Dukungan untuk hidup jujur.MI/Dzulfikri Putra Malawi
Dukungan untuk hidup jujur.MI/Dzulfikri Putra Malawi

Kaleidoskop 2014: Dari Hutan, Bau Migas Kian Kentara

Mufti Sholih • 25 Desember 2014 18:58
medcom.id, Jakarta: Ibarat jamur di musim hujan, kasus korupsi yang ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi, terus tumbuh. Satu per satu, dugaan korupsi muncul baik dari operasi tangkap tangan maupun dari hasil kajian. Laporan demi laporan yang masuk ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK jadi bahan awal buat dilakukan pengkajian. Hasilnya, cukup memuaskan.
 
Selama 2014, wacana pemilu menghiasi layar kaca, dunia maya, bahkan lembaran kertas. Tapi, kasus korupsi tak pernah bisa reda. Dalam hiruk pikuk pemilu, KPK tak diam. Senyap bergerak dan tak bisa terlihat bagai gerak malaikat pencabut nyawa.
 
Satu per satu bahan dikumpulkan. Semua sadapan, bahan laporan, sampai hasil kajian menjadi bahan. Gerak cepat satuan tugas tak bisa diprediksi. Hingga banyak hasil kajian yang tiba-tiba mencengangkan.

Kurun 2014, dimanfaatkan satgas buat mendalami sejumlah kajian internal. Potensi korupsi di sektor lahan, pangan, hingga energi, jadi fokus. Hasilnya, sejumlah petinggi di daerah, pengusaha, dan petinggi di pemerintahan harus diberi label koruptor.
 
Di sektor kehutanan, KPK sebelumnya menemukan potensi kerugian negara akibat perilaku abai pemerintah daerah. Hasil studi KPK yang diumumkan pada Kamis (6/2/2014) menemukan, kawasan hutan penuh dengan national interest, baik berupa biodiversity, ataupun kekayaan lain.
 
Dari sektor hutan, KPK mengendus bau amis lain. Bukan soal illegal logging, tapi bau migas yang kian kentara di lahan hutan hingga lepas pantai. Mereka pun menemukan ada hal aneh dalam penerimaan negara dari sektor pertambangan minyak dan gas bumi. Dalam hal ini, KPK berhasil menyelamatkan potensi kerugian senilai Rp15 triliun di sektor pertambangan dan Rp12 triliun dan penerimaan negara bukan pajak dari renegosiasi kontrak pertambangan.
 
Metrotvnews.com, merangkum sejumlah kasus yang berkaitan dengan hasil kajian KPK di sektor lahan dan energi.
 
Suap Rekomendasi Alih Fungsi Kawasan Hutan di Kabupaten Bogor
 
Kaleidoskop 2014: Dari Hutan, Bau Migas Kian Kentara
Kwee Cahyadi Kumala.ANT/Wahyu Putro
 
Kasus ini rupanya merupakan kasus lama yang ditelisik Komisi. Sudah sejak 1997, PT Bukit Jonggol Asri (BJA) yang merupakan anak perusahaan PT Sentul City, berupanya membangun perumahan di wilayah Bogor. Bukan tanpa sebab, kawasan yang diincar adalah kawasan hutan di Gunung Sindur, yang masuk dalam rencana ulang tata ruang wilayah tata ruang Bogor, Puncak, Cianjur.
 
Lahan hutan seluas 2.754 hektare di kawasan itu, menjadi incaran perusahaan milik Kwee Cahyadi Kumala (Sentul City). Lewat masterplan Sentul Nirwana Residence, PT BJA yang kepemilikan sahamnya dibagi antara Kwee Cahyadi Kumala dengan PT Bakrie Nirwana Land, mencanangkan kawasan prestisius di wllayah tersebut.
 
Usut punya usut, hutan seluas 2.754 hektare itu merupakan kawasan hutan lindung. Hal itu yang menjadi kendala bagi PT BJA melakukan pengembangan bisnis. Sebab, PT BJA menghendaki seluruh kawasan yang dibangun seluas 12.000 hektare.
 
