medcom.id, Jakarta: Badaruddin Amsori Bachsin, tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M Yunus Bengkulu 2011 di Pengadilan Tipikor Bengkulu, berharap rekeningnya dapat dibuka kembali. Saat ini, rekening Badaruddin diblokir oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alasan Badaruddin meminta pembukaan blokiran, karena faktor ekonomi. Panitera di Pengadilan Negeri Kota Bengkulu ini mengaku, keuangan keluarganya saat ini sedang kesulitan, lantaran tak ada pemasukan.
"Kami memohon untuk dibukakan kembali rekening gaji karena diblokir. Ini khusus rekening gaji yang memang sangat-sangat diperlukan keluarga," kata kuasa hukum Badaruddin, Rahmat Aminuddin di Gedung KPK, Jalan H. R. Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan, Senin (6/6/2016).
Menurut Rahman, kliennya hanya memiliki satu rekening dan rekening itu menjadi kebutuhan keluarga. Pasalnya, seluruh gaji Badaruddin masuk ke rekening yang terdaftar resmi di Pengadilan Negeri Kota Bengkulu tersebut.
"Apalagi ini ada anaknya umurnya empat tahun. Karena memang Badarudin hanya dapat penghasilan dari situ saja. Rekeningnya cuma satu. yang terdaftar di PN," ujar dia.
Selain itu, Rahmat juga mengajukan permohonan agar KPK dapat memperhatikan kesehatan kliennya. Pasalnya, kata dia, kliennya itu saat ini tengah menderita penyakit tulang belakang.
Rahmat mengaku telah menyerahkan bukti penyakit yang diderita kliennya itu dengan menyerahkan hasil rontgen dan pemeriksaan x ray dari RS Tiara Sella bagian radiologi, Bengkulu.
"Dia bemasalah tulang belakangnya," ucap Rahmat.
KPK membongkar kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Perkara ini terungkap pada operasi tangkap tangan Senin 23 Mei.
Dari pihak pengadil, KPK menangkap Kepala PN Kepahiang Janner Purba, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bengkulu Toton, dan Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin. Sementara dari terdakwa, Lembaga Antikorupsi mencokok mantan Kabag Keuangan RS M. Yunus Safri Safei, dan mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS M. Yunus Edi Santoni.
Suap diduga bertujuan agar pengadilan mau menjatuhkan vonis bebas kepada Safri dan Edi yang duduk di kursi pesakitan. Sidang pembacaan putusan sejatinya digelar Selasa 24 Mei, namun mereka keburu diciduk Lembaga Antikorupsi.
Edi dan Safri pun jadi tersangka pemberi suap. Keduanya disangka melanggar Pasal 6 Ayat 1 atau Pasal 6 Ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Janner dan Toton jadi tersangka penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sementara, Badarudin diduga sebagai pengatur pertemuan dalam upaya suap ini. Dia disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id