Jakarta: Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Ganarsih mengatakan pengembalian uang hasil korupsi tak serta merta bisa menggugurkan jerat tindak pidana pencucian uang (TPPU). Seperti halnya yang dilakukan Partai Golkar yang mengembalikan uang korupsi dalam kasus Eni Saragih ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yenti menjelaskan memang sulit membuktikan keterlibatan langsung Partai Golkar dalam kasus korupsi Eni Saragih. Namun, dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang, ada unsur subjektif yang mesti dibuktikan.
"Unsur subjektif adalah unsur yang namanya sebagai unsur kesalahan kesengajaan. Keinginannya siapa ini (sumbangan uang hasil korupsi)," kata Yenti saat dihubungi Medcom.id, Minggu 7 April 2019.
KPK diminta mendalami motif masuknya uang ke partai berlambang beringin itu, apakah itu keinginan Eni atau memang permintaan pengurus partai. Jika ada unsur permintaan, Partai Golkar dinilai bisa dijerat dengan UU TPPU dengan subjek hukum korporasi.
"Apakah penerima partai ini memang menginginkan agar si pelaku ini menyumbangkan ke sana harus didalami dari bukti-bukti dan saksi-saksi dalam suatu rapat-rapat ini harus dibuktikan," tegas Yenti.
Sejatinya, jerat TPPU dalam kasus korupsi bukan hal baru bagi KPK. Namun, untuk subjek hukumnya adalah partai politik memang dibutuhkan keberanian dari lembaga antirasuah itu.
Secara teoritis, partai sebagai subjek hukum korporasi sudah tidak dipermasalahkan lagi. Ada pendekatan khusus parpol sebagai subjek hukum korporasi.
"Secara teoretis sudah terselesaikan masalah itu bahkan Mahkamah Agung sudah mengeluarkan skema menangani korporasi. Kemungkinan ini KPK kesulitan mencari yang namanya unsur subyektifnya," ujar Yenti.
Golkar mulai terseret lantaran dana diduga hasil korupsi PLTU Riau-I mengalir ke Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2017 saat mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum. KPK membuka peluang menjerat Golkar sebagai tersangka korporasi dalam kasus tersebut.
Politikus Golkar sekaligus tersangka kasus ini, Eni Maulani Saragih belakangan mengungkap kalau ada perintah dari partai khususnya para elite Golkar agar mengawal proyek PLTU Riau-I. Eni menyebut kucuran dana suap PLTU Riau-I yang diterimanya dari bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) mengalir ke acara Munaslub partainya pada 2017.
Jakarta: Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Ganarsih mengatakan pengembalian uang hasil korupsi tak serta merta bisa menggugurkan jerat tindak pidana pencucian uang (TPPU). Seperti halnya yang dilakukan Partai Golkar yang mengembalikan uang korupsi dalam kasus Eni Saragih ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yenti menjelaskan memang sulit membuktikan keterlibatan langsung Partai Golkar dalam kasus korupsi Eni Saragih. Namun, dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang, ada unsur subjektif yang mesti dibuktikan.
"Unsur subjektif adalah unsur yang namanya sebagai unsur kesalahan kesengajaan. Keinginannya siapa ini (sumbangan uang hasil korupsi)," kata Yenti saat dihubungi Medcom.id, Minggu 7 April 2019.
KPK diminta mendalami motif masuknya uang ke partai berlambang beringin itu, apakah itu keinginan Eni atau memang permintaan pengurus partai. Jika ada unsur permintaan, Partai Golkar dinilai bisa dijerat dengan UU TPPU dengan subjek hukum korporasi.
"Apakah penerima partai ini memang menginginkan agar si pelaku ini menyumbangkan ke sana harus didalami dari bukti-bukti dan saksi-saksi dalam suatu rapat-rapat ini harus dibuktikan," tegas Yenti.
Sejatinya, jerat TPPU dalam kasus korupsi bukan hal baru bagi KPK. Namun, untuk subjek hukumnya adalah partai politik memang dibutuhkan keberanian dari lembaga antirasuah itu.
Secara teoritis, partai sebagai subjek hukum korporasi sudah tidak dipermasalahkan lagi. Ada pendekatan khusus parpol sebagai subjek hukum korporasi.
"Secara teoretis sudah terselesaikan masalah itu bahkan Mahkamah Agung sudah mengeluarkan skema menangani korporasi. Kemungkinan ini KPK kesulitan mencari yang namanya unsur subyektifnya," ujar Yenti.
Golkar mulai terseret lantaran dana diduga hasil korupsi PLTU Riau-I mengalir ke Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2017 saat mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum. KPK membuka peluang menjerat Golkar sebagai tersangka korporasi dalam kasus tersebut.
Politikus Golkar sekaligus tersangka kasus ini, Eni Maulani Saragih belakangan mengungkap kalau ada perintah dari partai khususnya para elite Golkar agar mengawal proyek PLTU Riau-I. Eni menyebut kucuran dana suap PLTU Riau-I yang diterimanya dari bos Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) mengalir ke acara Munaslub partainya pada 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)