Jakarta: Ketua DPP Perhimpunan Advokasi Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan meminta pemerintah dan DPR untuk mencabut pasal 281 dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal yang melindungi hakim dari penghinaan atau Contempt of Court (CoC) tidak relevan untuk diterapkan.
"Jangankan hina hakim, hina orang lain ada pasalnya. Di pengadilan orang tumpang kaki bisa diusir hakim. Dihapus saja pasal itu, karena enggak ada yang hilang kalau dihapus," ujar Luhut dalam diskusi Legal Update, di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 3 September 2019.
Luhut menilai konsep CoC tepat digunakan dalam peradilan model adversary atau saling membenturkan pihak bersengketa. Sistem tersebut membuat hakim menjadi pasif, lantaran menjadi wasit dalam menengahi pihak sengketa.
Sedangkan dalam sistem peradilan Indonesia sendiri tidak menganut sistem tersebut. Hakim di pengadilan Indonesia lebih aktif menentukan fakta dan menyimpulkan konsekuensi hukum dari fakta tersebut.
"Ini menjelaskan kalau dari segi substansi maupun prosedural kekuasaan itu absolut. Loh kok malah dilindungi, udah berkuasa, di sana (ada) yang rentan, kok dia lagi yang dilindungi," tuturnya.
Lebih lanjut, dalam naskah akademik sebagai dasar menyusun RKHUP, Luhut tidak menemukan pembahasan terakait CoC. Melainkan hanya pembahasan hukum untuk menjerat hakim yang terpengaruh dengan bujuk rayu pihak sengketa.
Sehingga pihak yang terakait dalam pembahasan RKHUP diminta untuk fokus dalam mematengkan aturan penyalahgunaan kekuasaan hakim atau contempt of power (cop). "Justru itu yang harus dikendalikan. Kalau miring sedikit nanti orang tergores karena kekuasaannya yang besar," pungkasnya.
Dalam RKHUP pasal 281, yang berbunyi ;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, Setiap Orang yang:
a. tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;
b. bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan; atau
c. secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.
Jakarta: Ketua DPP Perhimpunan Advokasi Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan meminta pemerintah dan DPR untuk mencabut pasal 281 dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal yang melindungi hakim dari penghinaan atau Contempt of Court (CoC) tidak relevan untuk diterapkan.
"Jangankan hina hakim, hina orang lain ada pasalnya. Di pengadilan orang tumpang kaki bisa diusir hakim. Dihapus saja pasal itu, karena enggak ada yang hilang kalau dihapus," ujar Luhut dalam diskusi Legal Update, di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 3 September 2019.
Luhut menilai konsep CoC tepat digunakan dalam peradilan model adversary atau saling membenturkan pihak bersengketa. Sistem tersebut membuat hakim menjadi pasif, lantaran menjadi wasit dalam menengahi pihak sengketa.
Sedangkan dalam sistem peradilan Indonesia sendiri tidak menganut sistem tersebut. Hakim di pengadilan Indonesia lebih aktif menentukan fakta dan menyimpulkan konsekuensi hukum dari fakta tersebut.
"Ini menjelaskan kalau dari segi substansi maupun prosedural kekuasaan itu absolut. Loh kok malah dilindungi, udah berkuasa, di sana (ada) yang rentan, kok dia lagi yang dilindungi," tuturnya.
Lebih lanjut, dalam naskah akademik sebagai dasar menyusun RKHUP, Luhut tidak menemukan pembahasan terakait CoC. Melainkan hanya pembahasan hukum untuk menjerat hakim yang terpengaruh dengan bujuk rayu pihak sengketa.
Sehingga pihak yang terakait dalam pembahasan RKHUP diminta untuk fokus dalam mematengkan aturan penyalahgunaan kekuasaan hakim atau contempt of power (cop). "Justru itu yang harus dikendalikan. Kalau miring sedikit nanti orang tergores karena kekuasaannya yang besar," pungkasnya.
Dalam RKHUP pasal 281, yang berbunyi ;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II, Setiap Orang yang:
a. tidak mematuhi perintah pengadilan atau penetapan hakim yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan;
b. bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan; atau
c. secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(WHS)