medcom.id, Jakarta: Terpidana suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Otto Cornelis Kaligis merasa didiskriminasi oleh hakim Mahkamah Agung. Kaligis mengatakan, diskriminasi itu terlihat dari perbedaan vonis majelis hakim kepada terpidana lain dalam kasus tersebut.
OC Kaligis memaparkan dugaan diskrimanasi itu saat menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Raya, Senin, 6 Januari 2017. Ia menjelaskan, dalam tuntutan jaksa dirinya seharusnya satu paket dengan terpidana lain dalam kasus tersebut. Karena pada tuntutan dikatakan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama.
"Tapi faktanya terjadi diskriminasi tuntutan dan putusan terhadap pemohon PK (Kaligis)," kata Kaligis.
Kaligis bukan satu-satunya terpidana yang terseret dalam kasus suap hakim PTUN Medan. Mereka yang ikut dipidana dalam kasus ini antara lain Hakim PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, hakim Dermawan Ginting, panitera pengganti Syamsir Yusfan, mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, dan anak buah Kaligis, Yhagari Bhatara alias Gerry.
Tripeni, Dermawan, Gerry divonis majelis hakim pidana penjara dua tahun. Sementara Syamsir divonis tiga tahun penjara, dan Rio 1,5 tahun penjara.
Kaligis divonis 5,5 tahun penjara di tingkat pengadilan negeri. Saat mengajukan kasasi di MA, hukuman untuk Kaligis malah diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Kaligis mengaku heran karena divonis paling berat. Padahal, menurut Kaligis, Gerry paling banyak berperan dalam kasus ini.
"Jadi, terbukti Gerry yang bersalah dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Tapi, Gerry hanya dihukum dua tahun penjara," paparnya.
Kaligis juga menuding tingginya vonis di MA tidak lepas dari peran hakim agung Artidjo Alkostar yang menangani perkara. Kaligis menilai Artidjo telah menyalahgunakan wewenang dengan menjatuhkan hukuman berat padanya.
Padahal, kata dia, dari sejumlah fakta, pertemuan merupakan inisiatif Gerry. Itu terungkap dari keterangan Syamsir yang mengatakan jika Gerry pernah meminta bantuan untuk bertemu hakim Tripeni. Gerry pula, kata Kaligis, yang berinisiatif menyerahkan uang pada hakim.
Keterangan Syamsir menjadi salah satu dari 27 novum atau bukti baru yang diajukan Kaligis dalam permohonan PK. Kaligis meminta majelis hakim membatalkan putusan majelis kasasi MA pada 10 Agustus 2016 dan mengabulkan PK.
"Memohon majelis hakim membatalkan putusan majelis kasasi dan menyatakan terpidana OC Kaligis tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana tersebut," kata Kaligis.
Kaligis dinyatakan bersalah karena menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27 ribu dolar Amerika dan 5 ribu dolar Singapura. Uang didapat dari istri mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti.
Suap bertujuan agar Gatot bebas dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam sejumlah kasus korupsi yang menyeret Gatot. Kaligis merupakan kuasa hukum Gatot.
medcom.id, Jakarta: Terpidana suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Otto Cornelis Kaligis merasa didiskriminasi oleh hakim Mahkamah Agung. Kaligis mengatakan, diskriminasi itu terlihat dari perbedaan vonis majelis hakim kepada terpidana lain dalam kasus tersebut.
OC Kaligis memaparkan dugaan diskrimanasi itu saat menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Raya, Senin, 6 Januari 2017. Ia menjelaskan, dalam tuntutan jaksa dirinya seharusnya satu paket dengan terpidana lain dalam kasus tersebut. Karena pada tuntutan dikatakan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama.
"Tapi faktanya terjadi diskriminasi tuntutan dan putusan terhadap pemohon PK (Kaligis)," kata Kaligis.
Kaligis bukan satu-satunya terpidana yang terseret dalam kasus suap hakim PTUN Medan. Mereka yang ikut dipidana dalam kasus ini antara lain Hakim PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, hakim Dermawan Ginting, panitera pengganti Syamsir Yusfan, mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella, dan anak buah Kaligis, Yhagari Bhatara alias Gerry.
Tripeni, Dermawan, Gerry divonis majelis hakim pidana penjara dua tahun. Sementara Syamsir divonis tiga tahun penjara, dan Rio 1,5 tahun penjara.
Kaligis divonis 5,5 tahun penjara di tingkat pengadilan negeri. Saat mengajukan kasasi di MA, hukuman untuk Kaligis malah diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Kaligis mengaku heran karena divonis paling berat. Padahal, menurut Kaligis, Gerry paling banyak berperan dalam kasus ini.
"Jadi, terbukti Gerry yang bersalah dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Tapi, Gerry hanya dihukum dua tahun penjara," paparnya.
Kaligis juga menuding tingginya vonis di MA tidak lepas dari peran hakim agung Artidjo Alkostar yang menangani perkara. Kaligis menilai Artidjo telah menyalahgunakan wewenang dengan menjatuhkan hukuman berat padanya.
Padahal, kata dia, dari sejumlah fakta, pertemuan merupakan inisiatif Gerry. Itu terungkap dari keterangan Syamsir yang mengatakan jika Gerry pernah meminta bantuan untuk bertemu hakim Tripeni. Gerry pula, kata Kaligis, yang berinisiatif menyerahkan uang pada hakim.
Keterangan Syamsir menjadi salah satu dari 27 novum atau bukti baru yang diajukan Kaligis dalam permohonan PK. Kaligis meminta majelis hakim membatalkan putusan majelis kasasi MA pada 10 Agustus 2016 dan mengabulkan PK.
"Memohon majelis hakim membatalkan putusan majelis kasasi dan menyatakan terpidana OC Kaligis tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana tersebut," kata Kaligis.
Kaligis dinyatakan bersalah karena menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27 ribu dolar Amerika dan 5 ribu dolar Singapura. Uang didapat dari istri mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti.
Suap bertujuan agar Gatot bebas dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam sejumlah kasus korupsi yang menyeret Gatot. Kaligis merupakan kuasa hukum Gatot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)