medcom.id, Jakarta: Mantan Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh Heru Sulaksono mengaku kerap ditagih fee proyek yang belum dibayarkan ke mantan anggota DPR M Nazzarudin. Nazar kerap menagih meski sudah dijebloskan ke penjara.
"Nagih nagih terus, sampai dia masuk penjara ditagih," beber Heru saat bersaksi untuk terdakwa M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2016).
Heru mengaku mendapat dua proyek dari Nazar, yakni pembangunan Rating School Aceh dan pembangunan gedung di Universitas Brawijaya yang akan dianggarkan tahun 2010. Dari pembangunan itu Heru harus menyetorkan fee 22-23 persen per proyek.
"Kalau lihat totalnnya enggak sampai 22 persen, ada yang 10 persen, ada yang kurang. Rata-rata 10 persen," beber Heru.
Heru mengungkapkan, pembayaran dilakukan secara cash (tunai) melalui Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang (Rosa). Jumlah yang dibayarkan puluhan miliar.
"Rp17.120 miliar uang diberikan ke Mindo Rosalino," ujar Heru.
Heru menjelaskan, uang diambil dari efisiensi keuntungan proyek. Namun, Heru membantah jika uang efisiensi sudah disiapkan sebelumnya.
"Nggak, kan sesuai kemampuan saya itu yang diberikan," imbuh Heru.
Hal yang sama terjadi pada Manajer Pemasaran PT Adhi Karya M. Arif Taufiqurahman. Arif mengaku diminta membayar fee 22-23 persen untuk Nazar. Duit itu diminta lantaran Nazar telah membantu sejumlah proyek, seperti pembangunan gedung laboratorium di Surabaya, proyek RSUD Samosir, RSUD Haji Surabaya dan lainnya.
Namun fee yang dibayar ke Nazar hanya berkisar 6.5 persen sampai 10 persen. Arif mengaku tidak tahu jumlah yang diberikan lantaran tidak ikut mengurus. Adapun pemberian uang untuk biaya pengurusan.
"Katanya biaya dari proses penganggaran sampai proses lelang," beber Arif.
Dalam dakwaan, sepanjang akhir tahun 2009 hingga awal tahun 2010, Direktur PT DGI Muhamad El Idris meminta bantuan Nazar. El Idris meminta supaya PT DGI mendapat proyek yang dibiayai dari anggaran pemerintah tahun 2010.
"Terdakwa menyanggupi akan mengupayakan dan untuk itu terdakwa meminta imbalan 21-22 persen dari nilai kontrak," ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo saat bersaksi untuk terdakwa Nazar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis 10 Desember 2015.
Usai kesepakatan, Nazar mengusahan sejumlah proyek dikerjakan PT DGI. Selanjutnya, PT DGI mendapat proyek untuk pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya Tahap 3, RSUD Sungai Daerah Kabupaten Darmasraya, gedung Cardic RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo.
"Setelah PT DGI mendapat proyek, terdakwa memerintahkan Mindo Rosalina Manulang (Marketing Permai Grup) menagih komitemen fee," beber Jaksa Anto.
Terkait permintaan itu, Nazar mendapat 19 lembar cek sejumlah Rp23.119 miliar. Nazar juga mendapat fee dari PT Nindya Karya. Dibeberkan Jaksa Anto, pada akhir tahun 2008 atau awal tahun 2009 Direktur Utama PT Nindya Karya Kiming Marsono meminta bantuan Nazar supaya mendapat proyek pembangunan Rating School Aceh dan pembangunan gedung di Unibersitas Brawijaya yang akan dianggarkan tahun 2010.
"Terdakwa menyanggupi akan mengupayakannya dan untuk itu meminta imbalan dari PT Nindya Karya sekitar 22 persen dari nilai kontrak," ujar Jaksa Anto.
