Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan 19 tersangka baru dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD-P di Kota Malang Tahun Anggaran 2015. Jumlah ini menambah daftar tersangka, setelah sebelumnya pada Agustus 2017 KPK menetapkan dua orang tersangka yakni, Ketua DPRD Kota Malang dan Kepala Dinas PU Klta Malang.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, kasus ini merupakan contoh tindak pidana korupsi yang dilakukan secara massal karena menyeret pejabat eksekutif maupun legislatif dalam jumlah banyak. Dia bilang ada kesewenangan yang dilakukan pejabat daerah.
"Kasus ini menunjukkan bagaimana korupsi dilakukan secara massal, yang seharusnya dan sepatutnya mereka melakukan fungsi pengawasan terhadap anggaran dan regulasi tapi dalam faktanya mereka turut memanfaatkan kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya," kata Basaria saat ditemui di gedung KPK, Jakarta, Rabu malam 21 Maret 2018.
Dalam kasus ini, Wali Kota Malang Mohammad Anton diduga memberikan sejumlah hadiah dan janji bersama tersangka Jarot Eddy Sulistyono (JES) untuk memuluskan pembahasan APBD-P Kota Malang Tahun Anggaran 2015. Istilah uang "Pokir" atau uang pokok pikiran digunakan sebagai sandinya.
Uang pokir tersebut yang diduga diterima unsur pimpinan dan anggota DPRD Kota Malang. Mereka disebut menerima pembagian uang pokir dari total uang pokir yang diterima tersangka MAW sebesar Rp700 juta dari tersanngka JES. Selanjutnya diduga Rp600 juta dari yang diterima MAW tersebut kemudian didistribusikan ke sejumlah anggota DPRD kota Malang.
Meski demikian, lembaga antikorupsi ini masih belum mau membeberkan secara rinci berapa besaran yang diterima masing-masing tersangka dari jajaran legislatif.
"Kemudian termasuk berapa jumlah yang ada, menurut keterangan sementara ini sebenernya sudah ada tapi saya tidak hapal orang-perorang," kata Basaria.
Adapun 19 tersangka baru itu ialah Wali Kota Malang Mohammad Anton (MA) beserta 18 jajaran DPRD Kota Malang periode 2014-2019. Mereka adalah Wiwiek Hendra Suprapto (WHA) dan HM. Zainudin (MZN), sebagai wakil ketua DPRD Kota Malang 2014-2019. Sedangkan 16 sisanya merupakan anggota DPRD yakni Sahrawi (SAH), Salamet (SAL), Suprapto (SPT), Mohan Katelu (MKU), Sulik Lestyawati (SL), Abdil Hakim (ABH), Bambang Sumarto (BS), Imam Fauzi (IF), Syaiful Rusdi (SR), Tri Yudiani (TY), Heri Pudji Utami (HPU), Hery Subianto (HS), Ya'qud Ananda Budban (YAB), Rahayu Sugiarti (RS), H. Abd Rachman (ABR) dan Sukarno (SKO).
Untuk diketahui, tersangka kasus suap terancam pidana maksimal 20 tahun penjara dan minimal 5 tahun penjara. Wali Kota Malang Mohammad Anton (MA) dijerat oleh pasal 5 ayat satu huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.
Untuk 18 tersangka lainnya yang merupakan anggota DPRD Kota Malang disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan 19 tersangka baru dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD-P di Kota Malang Tahun Anggaran 2015. Jumlah ini menambah daftar tersangka, setelah sebelumnya pada Agustus 2017 KPK menetapkan dua orang tersangka yakni, Ketua DPRD Kota Malang dan Kepala Dinas PU Klta Malang.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, kasus ini merupakan contoh tindak pidana korupsi yang dilakukan secara massal karena menyeret pejabat eksekutif maupun legislatif dalam jumlah banyak. Dia bilang ada kesewenangan yang dilakukan pejabat daerah.
"Kasus ini menunjukkan bagaimana korupsi dilakukan secara massal, yang seharusnya dan sepatutnya mereka melakukan fungsi pengawasan terhadap anggaran dan regulasi tapi dalam faktanya mereka turut memanfaatkan kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya," kata Basaria saat ditemui di gedung KPK, Jakarta, Rabu malam 21 Maret 2018.
Dalam kasus ini, Wali Kota Malang Mohammad Anton diduga memberikan sejumlah hadiah dan janji bersama tersangka Jarot Eddy Sulistyono (JES) untuk memuluskan pembahasan APBD-P Kota Malang Tahun Anggaran 2015. Istilah uang "Pokir" atau uang pokok pikiran digunakan sebagai sandinya.
Uang pokir tersebut yang diduga diterima unsur pimpinan dan anggota DPRD Kota Malang. Mereka disebut menerima pembagian uang pokir dari total uang pokir yang diterima tersangka MAW sebesar Rp700 juta dari tersanngka JES. Selanjutnya diduga Rp600 juta dari yang diterima MAW tersebut kemudian didistribusikan ke sejumlah anggota DPRD kota Malang.
Meski demikian, lembaga antikorupsi ini masih belum mau membeberkan secara rinci berapa besaran yang diterima masing-masing tersangka dari jajaran legislatif.
"Kemudian termasuk berapa jumlah yang ada, menurut keterangan sementara ini sebenernya sudah ada tapi saya tidak hapal orang-perorang," kata Basaria.
Adapun 19 tersangka baru itu ialah Wali Kota Malang Mohammad Anton (MA) beserta 18 jajaran DPRD Kota Malang periode 2014-2019. Mereka adalah Wiwiek Hendra Suprapto (WHA) dan HM. Zainudin (MZN), sebagai wakil ketua DPRD Kota Malang 2014-2019. Sedangkan 16 sisanya merupakan anggota DPRD yakni Sahrawi (SAH), Salamet (SAL), Suprapto (SPT), Mohan Katelu (MKU), Sulik Lestyawati (SL), Abdil Hakim (ABH), Bambang Sumarto (BS), Imam Fauzi (IF), Syaiful Rusdi (SR), Tri Yudiani (TY), Heri Pudji Utami (HPU), Hery Subianto (HS), Ya'qud Ananda Budban (YAB), Rahayu Sugiarti (RS), H. Abd Rachman (ABR) dan Sukarno (SKO).
Untuk diketahui, tersangka kasus suap terancam pidana maksimal 20 tahun penjara dan minimal 5 tahun penjara. Wali Kota Malang Mohammad Anton (MA) dijerat oleh pasal 5 ayat satu huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.
Untuk 18 tersangka lainnya yang merupakan anggota DPRD Kota Malang disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)