Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary. (ANT/Reno Esnir)
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary. (ANT/Reno Esnir)

Enggan Jadi tumbal, Tersangka Kasus Suap Ajukan Jadi Justice Collabolator

Wanda Indana • 09 September 2016 02:07
medcom.id, Jakarta: Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary mengajukan permohonan justice collabolator (JC) kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Amran sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
 
Kuasa hukum Amran, Hendra Karianga menjelaskan kliennya siap bekerja sama dengan KPK mencari dalang praktik suap anggota Komisi V DPR yang mengurus proyek di bawah Kemen PUPR.‎ Hendra bilang, Amran tidak mau jadi tumbal.
 
"Pak Amran telah siap bongkar atasannya di PUPR dan Anggota Komisi V DPR penerima uang dan inisiator dari dana aspirasi dalam proyek di PUPR ini," kata Hendra di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2016).

Hendra menambahkan, Amran sudah mempersiapkan dokumen buat membantu KPK menemukan dalang kasus tersebut yang diduga para pejabat tinggi di Kemen PUPR. Selain itu, Amran juga berjanji akan membantu mengungkap pihak-pihak lain yang belum terungkap.
 
"Kasus ini kan dasarnya dari kesepakatan antara pimpinan Komisi V dan petinggi di PUPR. Jadi Amran hanya pelaksana saja termasuk suap yang diberikan Abdul Khoir itu disalurkan atau mengari ke pejabat teras di PUPR," ungkap dia.
 
Suap yang diterima Amran senilai Rp15 miliar dari para kontraktor proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara, yakni; Direktur PT Windhu Tunggal Utama yaitu Abdul Khoir serta rekannya Aseng itu adalah mahar. Duit haram itu juga mengalir ke banyak pejabat. 
 
"Uang tersebut tidak dimakan sendiri, mengalir sampai atasan Amran dari tingkat Kepala Biro, Dirjen, sampai Sekjen juga DPR dan kalau itu sudah seperti kebiasaaan atu kewajiban supaya tidak masa jabatannya akan singkat selaku kepala BPJN," beber Hendra.
 
Lagi pula, lanjut Hendra, anggaran program yang sudah disiapkan DPR dan Kemen PUPR sebenarnya tidak sesuai dengan perencanaan. Sejatinya, proyek yang menggunakan dana dari APBN haruslah dimulai dari musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang didiskusikan dari tingkat desa sampai nasional.
 
Karena itu, Hendra meminta KPK mengusut secara holistik aliran suap kasus tersebut. KPK tidak bisa mengungkap kasus korupsi dengan hanya menjerat pejabat kelas bawah.
 
"Berantas korupsi harus semua diungkap, tidak bisa sepotong-potong. Maka sangat naif kalau ini berhenti tidak sampai pelaku intelektual dana aspirasi yang juga menerima uangnya. Klien saya siap bongkar semua, dia tidak mau jadi tumbal," ujar Hendra.
 
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan 3 anggota Komisi V DPR sebagai tersangka diantaranya Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, dan Andi Taufan Tiro. Tersangka lain, Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir selaku pemberi suap, dua staf Damayanti di Komisi V yakni Dessy A Edwin serta Julia Prasetyarini sebagai perantara suap, serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustari‎.
 
Amran diduga meminta fulus kepada para pengusaha dengan menjanjikan kemenangan dalam tender pekerjaan proyek pembangunan jalan yang diusulkan sejumlah anggota Komisi V DPR. Amran disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan