Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil ulang Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Nicke Widyawati. Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
"Pemanggilan Nicke Widyawati merupakan penjadwalan ulang sebagai saksi untuk tersangka SFB (Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir)," kata juru bicara KPK Febri Dianysah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Nicke tak bisa memenuhi panggilan penyidik pada Senin, 29 April 2019 karena sakit. Nicke akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan pejabat PLN, yakni Direktur Niaga dan Managemen Resiko dan Direktur Perencanaan Korporat dan Direktur Pengadaan Strategis 1.
Nama Nicke mencuat dalam persidangan tiga terpidana sebelumnya, yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, mantan Menteri Sosial Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Baca juga: Direktur Keuangan PLN Jadi Saksi Sofyan Basir
Dalam persidangan, Nicke yang saat itu menjabat sebagai Direktur Perencanaan PT PLN disebut pernah menghadiri pertemuan pertama membahas proyek PLTU Riau-I di Hotel Fairmont Jakarta. Pertemuan itu dihadiri Eni, Sofyan, Kotjo, dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso.
Nicke bersama Supangkat Iwan juga pernah dipanggil ke ruangan Sofyan dan diperkenalkan dengan perwakilan China Huadian Engineering Company (CHEC). CHEC menjadi investor proyek senilai US$900 juta tersebut.
Febri belum mau menanggapi fakta-fakta persidangan tersebut. "Pemeriksaan belum dilakukan jadi belum saya sampaikan, terkait fakta persidangan silakan dicermati," katanya.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Baca juga: Bos Pertamina Diperiksa Terkait Kasus PLTU Riau
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil ulang Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Nicke Widyawati. Dia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
"Pemanggilan Nicke Widyawati merupakan penjadwalan ulang sebagai saksi untuk tersangka SFB (Direktur Utama nonaktif PLN Sofyan Basir)," kata juru bicara KPK Febri Dianysah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Nicke tak bisa memenuhi panggilan penyidik pada Senin, 29 April 2019 karena sakit. Nicke akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan pejabat PLN, yakni Direktur Niaga dan Managemen Resiko dan Direktur Perencanaan Korporat dan Direktur Pengadaan Strategis 1.
Nama Nicke mencuat dalam persidangan tiga terpidana sebelumnya, yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, mantan Menteri Sosial Idrus Marham, dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Baca juga:
Direktur Keuangan PLN Jadi Saksi Sofyan Basir
Dalam persidangan, Nicke yang saat itu menjabat sebagai Direktur Perencanaan PT PLN disebut pernah menghadiri pertemuan pertama membahas proyek PLTU Riau-I di Hotel Fairmont Jakarta. Pertemuan itu dihadiri Eni, Sofyan, Kotjo, dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso.
Nicke bersama Supangkat Iwan juga pernah dipanggil ke ruangan Sofyan dan diperkenalkan dengan perwakilan China Huadian Engineering Company (CHEC). CHEC menjadi investor proyek senilai US$900 juta tersebut.
Febri belum mau menanggapi fakta-fakta persidangan tersebut. "Pemeriksaan belum dilakukan jadi belum saya sampaikan, terkait fakta persidangan silakan dicermati," katanya.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Baca juga:
Bos Pertamina Diperiksa Terkait Kasus PLTU Riau
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)