Jakarta: Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, mengatakan intoleransi merupakan benih dari radikalisme. Hampir semua kegiatan radikalisme yang mengarah pada ekstremisme berawal dari sikap intoleran.
"Intoleransi membentuk radikalisme. Kalau sudah terbentuk radikalisme, terbentuklah ekstremisme. Ujungnya adalah terorisme. Ini yang harus kita pahami dulu," kata Islah melalui keterangan tertulis, Minggu, 20 Desember 2020.
Dari logika ini, ia mendukung pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Mahfud mengungkapkan tiga kelompok atau tingkatan radikalisme yang masih ada di Tanah Air. Ketiga kelompok itu terbentuk pertama kali melalui sikap intoleran, berlanjut melakukan aksi teror, dan kemudian menyusup ke lembaga-lembaga di Indonesia.
"Jadi, intoleransi dengan radikalisme ini adalah proses yang saling terkait dan bukanlah irisan yang berbeda," kata dia.
Untuk itu, intoleransi harus dicegah sedini mungkin. "Jangan sampai terlambat seperti negara lain yang kurang sensitif terhadap radikalisme," ujar dia.
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap 23 terduga teroris dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di delapan lokasi di Sumatra, yakni Lampung Selatan, Lampung Tengah, Bandar Lampung, Pringsewu, Metro, Jambi, Riau, dan Palembang.
Dua dari 23 orang yang ditangkap merupakan Panglima Askari JI, yakni Taufik Bulaga alias Upik Lawanga dan Zulkarnain alias Arif Sunarso. Selain itu, Densus 88 juga mengungkap adanya bungker di rumah Upik Lawanga di Lampung untuk bersembunyi dan menyimpan senjata-senjata rakitan buatannya.
Polri menyebut pengaderan teroris muda oleh JI teragenda dengan sangat rapi dengan teridentifikasinya 91 kader yang siap tempur. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyebut, dari 91 kader yang telah dilatih oleh JI, 66 orang di antaranya sudah dikirim ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teror.
"JI sudah menyiapkan kemampuan diri dengan pelatihan-pelatihan khusus guna mempersiapkan kekuatan melawan musuh, yakni negara dan aparat," kata Argo melansir Antara.
Baca: Mahfud: Pandemi Covid-19 Tak Kurangi Ancaman Radikalisme dan Terorisme
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pandemi virus korona (covid-19) tidak menghentikan ancaman radikalisme dan terorisme. Hal itu terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia.
"Kita semua sepakat situasi pandemi covid-19 yang sedang kita alami ini tidak mengurangi ancaman radikalisme dan terorisme. Di beberapa negara, ancaman tersebut justru makin kentara," ujar Mahfud pada pertemuan The 3rd Sub-Regional Meeting on Counter Terrorism and Transnational Security (SRM on CTTS ke-3) yang berlangsung secara daring di Jakarta, Selasa, 1 Desember 2020.
SRM merupakan pertemuan tingkat menteri koordinator negara-negara sub-regional yang diselenggarakan sejak 2017 dengan Indonesia dan Australia sebagai co-chairs. Pertemuan SRM membahas isu-isu keamanan regional, termasuk penanggulangan ancaman terorisme di kawasan penanganan Foreign Terrorist Fighters (FTFs) serta upaya penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan.
Jakarta: Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, mengatakan intoleransi merupakan benih dari
radikalisme. Hampir semua kegiatan radikalisme yang mengarah pada ekstremisme berawal dari sikap intoleran.
"Intoleransi membentuk radikalisme. Kalau sudah terbentuk radikalisme, terbentuklah ekstremisme. Ujungnya adalah
terorisme. Ini yang harus kita pahami dulu," kata Islah melalui keterangan tertulis, Minggu, 20 Desember 2020.
Dari logika ini, ia mendukung pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Mahfud mengungkapkan tiga kelompok atau tingkatan radikalisme yang masih ada di Tanah Air. Ketiga kelompok itu terbentuk pertama kali melalui sikap intoleran, berlanjut melakukan aksi teror, dan kemudian menyusup ke lembaga-lembaga di Indonesia.
"Jadi, intoleransi dengan radikalisme ini adalah proses yang saling terkait dan bukanlah irisan yang berbeda," kata dia.
Untuk itu, intoleransi harus dicegah sedini mungkin. "Jangan sampai terlambat seperti negara lain yang kurang sensitif terhadap radikalisme," ujar dia.
Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap 23 terduga teroris dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di delapan lokasi di Sumatra, yakni Lampung Selatan, Lampung Tengah, Bandar Lampung, Pringsewu, Metro, Jambi, Riau, dan Palembang.
Dua dari 23 orang yang ditangkap merupakan Panglima Askari JI, yakni Taufik Bulaga alias Upik Lawanga dan Zulkarnain alias Arif Sunarso. Selain itu, Densus 88 juga mengungkap adanya bungker di rumah Upik Lawanga di Lampung untuk bersembunyi dan menyimpan senjata-senjata rakitan buatannya.
Polri menyebut pengaderan teroris muda oleh JI teragenda dengan sangat rapi dengan teridentifikasinya 91 kader yang siap tempur. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menyebut, dari 91 kader yang telah dilatih oleh JI, 66 orang di antaranya sudah dikirim ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teror.
"JI sudah menyiapkan kemampuan diri dengan pelatihan-pelatihan khusus guna mempersiapkan kekuatan melawan musuh, yakni negara dan aparat," kata Argo melansir
Antara.
Baca:
Mahfud: Pandemi Covid-19 Tak Kurangi Ancaman Radikalisme dan Terorisme
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pandemi virus korona (covid-19) tidak menghentikan ancaman radikalisme dan terorisme. Hal itu terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia.
"Kita semua sepakat situasi pandemi covid-19 yang sedang kita alami ini tidak mengurangi ancaman radikalisme dan terorisme. Di beberapa negara, ancaman tersebut justru makin kentara," ujar Mahfud pada pertemuan The 3rd Sub-Regional Meeting on Counter Terrorism and Transnational Security (SRM on CTTS ke-3) yang berlangsung secara daring di Jakarta, Selasa, 1 Desember 2020.
SRM merupakan pertemuan tingkat menteri koordinator negara-negara sub-regional yang diselenggarakan sejak 2017 dengan Indonesia dan Australia sebagai co-chairs. Pertemuan SRM membahas isu-isu keamanan regional, termasuk penanggulangan ancaman terorisme di kawasan penanganan Foreign Terrorist Fighters (FTFs) serta upaya penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)