medcom.id, Jakarta: Kapolri Jenderal Badrodin Haiti tak mempermasalahkan soal keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) soal aturan memeriksa anggota DPR, MPR, dan DPD. Badrodin akan melaksanakan putusan itu.
"Ya, karena itu sudah menjadi keputusan MK dan itu merupakan hal yang final. Tentu harus kita laksanakan," kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (25/9/2015).
Jenderal polisi bintang empat itu tak mau berandai-andai apakah putusan itu justru menghambat penegakan hukum terhadap anggota legislatif. Toh, putusan itu belum sempat diaplikasikan oleh penegak hukum.
"Ya kita lihat nanti perkembangannya bagaimana, apakah akan menghambat atau tidak, karena praktiknya nanti kita bisa lihat ya," tambah Badrodin.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi menyatakan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden. Putusan berbunyi 'pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden.
Mahkamah juga memutuskan hal yang sama untuk frasa persetujuan tertulis pada Pasal 224 ayat 5 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3. Bunyinya, 'pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindakan pidana sehubungan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2, 3, dan 4 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD.
Pemohon uji materi UU tersebut adalah Supriyadi Widodo Eddyono dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana.
medcom.id, Jakarta: Kapolri Jenderal Badrodin Haiti tak mempermasalahkan soal keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) soal aturan memeriksa anggota DPR, MPR, dan DPD. Badrodin akan melaksanakan putusan itu.
"Ya, karena itu sudah menjadi keputusan MK dan itu merupakan hal yang final. Tentu harus kita laksanakan," kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (25/9/2015).
Jenderal polisi bintang empat itu tak mau berandai-andai apakah putusan itu justru menghambat penegakan hukum terhadap anggota legislatif. Toh, putusan itu belum sempat diaplikasikan oleh penegak hukum.
"Ya kita lihat nanti perkembangannya bagaimana, apakah akan menghambat atau tidak, karena praktiknya nanti kita bisa lihat ya," tambah Badrodin.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi menyatakan frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden. Putusan berbunyi 'pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden.
Mahkamah juga memutuskan hal yang sama untuk frasa persetujuan tertulis pada Pasal 224 ayat 5 UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3. Bunyinya, 'pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindakan pidana sehubungan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2, 3, dan 4 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD.
Pemohon uji materi UU tersebut adalah Supriyadi Widodo Eddyono dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)