden Joko Widodo.
"Seperti kasus Komjen Budi Gunawan, itu kan sudah lama, tetapi begitu mau dilantik sebagai Kapolri, baru diumumkan sebagai tersangka. Hal seperti ini tidak akan akan terjadi kalau ada pengawasan," tutup dia.
medcom.id, Jakarta: Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) nomor 30 tahun 2002 dirasa dibutuhkan. Beberapa kelemahan KPK perlu direvisi melalui undang-undang.
Calon pimpinan (capim) KPK Robby Arya Brata sepakat usulan revisi UU KPK. Salah satu yang ia usulkan yakni adanya lembaga yang khusus mengawasi KPK.
"Banyak kelemahan di KPK, terkait akuntabilitas dan pengawasan," ujar Robby, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2015).
Menurut dia, semua lembaga hukum seharusnya memiliki lembaga pengawas. Seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bagi Polri, Komisi Yudisial untuk hakim, dan Komisi Kejaksaan untuk jaksa.
Pengawas internal KPK yang ada selama ini, lanjut Robby tidak cukup menjamin akuntabilitas pimpinan KPK. Ia mengambil contoh, pada periode sebelumnya, berkembang isu adanya sikap KPK yang tebang pilih soal laporan dari masyarakat.
"Selain itu, kasus-kasus penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pimpinan KPK yang berkaitan dengan unsur kepentingan politik. Ini juga perlu diawasi," lanjut dia.
Soal kepentingan politik, Robby mengambil contoh kasus pada awal tahun 2015 lalu, di mana Komjen Budi Gunawan yang dicalonkan sebagai Kapolri oleh Presiden Joko Widodo.
"Seperti kasus Komjen Budi Gunawan, itu kan sudah lama, tetapi begitu mau dilantik sebagai Kapolri, baru diumumkan sebagai tersangka. Hal seperti ini tidak akan akan terjadi kalau ada pengawasan," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)