Jakarta: Pemerintah Indonesia sepertinya harus mulai memikirkan untuk menyewa detektif swasta, belajar dari licinnya buronan Adelin Lis. Detektif swasta diperlukan untuk menguntit para buronan di luar negeri.
"Kita harus menyewa detektif swasta. Yang tahu gang, jalan tikus, rumah, dan sebagainya. Mereka yang akan mencari informasi dari lokasi buron tersebut," kata pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana, dalam tayangan Breaking News Metro TV, Sabtu, 19 Juni 2021.
Pemanfaatan detektif swasta ini sukses dilakukan oleh Israel untuk mencari buronan kasus holocaust. Cara-cara yang dilakukan pemerintah Israel ini, kata Hikmahanto, bisa diadopsi oleh Indonesia.
"Tinggal apakah pemerintah serius, seperti seriusnya Pemerintah Israel mengejar mereka yang terlibat gas chamber," kata dia.
Detektif swasta efektif untuk menguntit buronan karena status mereka yang tak terikat. Mereka bisa mengumpulkan informasi dengan langsung turun ke lokasi yang dicurigai. Hal yang tak bisa dilakukan oleh atase atau otoritas hukum resmi.
"Atase tak bisa melakukan seperti itu. mereka otoritas, pejabat, itu tak boleh. Sementara kalau aparat kita yang dikirim ke luar negeri untuk mengintai, mereka tak paham dengan kondisi di negara itu," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia itu.
Bagaimana kalau toh akhirnya ketahuan? "Kalau detektif tertangkap, itu risiko," kata dia.
Baca: 35 Menit Menginjak Jakarta, Adelin Lis Langsung Dimasukkan ke Mobil Tahanan
Adelin Lis dikenal sebagai buronan berisiko tinggi. Ia sudah 13 tahun dicari oleh Kejaksaan Agung. Adelin terjerat kasus pembalakan liar dan tertangkap di Singapura pada 14 Maret 2021 karena pemalsuan paspor.
Dia pernah melarikan diri ke RRC dan ditangkap KBRI pada 2006. Sehari kemudian, adelin melarikan diri setelah puluhan orang tak dikenal mengeroyok empat petugas KBRI yang mengawalnya. Namun, setelah itu dia kembali bisa ditangkap setelah dibantu kepolisian Beijing.
Pada 2008 Adelin kembali melarikan diri sampai tertangkap lagi Maret 2021 ini di Singapura. Sebelum buron, Adelin dipidana 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar rupiah, dan uang penganti Rp199 miliar untuk kasus tindak pidana korupsi. (Mentari Puspadini)
Jakarta: Pemerintah Indonesia sepertinya harus mulai memikirkan untuk menyewa detektif swasta, belajar dari licinnya buronan
Adelin Lis. Detektif swasta diperlukan untuk menguntit para buronan di luar negeri.
"Kita harus menyewa detektif swasta. Yang tahu gang, jalan tikus, rumah, dan sebagainya. Mereka yang akan mencari informasi dari lokasi buron tersebut," kata pengamat hukum internasional Hikmahanto Juwana, dalam tayangan Breaking News
Metro TV, Sabtu, 19 Juni 2021.
Pemanfaatan detektif swasta ini sukses dilakukan oleh Israel untuk mencari buronan kasus holocaust. Cara-cara yang dilakukan pemerintah Israel ini, kata Hikmahanto, bisa diadopsi oleh Indonesia.
"Tinggal apakah pemerintah serius, seperti seriusnya Pemerintah Israel mengejar mereka yang terlibat gas chamber," kata dia.
Detektif swasta efektif untuk menguntit buronan karena status mereka yang tak terikat. Mereka bisa mengumpulkan informasi dengan langsung turun ke lokasi yang dicurigai. Hal yang tak bisa dilakukan oleh atase atau otoritas hukum resmi.
"Atase tak bisa melakukan seperti itu. mereka otoritas, pejabat, itu tak boleh. Sementara kalau aparat kita yang dikirim ke luar negeri untuk mengintai, mereka tak paham dengan kondisi di negara itu," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia itu.
Bagaimana kalau toh akhirnya ketahuan? "Kalau detektif tertangkap, itu risiko," kata dia.
Baca:
35 Menit Menginjak Jakarta, Adelin Lis Langsung Dimasukkan ke Mobil Tahanan
Adelin Lis dikenal sebagai buronan berisiko tinggi. Ia sudah 13 tahun dicari oleh Kejaksaan Agung. Adelin terjerat kasus pembalakan liar dan tertangkap di Singapura pada 14 Maret 2021 karena pemalsuan paspor.
Dia pernah melarikan diri ke RRC dan ditangkap KBRI pada 2006. Sehari kemudian, adelin melarikan diri setelah puluhan orang tak dikenal mengeroyok empat petugas KBRI yang mengawalnya. Namun, setelah itu dia kembali bisa ditangkap setelah dibantu kepolisian Beijing.
Pada 2008 Adelin kembali melarikan diri sampai tertangkap lagi Maret 2021 ini di Singapura. Sebelum buron, Adelin dipidana 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar rupiah, dan uang penganti Rp199 miliar untuk kasus tindak pidana korupsi.
(Mentari Puspadini) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)