Kondisi ini rupanya tak pernah bisa tuntas. Pergantian rezim pemerintah tak pernah bisa membuat PT BJA masuk. Bahkan, izin rekomendasi dari Bupati Bogor tak juga didapat. Lewat jalan panjang, Cahyadi mulai berpikir. Dia pun meminta Bupati Rachmat Yasin mengajukan surat rekomendasi ke Kementerian kehutanan untuk lahan tersebut dengan imbalan fulus. Malang, setelah rekomendasi diajukan dan hasil belum didapat, proses terendus KPK.
 
Dalam perjalanannya, KPK sempat memanggil mantan Menteri Kehutanan Muhammad Prakosa hingga Zulkifli Hasan buat mendalami kasus ini dan menetapkan kurir Yohan Yhap, Kepala Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Bogor Muhammad Zairin, Bupati Bogor Rachmat Yasin, dan Direktur Utama PT Sentul City sekaligus Komisaris Utama PT BJA Kwee Cahyadi Kumala sebagai tersangka. Kini, tinggal Cahyadi yang belum menjalani persidangan.
 
Suap Revisi Alih Fungsi Lahan Hutan Provinsi Riau
 
Kaleidoskop 2014: Dari Hutan, Bau Migas Kian Kentara
Gulat Manurung.MI/Muhammad Irfan
 
Serupa tapi tak sama, itulah yang terjadi di kasus revisi hutan Riau. Lahan hutan Riau yang begitu luas, berkali-kali memakan korban sang Gubernur. Mulai dari Saleh Djasit, Rusli Zainal, hingga terakhir lelaki tua bernama Annas Maamun.
 
Kasus ini bermula dari rencana Annas Maamun melakukan revisi kawasan hutan di provinsi kaya minyak itu. Annas yang menggantikan Rusli menghendaki terjadi perubahan kawasan hutan tanam industri untuk dijadikan area peruntukan lain (APL).
 
Hutan yang akan dijadikan APL ini rupanya akan dimanfaatkan Gulat Manurung buat menanam kepala sawit. Sebab, Gulat merupakan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia yang punya kepentingan menanam sawit. Gulat pun menyediakan duit sebesar US$166,100 buat sang Gubernur.
 
Sejauh ini, Gulat sudah menjalani persidangan. KPK menduga ada pihak lain yang bermain di belakang Gulat. Satu di antaranya adalah Bendahara Partai Demokrat Provinsi Riau, Eddison Siahaan. Namun, Eddison masih sebatas saksi.
 
Sementara untuk Annas, KPK masih melakukan pendalaman. Sebab, revisi kawasan hutan diduga tak hanya untuk kepentingan Gulat. Ada indikasi sejumlah proyek yang menyangkut dalam revisi itu. Salah satunya ihwal pembangunan jalan tol lintas Sumatra yang disebut-sebut turut memakan lahan hutan.
 
Kasus Suap Jual Beli Gas Alam di Bangkalan
 
Kaleidoskop 2014: Dari Hutan, Bau Migas Kian Kentara
Fuad Amin.MI/Panca Syurkani
 
Dua periode bertahta, Fuad Amin Imron harus menikmati sisa kejayaan di penjara. Demikian yang terjadi untuk mantan penguasa Kabupaten Bangkalan. Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan itu kudu dicokok lantaran menerima fulus terkait jual beli gas alam selama tujuh tahun.
 
Kasus yang sudah terendus lama ini baru menemukan titik temu setelah sadapan KPK menerima sinyal. Ada pemberian uang dari Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko kepada Ahmad Rauf di Energy Building. Duit itu rupa-rupanya buat sang Kiai.
 
Tujuh tahun menerima fulus, Fuad terlena. Gas alam yang harus dinikmati warga Bangkalan lewat Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Gili, Banyuwangi, dan Gresik malah dia ‘jual’ ke PT Media Karya Sentosa (MKS). Alhasil, warga tak pernah mendapat cahaya saat gulita.
 
Persekongkolan Fuad dan pemilik PT MKS membuat warga merana. Tujuh tahun, Fuad menikmati fulus sebesar Rp1 miiar per bulan. Santer kabar, duit sudah disamarkan ke sejumlah tempat. Bahkan, seorang artis papan teraliri duit dari Fuad lantaran jadi simpanan sang kiai.
 
Bau migas di duit Fuad yang menyengat, membuat KPK geram. Hak warga tak pernah didapat. Padahal mulai tahun depan, pemerintah menaikkan tarif dasar listrik dan menggenjot daya hingga 35.000 watt buat warga yang belum dapat cahaya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ICH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan