Jakarta: Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Nomor 11 Tahun 2023 dinilai memberikan karpet merah untuk mantan narapidana korupsi. Beleid itu menabrak ketentuan pencabutan hak politik mantan maling duit rakyat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecewa dengan beleid tersebut. Sebab, pencabutan hak berpolitik melalui vonis hakim merupakan upaya mencegah risiko korupsi.
"Pencabutan hak politik juga memperlihatkan bahwa dalam tindak pidana korupsi yang pelaku lakukan, telah menyalahgunakan kepercayaan publik Sehingga perlu memitigasi risiko serupa dalam pengambilan keputusan politik di masa mendatang," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Kamis, 25 Mei 2023.
MK memutuskan mantan terpidana korupsi baru bisa mencalonkan diri kembali dalam kurun waktu lima tahun setelah bebas. Sementara itu, PKPU mengizinkan mantan koruptor mencalonkan diri tanpa menunggu jeda lima tahun. Jika vonis pencabutan hak politik terpidana koruptor cuma dua tahun, mereka berhak maju menjadi wakil rakyat dengan jeda dua tahun usai bebas.
Ali menjelaskan hukuman pencabutan hak berpolitik membatasi mantan narapidana korupsi menggunakan hak berpartisipasi dalam proses politik, memilih, dan dipilih. Putusan itu biasa diberikan hakim atas kelakuan koruptor berdasarkan pertimbangan barang bukti dan saksi pada tiap kasus.
KPK khawatir PKPU tersebut bakal mengurangi efek jera jika tidak mengikuti putusan MK. Dampaknya, pemberantasan korupsi tidak maksimal.
"Dalam upaya pemberantasan korupsi yang efektif, tentunya dibutuhkan penegakan hukum yang bisa memberikan efek jera bagi para pelakunya," ujar Ali.
Menurut dia, putusan MK patokan terbaik untuk memberikan efek jera bagi koruptor. KPU diminta mengubah peraturan.
"Sebagai bagian efek jera maka dalam penentuan syarat pencalonan anggota legislatif sudah seharusnya penyelenggara pemilu ikuti ketentuan norma sebagaimana putusan MK yang mensyaratkan bakal calon telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan narapidana selesai menjalani pidananya," tegas Ali.
KPK menegaskan konsisten memberikan tuntutan pencabutan hak berpolitik bagi terdakwa kasus korupsi. Meskipun, kata Ali, hukuman tambahan yang diberikan hakim itu biasanya cuma tiga tahun setelah menjalani pidana pokok.
Aturan dalam PKPU ini juga dikritik oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Dia bahkan menyebut KPU telah menggelarkan karpet merah untuk koruptor.
Dalam Putusan MK, secara tegas terpidana korupsi harus melewati jeda waktu lima tahun sebelum kembali mencalonkan diri. Namun, hal itu ditabrak oleh PKPU yang memberi pengecualian bagi koruptor yang mendapat hukuman tambahan pencabutan hak politik.
Secara sederhana, dia mensimulasikan aturan tersebut. Jika seorang terpidana korupsi selesai menjalani masa pemenjaraan pada tanggal 1 Januari 2020, lalu dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama dua tahun, maka berdasarkan putusan MK ia baru bisa mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD, atau DPD pada tanggal 1 Januari 2025.
"Namun berbeda dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023, mantan narapidana tersebut dapat mencalonkan diri pada tanggal 1 Januari 2022, atau setelah melewati pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama dua tahun, tanpa harus menunggu tiga tahun lagi," ucapnya dalam konferensi pers, Senin, 22 Mei 2023.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Nomor 11 Tahun 2023 dinilai memberikan karpet merah untuk mantan narapidana korupsi. Beleid itu menabrak ketentuan pencabutan hak politik mantan maling duit rakyat yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) kecewa dengan beleid tersebut. Sebab, pencabutan hak berpolitik melalui vonis hakim merupakan upaya mencegah risiko korupsi.
"Pencabutan hak politik juga memperlihatkan bahwa dalam tindak pidana korupsi yang pelaku lakukan, telah menyalahgunakan kepercayaan publik Sehingga perlu memitigasi risiko serupa dalam pengambilan keputusan politik di masa mendatang," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada
Medcom.id, Kamis, 25 Mei 2023.
MK memutuskan mantan terpidana korupsi baru bisa mencalonkan diri kembali dalam kurun waktu lima tahun setelah bebas. Sementara itu, PKPU mengizinkan mantan koruptor mencalonkan diri tanpa menunggu jeda lima tahun. Jika vonis pencabutan hak politik terpidana koruptor cuma dua tahun, mereka berhak maju menjadi wakil rakyat dengan jeda dua tahun usai bebas.
Ali menjelaskan hukuman pencabutan hak berpolitik membatasi mantan narapidana korupsi menggunakan hak berpartisipasi dalam proses politik, memilih, dan dipilih. Putusan itu biasa diberikan hakim atas kelakuan koruptor berdasarkan pertimbangan barang bukti dan saksi pada tiap kasus.
KPK khawatir
PKPU tersebut bakal mengurangi efek jera jika tidak mengikuti putusan MK. Dampaknya, pemberantasan korupsi tidak maksimal.
"Dalam upaya pemberantasan korupsi yang efektif, tentunya dibutuhkan penegakan hukum yang bisa memberikan efek jera bagi para pelakunya," ujar Ali.
Menurut dia, putusan MK patokan terbaik untuk memberikan efek jera bagi koruptor. KPU diminta mengubah peraturan.
"Sebagai bagian efek jera maka dalam penentuan syarat pencalonan anggota legislatif sudah seharusnya penyelenggara pemilu ikuti ketentuan norma sebagaimana putusan MK yang mensyaratkan bakal calon telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan narapidana selesai menjalani pidananya," tegas Ali.
KPK menegaskan konsisten memberikan tuntutan pencabutan hak berpolitik bagi terdakwa kasus korupsi. Meskipun, kata Ali, hukuman tambahan yang diberikan hakim itu biasanya cuma tiga tahun setelah menjalani pidana pokok.
Aturan dalam PKPU ini juga dikritik oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Dia bahkan menyebut KPU telah menggelarkan karpet merah untuk koruptor.
Dalam Putusan MK, secara tegas terpidana korupsi harus melewati jeda waktu lima tahun sebelum kembali mencalonkan diri. Namun, hal itu ditabrak oleh PKPU yang memberi pengecualian bagi koruptor yang mendapat hukuman tambahan pencabutan hak politik.
Secara sederhana, dia mensimulasikan aturan tersebut. Jika seorang terpidana korupsi selesai menjalani masa pemenjaraan pada tanggal 1 Januari 2020, lalu dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama dua tahun, maka berdasarkan putusan MK ia baru bisa mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD, atau DPD pada tanggal 1 Januari 2025.
"Namun berbeda dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023, mantan narapidana tersebut dapat mencalonkan diri pada tanggal 1 Januari 2022, atau setelah melewati pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama dua tahun, tanpa harus menunggu tiga tahun lagi," ucapnya dalam konferensi pers, Senin, 22 Mei 2023.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)