Jakarta: Asisten Pribadi (Aspri) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum disebut mampu mengendalikan berbagai hal di Kemenpora. Termasuk persoalan proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat kepada Kemenpora.
"Tetapi orang mengatakan semua disana (Kemenpora) adalah Ulum itu bisa mengatur semuanya, termasuk terkait jabatan," kata Terdakwa Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Agustus 2019.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan terkait pengaturan jabatan. Mulyana menyebut, ia sempat mendengar isu bakal diganti dari jabatannya. Ia menduga pergantian posisinya lantaran tahap pencairan dana hibah di kedeputian terlalu lama.
"Karena saya juga berkomitmen untuk mengubah kebijakan tentang anggaran APBN kepada pihak ketiga. Maka saya harus menerapkan komitmen itu," ujar Mulyana.
Mulyana juga mengaku kerap ditekan oleh Ulum agar mempercepat pencairan proposal yang diajukan KONI. "Ulum bilang 'kenapa kok belum cair-cair?'. Tapi saya sampaikan bahwa keputusannya bukan keputusan saya, itu keputusan dari hasil rapat terbatasnya presiden maka harus diprioritaskan cabang olahraga dulu. Maka tidak semua sama seperti itu," ujar Mulyana.
Dalam perkara ini, Mulyana didakwa menerima suap dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy beserta Bendahara Umum KONI Johny E Awuy. Suap itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018.
Pengajuan dana itu termuat dalam Proposal Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018. Kedua, Proposal Bantuan Dana Hibah kepada Kemenpora Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event Asian Games dan Asian Para Games 2018.
Namun, pada proses pengajuan itu ada kesepakatan pemberian komitmen fee dari KONI Pusat kepada pihak Kemenpora. Pemberian fee ini sesuai arahan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi kepada Ending dan Johny.
Nilai proposal pertama disetujui oleh Kemenpora sebesar Rp30 miliar. Sementara proposal kedua berjumlah Rp17,971 miliar.
Johny dan Ending memberikan hadiah berupa satu unit Mobil Fortuner VRZ TRD warna hitam metalik dengan nomor polisi B 1749 ZJB kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana turut menerima uang sejumlah Rp300 juta.
Kemudian, satu buah kartu ATM Debit BNI nomor 5371 7606 3014 6404 dengan saldo senilai Rp100 juta dan satu buah handphone merek Samsung Galaxy Note 9.
Jakarta: Asisten Pribadi (Aspri) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum disebut mampu mengendalikan berbagai hal di Kemenpora. Termasuk persoalan proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat kepada Kemenpora.
"Tetapi orang mengatakan semua disana (Kemenpora) adalah Ulum itu bisa mengatur semuanya, termasuk terkait jabatan," kata Terdakwa Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Agustus 2019.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan terkait pengaturan jabatan. Mulyana menyebut, ia sempat mendengar isu bakal diganti dari jabatannya. Ia menduga pergantian posisinya lantaran tahap pencairan dana hibah di kedeputian terlalu lama.
"Karena saya juga berkomitmen untuk mengubah kebijakan tentang anggaran APBN kepada pihak ketiga. Maka saya harus menerapkan komitmen itu," ujar Mulyana.
Mulyana juga mengaku kerap ditekan oleh Ulum agar mempercepat pencairan proposal yang diajukan KONI. "Ulum bilang 'kenapa kok belum cair-cair?'. Tapi saya sampaikan bahwa keputusannya bukan keputusan saya, itu keputusan dari hasil rapat terbatasnya presiden maka harus diprioritaskan cabang olahraga dulu. Maka tidak semua sama seperti itu," ujar Mulyana.
Dalam perkara ini, Mulyana didakwa menerima suap dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy beserta Bendahara Umum KONI Johny E Awuy. Suap itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018.
Pengajuan dana itu termuat dalam Proposal Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018. Kedua, Proposal Bantuan Dana Hibah kepada Kemenpora Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event Asian Games dan Asian Para Games 2018.
Namun, pada proses pengajuan itu ada kesepakatan pemberian komitmen fee dari KONI Pusat kepada pihak Kemenpora. Pemberian fee ini sesuai arahan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi kepada Ending dan Johny.
Nilai proposal pertama disetujui oleh Kemenpora sebesar Rp30 miliar. Sementara proposal kedua berjumlah Rp17,971 miliar.
Johny dan Ending memberikan hadiah berupa satu unit Mobil Fortuner VRZ TRD warna hitam metalik dengan nomor polisi B 1749 ZJB kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana turut menerima uang sejumlah Rp300 juta.
Kemudian, satu buah kartu ATM Debit BNI nomor 5371 7606 3014 6404 dengan saldo senilai Rp100 juta dan satu buah handphone merek Samsung Galaxy Note 9.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WAN)