medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) angkat tangan perihal pencarian Royani, sopir pribadi sekaligus Sekretaris MA Nurhadi. MA tak punya personel untuk mencari Royani, seperti permintaan KPK.
"Silakan dicari oleh KPK," kata Juru Bicara MA Suhadi di MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).
Menurut Suhadi, MA selalu kooperatif dengan lembaga penegak hukum yang ingin mendalami sebuah kasus. MA tak pernah menghalangi penegak hukum mencari bukti baru untuk membuka tabir sebuah kasus.
Buktinya, kata Suhadi, MA mempersilakan penyidik KPK menggeledah ruangan beberapa pegawai MA yang diduga terlibat tindak pidana korupsi. MA juga mempersilakan KPK membongkar ruangan Nurhadi untuk mencari bukti baru.
Suhadi mengatakan, MA tak mengetahui keberadaan Royani. Kata dia, umumnya setiap pegawai di lingkungan MA akan datang di kantor paling lambat pukul 08.00 WIB. Mereka memindai sidik jari sebagai bukti kehadiran. Pemindaian akan dilakukan lagi saat pulang dari kantor.
Saat ditanyakan apakah MA akan membantu KPK untuk mencari keberadaan Royani, Suhadi tak yakin. MA, kata dia, tak memiliki aparatur untuk mengurus hal itu.
"MA tak punya aparatur untuk mencari orang yang hilang, silakan aparatur yang berwenang. Kalau tidak masuk kantor, kami tak punya aparat untuk mencari," tegas Suhadi.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan KPK dalam waktu dekat akan menyurati Mahkamah Agung. Menurut dia, KPK bakal meminta bantuan MA mencari Royani.
"Yang bersangkutan sedang dicari dan kami juga akan menyurati MA," ujar Laode, Selasa 17 Mei.
Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman meninggalkan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016). Foto: MI/Rommy Pujianto
KPK mengirimkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap Royani ke Direktorat Jenderal Imigrasi pada 4 Mei. Pencegahan itu terkait penyidikan kasus dugaan suap pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyidik telah melayangkan dua panggilan pemeriksaan terhadap Royani pada 29 April dan 2 Mei. Namun, dia tak pernah memenuhi panggilan tanpa keterangan alias mangkir. KPK menduga ada pihak yang menyembunyikan Royani.
Kasus pengurusan perkara ini terungkap dari operasi tangkap tangan. KPK mencokok panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno.
Saat ditangkap, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Diduga, sebelumnya juga telah ada pemberian dari Doddy ke Edy sebesar Rp100 juta.
KPK menduga ada lebih dari satu pengamanan perkara yang dilakukan Edy. Salah satunya terkait pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT KLM lndonesia.
Usai penangkapan itu, KPK bergerak cepat mengembangkan perkara. Mereka menggeledah sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi.
KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar. Laode menyebut uang itu diduga terkait suatu perkara.
KPK tengah menelusuri keterkaitan uang tersebut dengan kasus suap ini. Tidak tertutup kemungkinan ada keterkaitan secara tidak langsung antara Edy dan Nurhadi.
"Bisa saja kan tidak ada hubungannya misalnya masing-masing main sendiri di 'bawah' dan di 'atas', kita tidak ngerti itu, itulah yang akan kami dalami," ujar Laode.
<blockquote class="twitter-video" data-lang="en"><p lang="in" dir="ltr">MA akan Berhentikan Sementara Ketua PN Kepahiang <a href="https://t.co/HXSaHsJGuj">https://t.co/HXSaHsJGuj</a> <a href="https://t.co/wGlsJ2K522">pic.twitter.com/wGlsJ2K522</a></p>— METRO TV (@Metro_TV) <a href="https://twitter.com/Metro_TV/status/735421524908212224">May 25, 2016</a></blockquote>
<script async src="//platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung (MA) angkat tangan perihal pencarian Royani, sopir pribadi sekaligus Sekretaris MA Nurhadi. MA tak punya personel untuk mencari Royani, seperti permintaan KPK.
"Silakan dicari oleh KPK," kata Juru Bicara MA Suhadi di MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).
Menurut Suhadi, MA selalu kooperatif dengan lembaga penegak hukum yang ingin mendalami sebuah kasus. MA tak pernah menghalangi penegak hukum mencari bukti baru untuk membuka tabir sebuah kasus.
Buktinya, kata Suhadi, MA mempersilakan penyidik KPK menggeledah ruangan beberapa pegawai MA yang diduga terlibat tindak pidana korupsi. MA juga mempersilakan KPK membongkar ruangan Nurhadi untuk mencari bukti baru.
Suhadi mengatakan, MA tak mengetahui keberadaan Royani. Kata dia, umumnya setiap pegawai di lingkungan MA akan datang di kantor paling lambat pukul 08.00 WIB. Mereka memindai sidik jari sebagai bukti kehadiran. Pemindaian akan dilakukan lagi saat pulang dari kantor.
Saat ditanyakan apakah MA akan membantu KPK untuk mencari keberadaan Royani, Suhadi tak yakin. MA, kata dia, tak memiliki aparatur untuk mengurus hal itu.
"MA tak punya aparatur untuk mencari orang yang hilang, silakan aparatur yang berwenang. Kalau tidak masuk kantor, kami tak punya aparat untuk mencari," tegas Suhadi.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan KPK dalam waktu dekat akan menyurati Mahkamah Agung. Menurut dia, KPK bakal meminta bantuan MA mencari Royani.
"Yang bersangkutan sedang dicari dan kami juga akan menyurati MA," ujar Laode, Selasa 17 Mei.
Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman meninggalkan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016). Foto: MI/Rommy Pujianto
KPK mengirimkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap Royani ke Direktorat Jenderal Imigrasi pada 4 Mei. Pencegahan itu terkait penyidikan kasus dugaan suap pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyidik telah melayangkan dua panggilan pemeriksaan terhadap Royani pada 29 April dan 2 Mei. Namun, dia tak pernah memenuhi panggilan tanpa keterangan alias mangkir. KPK menduga ada pihak yang menyembunyikan Royani.
Kasus pengurusan perkara ini terungkap dari operasi tangkap tangan. KPK mencokok panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno.
Saat ditangkap, Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp50 juta dari Doddy. Diduga, sebelumnya juga telah ada pemberian dari Doddy ke Edy sebesar Rp100 juta.
KPK menduga ada lebih dari satu pengamanan perkara yang dilakukan Edy. Salah satunya terkait pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT KLM lndonesia.
Usai penangkapan itu, KPK bergerak cepat mengembangkan perkara. Mereka menggeledah sejumlah tempat, termasuk kantor dan rumah Nurhadi.
KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk beberapa mata uang asing senilai Rp1,7 miliar. Laode menyebut uang itu diduga terkait suatu perkara.
KPK tengah menelusuri keterkaitan uang tersebut dengan kasus suap ini. Tidak tertutup kemungkinan ada keterkaitan secara tidak langsung antara Edy dan Nurhadi.
"Bisa saja kan tidak ada hubungannya misalnya masing-masing main sendiri di 'bawah' dan di 'atas', kita tidak ngerti itu, itulah yang akan kami dalami," ujar Laode.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)