Usai membantu PT Nindya Karya, Nazar mendapatkan realisasi fee yang telah disepakati sejumlah Rp17.250 miliar.
medcom.id, Jakarta: Mantan Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh Heru Sulaksono mengaku kerap ditagih fee proyek yang belum dibayarkan ke mantan anggota DPR M Nazzarudin. Nazar kerap menagih meski sudah dijebloskan ke penjara.
"Nagih nagih terus, sampai dia masuk penjara ditagih," beber Heru saat bersaksi untuk terdakwa M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2016).
Heru mengaku mendapat dua proyek dari Nazar, yakni pembangunan Rating School Aceh dan pembangunan gedung di Universitas Brawijaya yang akan dianggarkan tahun 2010. Dari pembangunan itu Heru harus menyetorkan fee 22-23 persen per proyek.
"Kalau lihat totalnnya enggak sampai 22 persen, ada yang 10 persen, ada yang kurang. Rata-rata 10 persen," beber Heru.
Heru mengungkapkan, pembayaran dilakukan secara cash (tunai) melalui Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang (Rosa). Jumlah yang dibayarkan puluhan miliar.
"Rp17.120 miliar uang diberikan ke Mindo Rosalino," ujar Heru.
Heru menjelaskan, uang diambil dari efisiensi keuntungan proyek. Namun, Heru membantah jika uang efisiensi sudah disiapkan sebelumnya.
"Nggak, kan sesuai kemampuan saya itu yang diberikan," imbuh Heru.
Hal yang sama terjadi pada Manajer Pemasaran PT Adhi Karya M. Arif Taufiqurahman. Arif mengaku diminta membayar fee 22-23 persen untuk Nazar. Duit itu diminta lantaran Nazar telah membantu sejumlah proyek, seperti pembangunan gedung laboratorium di Surabaya, proyek RSUD Samosir, RSUD Haji Surabaya dan lainnya.
Namun fee yang dibayar ke Nazar hanya berkisar 6.5 persen sampai 10 persen. Arif mengaku tidak tahu jumlah yang diberikan lantaran tidak ikut mengurus. Adapun pemberian uang untuk biaya pengurusan.
"Katanya biaya dari proses penganggaran sampai proses lelang," beber Arif.
Dalam dakwaan, sepanjang akhir tahun 2009 hingga awal tahun 2010, Direktur PT DGI Muhamad El Idris meminta bantuan Nazar. El Idris meminta supaya PT DGI mendapat proyek yang dibiayai dari anggaran pemerintah tahun 2010.
"Terdakwa menyanggupi akan mengupayakan dan untuk itu terdakwa meminta imbalan 21-22 persen dari nilai kontrak," ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo saat bersaksi untuk terdakwa Nazar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis 10 Desember 2015.
Usai kesepakatan, Nazar mengusahan sejumlah proyek dikerjakan PT DGI. Selanjutnya, PT DGI mendapat proyek untuk pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya Tahap 3, RSUD Sungai Daerah Kabupaten Darmasraya, gedung Cardic RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo.
"Setelah PT DGI mendapat proyek, terdakwa memerintahkan Mindo Rosalina Manulang (Marketing Permai Grup) menagih komitemen fee," beber Jaksa Anto.
Terkait permintaan itu, Nazar mendapat 19 lembar cek sejumlah Rp23.119 miliar. Nazar juga mendapat fee dari PT Nindya Karya. Dibeberkan Jaksa Anto, pada akhir tahun 2008 atau awal tahun 2009 Direktur Utama PT Nindya Karya Kiming Marsono meminta bantuan Nazar supaya mendapat proyek pembangunan Rating School Aceh dan pembangunan gedung di Unibersitas Brawijaya yang akan dianggarkan tahun 2010.
"Terdakwa menyanggupi akan mengupayakannya dan untuk itu meminta imbalan dari PT Nindya Karya sekitar 22 persen dari nilai kontrak," ujar Jaksa Anto.
Usai membantu PT Nindya Karya, Nazar mendapatkan realisasi fee yang telah disepakati sejumlah Rp17.250 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)