Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta masyarakat tidak berspekulasi buruk dengan pejabat yang laporan harta kekayaan penyelenggara negaranya (LHKPN) melonjak. Kenaikan LHKPN tidak bisa mengartikan pejabat korupsi.
"Perlu dipahami bahwa besar atau kecilnya nilai harta yang dilaporkan tidak dapat dijadikan ukuran atau indikator untuk menilai bahwa harta tersebut terkait atau tidak terkait tindak pidana korupsi," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Kamis, 1 September 2022.
Ipi mengatakan LHKPN yang meningkat bisa dikarenakan adanya penggabungan harta pejabat dengan keluarga intinya. Penggabungan harta dalam penyerahan LHKPN sah berdasarkan aturan yang berlaku.
"LHKPN juga tidak mengenal pemisahan harta. Harta yang dilaporkan adalah meliputi harta atas nama penyelenggara negara, pasangan, dan anak yang masih dalam tanggungan penyelenggara negara," ujar Ipi.
Penggabungan harta keluarga inti dalam penyerahan LHKPN dinilai sebagai bentuk kepatuhan pejabat dalam menjalankan kewajibannya. Pejabat yang mengisi LHKPN berbarengan dengan kekayaan keluarga dinilai jujur.
"KPK mengapresiasi seluruh wajib lapor yang telah menyampaikan LHKPN-nya secara tepat waktu, jujur, benar dan lengkap," ujar Ipi.
Meski begitu, KPK meminta masyarakat tidak malas memantau LHKPN pejabat di wilayahnya. Pemantauan bisa dilakukan dengan mengakses situs LHKPN resmi milik KPK.
"KPK mendorong peran aktif masyarakat dalam mengawasi harta kekayaan para penyelenggara negara dan pejabat publik dengan memanfaatkan informasi yang tersedia pada situs elhkpn.kpk.go.id," ucap Ipi.
Sebelumnya, LHKPN milik Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro tengah menjadi sorotan. Kekayaan dia melonjak Rp35 miliar dalam tiga tahun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan harta Ari meroket. Menurut KPK, Ari menyatukan hartanya dengan keluarga.
"Benar, LHKPN tidak mengenal pemisahan harta," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Selasa, 30 Agustus 2022.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) meminta masyarakat tidak berspekulasi buruk dengan pejabat yang laporan harta kekayaan penyelenggara negaranya (
LHKPN) melonjak. Kenaikan LHKPN tidak bisa mengartikan pejabat
korupsi.
"Perlu dipahami bahwa besar atau kecilnya nilai harta yang dilaporkan tidak dapat dijadikan ukuran atau indikator untuk menilai bahwa harta tersebut terkait atau tidak terkait tindak pidana korupsi," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Kamis, 1 September 2022.
Ipi mengatakan LHKPN yang meningkat bisa dikarenakan adanya penggabungan harta pejabat dengan keluarga intinya. Penggabungan harta dalam penyerahan LHKPN sah berdasarkan aturan yang berlaku.
"LHKPN juga tidak mengenal pemisahan harta. Harta yang dilaporkan adalah meliputi harta atas nama penyelenggara negara, pasangan, dan anak yang masih dalam tanggungan penyelenggara negara," ujar Ipi.
Penggabungan harta keluarga inti dalam penyerahan LHKPN dinilai sebagai bentuk kepatuhan pejabat dalam menjalankan kewajibannya. Pejabat yang mengisi LHKPN berbarengan dengan kekayaan keluarga dinilai jujur.
"KPK mengapresiasi seluruh wajib lapor yang telah menyampaikan LHKPN-nya secara tepat waktu, jujur, benar dan lengkap," ujar Ipi.
Meski begitu, KPK meminta masyarakat tidak malas memantau LHKPN pejabat di wilayahnya. Pemantauan bisa dilakukan dengan mengakses situs LHKPN resmi milik KPK.
"KPK mendorong peran aktif masyarakat dalam mengawasi harta kekayaan para penyelenggara negara dan pejabat publik dengan memanfaatkan informasi yang tersedia pada situs elhkpn.kpk.go.id," ucap Ipi.
Sebelumnya, LHKPN milik Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro tengah menjadi sorotan. Kekayaan dia melonjak Rp35 miliar dalam tiga tahun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan harta Ari meroket. Menurut KPK, Ari menyatukan hartanya dengan keluarga.
"Benar, LHKPN tidak mengenal pemisahan harta," kata juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati melalui keterangan tertulis, Selasa, 30 Agustus 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)