medcom.id, Jakarta: Anggota Komisi III DPR RI Adies Kadir mengatakan, keberadaan hakim ad hoc pada pembahasan rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim akan dievaluasi. Selain biaya rekrutmen tinggi, kapasitas hakim ad hoc yang memiliki spesialisasi pada bidang-bidang tertentu juga dimiliki oleh pengadil pada umumnya.
Hal ini terungkap saat rapat konsultasi antara anggota Komisi III DPR dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali di gedung Mahkamah Agung, beberapa waktu lalu. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan.
“Hakim ad hoc itu hakim kontrak. Mereka diperlukan oleh Mahkamah Agung untuk mengisi posisi hakim yang kurang menguasai bidang-bidang tertentu. Misal hakim tipikor, pajak, perikanan, ekonomi, pertanahan, dan lain-lain. Tetapi saat ini, hakim itu selalu bermetamorfosa. Hakim-hakim selalu belajar dan menjalani diklat terkait dengan berbagai bidang itu,” kata Adies melalui keterangan tertulis, Rabu 6 September 2017.
Dia mengungkapkan, jika para hakim sudah mumpuni di berbagai bidang, hakim ad hoc tidak dibutuhkan lagi. Karena itu, dalam pembahasan RUU Jabatan Hakim, kemungkinan keberadaan hakim ad hoc akan dievaluasi. Sebagai gantinya, kemampuan hakim akan diperkuat di berbagai bidang sertifikasi.
“Misalnya hakim spesialis pajak, akan dididik di pendidikan pajak, sehingga memperoleh sertifikasi spesialis di bidang pajak. Jadi, nanti ada hakim yang direkrut dari awal, kemudian disekolahkan, sehingga mempunyai spesialisasi di bidang-bidang masing-masing,” ujar Adies.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur itu juga menyoroti masa pensiun hakim ad hoc yang terkesan tidak berbatas. Hal itu berbeda dengan masa pensiun hakim agung di umur 70 tahun.
“Masa pensiun hakim ad hoc bisa diperpanjang terus. Sedang hakim agung pensiun di umur 70 tahun. Bahkan ada hakim ad hoc umurnya lebih dari 70 tahun, sekitar 80 tahunan,” tutup Adies.
medcom.id, Jakarta: Anggota Komisi III DPR RI Adies Kadir mengatakan, keberadaan hakim ad hoc pada pembahasan rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim akan dievaluasi. Selain biaya rekrutmen tinggi, kapasitas hakim ad hoc yang memiliki spesialisasi pada bidang-bidang tertentu juga dimiliki oleh pengadil pada umumnya.
Hal ini terungkap saat rapat konsultasi antara anggota Komisi III DPR dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali di gedung Mahkamah Agung, beberapa waktu lalu. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan.
“Hakim ad hoc itu hakim kontrak. Mereka diperlukan oleh Mahkamah Agung untuk mengisi posisi hakim yang kurang menguasai bidang-bidang tertentu. Misal hakim tipikor, pajak, perikanan, ekonomi, pertanahan, dan lain-lain. Tetapi saat ini, hakim itu selalu bermetamorfosa. Hakim-hakim selalu belajar dan menjalani diklat terkait dengan berbagai bidang itu,” kata Adies melalui keterangan tertulis, Rabu 6 September 2017.
Dia mengungkapkan, jika para hakim sudah mumpuni di berbagai bidang, hakim ad hoc tidak dibutuhkan lagi. Karena itu, dalam pembahasan RUU Jabatan Hakim, kemungkinan keberadaan hakim ad hoc akan dievaluasi. Sebagai gantinya, kemampuan hakim akan diperkuat di berbagai bidang sertifikasi.
“Misalnya hakim spesialis pajak, akan dididik di pendidikan pajak, sehingga memperoleh sertifikasi spesialis di bidang pajak. Jadi, nanti ada hakim yang direkrut dari awal, kemudian disekolahkan, sehingga mempunyai spesialisasi di bidang-bidang masing-masing,” ujar Adies.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur itu juga menyoroti masa pensiun hakim ad hoc yang terkesan tidak berbatas. Hal itu berbeda dengan masa pensiun hakim agung di umur 70 tahun.
“Masa pensiun hakim ad hoc bisa diperpanjang terus. Sedang hakim agung pensiun di umur 70 tahun. Bahkan ada hakim ad hoc umurnya lebih dari 70 tahun, sekitar 80 tahunan,” tutup Adies.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)