medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait permohonan pengujian Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut MK, dalil yang disampaikan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Berdasarkan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan dalam eksepsi menolak eksepsi para pihak terkait untuk seluruhnya, dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2014).
Dalam pertimbangannya hakim anggota Anwar Usman menyebutkan, pengujian UU No 13 Tahun 2013 atas UUD 1945 Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) serta Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dalil pemohon tidak beralasan.
"Jika dikabulkan akan terlanggar hak konstitusi. Proses hukum tersebut untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dalam rangka jaminan kepastian hukum, tetapi juga memberikan perlindungan pekerja, pengusaha dan pemerintah," jelas Anwar.
Apindo selaku pemohon mempermasalahkan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak yang belum jelas sampai saat ini, mana yang bisa disebut pekerjaan pokok atau pekerjaan borongan. Ditambah belum adanya kepastian hukum apabila sewaktu-waktu pekerja meminta dirinya dijadikan pekerja pokok.
Dalam pertimbangannya, hakim Mahkamah Konstitusi menilai permasalahan itu harus diselesaikan secara musyawarah, antara pekerja dan pengusaha.
"Apabila dalam suatu syarat atau tata cara yang diisyaratkan dalam pasal tersebut ada perdebatan, maka diselesaikan dengan cara musyawarah. Apabila tidak selesai, maka ke pengadilan," jelas Anwar.
Kuasa hukum Apindo, Ibrahim Sumantri, menilai MK tidak dapat menjawab kepastian hukum yang ditanyakan oleh pihak Apindo. Sebab, jelas Ibrahim, seharusnya MK memberi kepastian hukum apabila adanya pelanggaran syarat ketika seorang pekerja menginginkan menjadi pekerja pokok.
"Keputusan MK hari ini, tanpa mengurangi rasa hormat sebagai suatu produk hukum, tetapi tidak juga memberikan jaminan hukum. Karena di sisi lain proses tersebut dikatakan kalau syaratnya terlanggar bisa diselesaikan dengan musyawarah dulu. Menurut kami kalau seperti itu, ini juga tidak otomatis terjadi, tapi juga tidak mengabulkan permohonan kami," tandas Ibrahim.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait permohonan pengujian Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut MK, dalil yang disampaikan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Berdasarkan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan dalam eksepsi menolak eksepsi para pihak terkait untuk seluruhnya, dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2014).
Dalam pertimbangannya hakim anggota Anwar Usman menyebutkan, pengujian UU No 13 Tahun 2013 atas UUD 1945 Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) serta Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dalil pemohon tidak beralasan.
"Jika dikabulkan akan terlanggar hak konstitusi. Proses hukum tersebut untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dalam rangka jaminan kepastian hukum, tetapi juga memberikan perlindungan pekerja, pengusaha dan pemerintah," jelas Anwar.
Apindo selaku pemohon mempermasalahkan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak yang belum jelas sampai saat ini, mana yang bisa disebut pekerjaan pokok atau pekerjaan borongan. Ditambah belum adanya kepastian hukum apabila sewaktu-waktu pekerja meminta dirinya dijadikan pekerja pokok.
Dalam pertimbangannya, hakim Mahkamah Konstitusi menilai permasalahan itu harus diselesaikan secara musyawarah, antara pekerja dan pengusaha.
"Apabila dalam suatu syarat atau tata cara yang diisyaratkan dalam pasal tersebut ada perdebatan, maka diselesaikan dengan cara musyawarah. Apabila tidak selesai, maka ke pengadilan," jelas Anwar.
Kuasa hukum Apindo, Ibrahim Sumantri, menilai MK tidak dapat menjawab kepastian hukum yang ditanyakan oleh pihak Apindo. Sebab, jelas Ibrahim, seharusnya MK memberi kepastian hukum apabila adanya pelanggaran syarat ketika seorang pekerja menginginkan menjadi pekerja pokok.
"Keputusan MK hari ini, tanpa mengurangi rasa hormat sebagai suatu produk hukum, tetapi tidak juga memberikan jaminan hukum. Karena di sisi lain proses tersebut dikatakan kalau syaratnya terlanggar bisa diselesaikan dengan musyawarah dulu. Menurut kami kalau seperti itu, ini juga tidak otomatis terjadi, tapi juga tidak mengabulkan permohonan kami," tandas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)