Jakarta: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) mempertanyakan sikap penegak hukum yang menangkap salah seorang aktivis lingkungan hidup Daniel Frits Maurits Tankalisan. Penangkapan buntut menyuarakan banyaknya tambak udang ilegal di Karimunjawa.
Rerie menyebut kritik Daniel terkait banyak tambak udang ilegal terbangun di Karimunjawa benar adanya. Ia heran penegak hukum justru menggunakan Undang-Undang ITE sebagai dasar penangkapan Daniel.
"Kemudian secara nyata menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan seperti pencemaran laut, kemudian bahkan rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang, sampai kemudian ditemukan ada krisis air bersih," kata Rerie dalam acara Crosscheck by Medcom.id dengan tema ‘Jerat Aktivis Lingkungan, Sampai Kapan?’ pada Minggu, 11 Februari 2024.
Rerie mengatakan kritik dari Daniel merupakan keresahan atas kerusakan alam yang sudah terjadi di Karimunjawa. Dia mempertanyakan alasan penegak hukum terfokus dengan pesan yang disampaikan di media sosial, bukannya adanya penambakan ilegal.
"Lalu pertanyaan kita sekarang, ruang untuk menyuarakan kebenaran peristiwa di ruang virtual yang kalau kemudian memberikan dampak-dampak ketidaksukaan pihak-pihak tertentu, bagaimana kemudian kita menempatkannya atau melihatnya?” ujar Rerie.
Rerie sejatinya tidak mau berspekulasi bahwa Daniel tidak bersalah, dan hanya mendapatkan kriminalisasi. Menurutnya, keputusan itu nantinya ada di persidangan, dan ditentukan hakim.
Namun, dia menyayangkan adanya masyarakat yang ditangkap penegak hukum karena berkomentar. Sebab, kata Rerie, negara harusnya memberikan perlindungan kepada warganya untuk menyampaikan aspirasi atas keresahan di suatu wilayah.
“Jangan sampai justru partisipasi publik menyampaikan pendapat menjadi malah terganggu karena kemudian akhirnya dianggap melakukan pelanggaran, dan dengan mudahnya diseret ke wilayah hukum,” tegas Rerie.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menjelaskan soal makna dalam Undang-Undang ITE. Menurutnya, beleid itu seharusnya mengatur soal larangan menyebarkan informasi palsu, berita bohong, kekerasan virtual, dan ancaman distorsi informasi yang membahayakan.
“Kita tentu mendukung undang-undang ini sendiri karena pada dasarnya keberadaan undang-undang ini dimaksudkan untuk mendukung masyarakat Indonesia untuk dapat menyebar sahihkan informasi berdasarkan data dan fakta peristiwa dalam dinamika pesan elektronik,” paparnya.
Undang-Undang ITE sejatinya dipakai agar masyarakat tidak termakan dengan kabar bohong yang menyesatkan. Rerie menegaskan beleid itu bukan alat untuk menggebuk aktivis yang memberikan suara atas keresahan yang terjadi.
"Nah, dalam konteks inilah negara harus hadir melindungi warga secara menyeluruh dalam ruang virtual tanpa diskriminasi," tutur dia.
Jakarta: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) mempertanyakan sikap penegak hukum yang menangkap salah seorang aktivis lingkungan hidup Daniel Frits Maurits Tankalisan. Penangkapan buntut menyuarakan banyaknya tambak udang ilegal di Karimunjawa.
Rerie menyebut kritik Daniel terkait banyak tambak udang ilegal terbangun di Karimunjawa benar adanya. Ia heran
penegak hukum justru menggunakan Undang-Undang ITE sebagai dasar penangkapan Daniel.
"Kemudian secara nyata menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan seperti pencemaran laut, kemudian bahkan rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang, sampai kemudian ditemukan ada krisis air bersih," kata Rerie dalam acara
Crosscheck by Medcom.id dengan tema ‘Jerat Aktivis Lingkungan, Sampai Kapan?’ pada Minggu, 11 Februari 2024.
Rerie mengatakan kritik dari Daniel merupakan keresahan atas kerusakan alam yang sudah terjadi di Karimunjawa. Dia mempertanyakan alasan penegak hukum terfokus dengan pesan yang disampaikan di media sosial, bukannya adanya penambakan ilegal.
"Lalu pertanyaan kita sekarang, ruang untuk menyuarakan kebenaran peristiwa di ruang virtual yang kalau kemudian memberikan dampak-dampak ketidaksukaan pihak-pihak tertentu, bagaimana kemudian kita menempatkannya atau melihatnya?” ujar Rerie.
Rerie sejatinya tidak mau berspekulasi bahwa Daniel tidak bersalah, dan hanya mendapatkan kriminalisasi. Menurutnya, keputusan itu nantinya ada di persidangan, dan ditentukan hakim.
Namun, dia menyayangkan adanya masyarakat yang ditangkap penegak hukum karena berkomentar. Sebab, kata Rerie, negara harusnya memberikan perlindungan kepada warganya untuk menyampaikan aspirasi atas keresahan di suatu wilayah.
“Jangan sampai justru partisipasi publik menyampaikan pendapat menjadi malah terganggu karena kemudian akhirnya dianggap melakukan pelanggaran, dan dengan mudahnya diseret ke wilayah hukum,” tegas Rerie.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menjelaskan soal makna dalam Undang-Undang ITE. Menurutnya, beleid itu seharusnya mengatur soal larangan menyebarkan informasi palsu, berita bohong, kekerasan virtual, dan ancaman distorsi informasi yang membahayakan.
“Kita tentu mendukung undang-undang ini sendiri karena pada dasarnya keberadaan undang-undang ini dimaksudkan untuk mendukung masyarakat Indonesia untuk dapat menyebar sahihkan informasi berdasarkan data dan fakta peristiwa dalam dinamika pesan elektronik,” paparnya.
Undang-Undang ITE sejatinya dipakai agar masyarakat tidak termakan dengan
kabar bohong yang menyesatkan. Rerie menegaskan beleid itu bukan alat untuk menggebuk aktivis yang memberikan suara atas keresahan yang terjadi.
"Nah, dalam konteks inilah negara harus hadir melindungi warga secara menyeluruh dalam ruang virtual tanpa diskriminasi," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)