Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Metro TV.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Metro TV.

Azis Syamsuddin Terjerat Korupsi, Formappi: Rekrutmen DPR Perlu Diperketat

MetroTV • 25 September 2021 14:15
Jakarta: Kasus korupsi yang menjerat Wakil DPR Azis Syamsuddin bukan pertama kali terjadi kepada pimpinan parlemen. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut proses rekrutmen pimpinan DPR perlu diperketat. 
 
“Integritas personal yang tidak dilacak dengan baik pada proses rekrutmen baik di partai politik maupun di DPR membuat kita terkejut. Ketika (seseorang) menjadi pimpinan DPR tertangkap melakukan korupsi,” kata Lucius dalam tayangan Metro Siang, Sabtu, 25 September 2021.
 
Menurutnya, persoalan intergritas tidak menjadi syarat utama rekrutmen anggota DPR maupun partai politik. Akses seseorang ke elite partai politik menjadi penentu jabatan seseorang.

"Itu yang menjadi tiket bagi dia untuk menduduki kursi pimpinan DPR, jadi bukan integritas. Tidak mengherankan di posisi puncak itu justru dia terjebak melakukan korupsi," ucap dia. 
 
Lucius menuturkan partai politik bertanggung jawab untuk memastikan kader yang ditunjuk menjadi pimpinan DPR memiliki kualitas dan integritas yang memadai. Hal ini untuk mengantisipasi pimpinan DPR yang ditunjuk melakukan korupsi. 
 
Baca: Formappi Ungkap Potensi Kasus Azis Syamsuddin Menyeret Kolega Partai & DPR
 
Lucius menambahkan sistem pemerintahan di DPR membuka peluang lebar bagi anggotanya mengandalkan korupsi demi keuntungan pribadi. Dia menyarankan agar pendapatan para anggota DPR harus selalu dibuka ke publik sebagai bentuk akuntabilitas anggota DPR. 
 
"Karena uang yang diterimanya adalah uang negara, uang rakyat. Keterbukaan penggunaan (dana secara) pribadi saja tidak pernah dilakukan secara konsisten oleh DPR. Bahkan terkait tunjangannya (juga tidak transparan), korupsi dengan mudah terjadi," jelas Lucius. 
 
Penyebab lainnya pimpinan DPR melakukan korupsi ialah, tugas yang tidak terlalu banyak dan waktu luang. Menurut Lucius, pimpinan DPR punya banyak waktu untuk menjadi makelar dengan menyambungkan pimpinan di daerah dengan kebijakan di pusat. 
 
"Sejak sebelum menjadi DPR, mungkin dia sudah menjadi makelar dan mendapat keuntungan proyek. Itu akan terus terbawa dan posisi pimpinan DPR memudahkan dia melakukan aksi makelar," ungkap Lucius. 
 
Menurutnya, korupsi sistemik tidak hanya terjadi di DPR, namun hampir di setiap lembaga negara yang menjalankan kegiatan dari APBN. Tata kelola yang tertutup dan pertanggungjawaban yang rendah, lanjutnya, semakin membuka lebar seseorang untuk melakukan korupsi. (Widya Finola Ifani Putri)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CIN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan