medcom.id, Jakarta: Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutus hukuman 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 5 bulan buat mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya. Terkait putusan itu, anggota Majelis Hakim ke-2, Anas Mustakim, tak setuju dan menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Dalam penjelasan perbedaan pendapatnya, Anas menyebut bahwa dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dalam dakwaan disebut terdakwa bersama dengan Boediono, Siti Halimah Fadjriyah, Budi Rochadi, Budi Tantular, dalam rangka pemberian FPJP. Deputi bidang III Moneter Hartadi Agus, turut serta memperkaya diri namun tak dijelaskan secara rinci.
"Tidak menyebutkan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK, dan Boediono serta Raden Pardede sebagai anggota KSSK adalah ketidakcermatan, ketidakjelasan, dan merupakan dakwaan main sulap." ujar Hakim Anggota Anas dalam membacakan dissenting opinion di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Adapun menurut Anas, harusnya dakwaan jaksa secara jelas menyebut Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, dan Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, sebab merekalah yang putuskan PT Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan telah melakukan turut serta melakukan perbuatan pidana.
Yang mana dengan putusan KSSK itu, LPS memberikan penyertaan modal sementara (bailout) kepada Bank Century. "Singkat kata, keputusan KSSK yang diketuai Sri Mulyani, Boediono, Raden Pardede, melakukan atau turut serta melakukan pidana melabrak pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP," kata Anas.
Sehingga kata dia, apabila tidak disebut, berarti dakwaan kabur dan harus dibatalkan "Sehingga dakwaan dapat dikatakan kabur dan batal demi hukum, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari semua hukuman." tandasnya.
Adapun dalam putusannya, Majelis Hakim menilai Budi Mulya terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dalam dakwaan primer.
Majelis Hakim menilai mantan Deputi Gubernur Bidang Devisa, Moneter, dan KPW itu terbukti menerima uang Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular, padahal saat itu Budi mengetahui Bank Century tengah dalam pengawasan Bank Indonesia. Majelis menilai, Budi Mulya memiliki konflik kepentingan atas penerimaan itu.
Hakim juga menilai Budi Mulya bersalah dalam penetapan dan pencairan FPJP dengan memperkaya diri sendiri, orang lain serta korporasi sebesar Rp689.364 miliar. Serta penetapan bank gagal berdampak sistemik yang dilakukan tanpa analisis mendalam sehingga pengambilan pendapat tidak dilakukan dengan itikad baik.
medcom.id, Jakarta: Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutus hukuman 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 5 bulan buat mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya. Terkait putusan itu, anggota Majelis Hakim ke-2, Anas Mustakim, tak setuju dan menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Dalam penjelasan perbedaan pendapatnya, Anas menyebut bahwa dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dalam dakwaan disebut terdakwa bersama dengan Boediono, Siti Halimah Fadjriyah, Budi Rochadi, Budi Tantular, dalam rangka pemberian FPJP. Deputi bidang III Moneter Hartadi Agus, turut serta memperkaya diri namun tak dijelaskan secara rinci.
"Tidak menyebutkan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK, dan Boediono serta Raden Pardede sebagai anggota KSSK adalah ketidakcermatan, ketidakjelasan, dan merupakan dakwaan main sulap." ujar Hakim Anggota Anas dalam membacakan dissenting opinion di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Adapun menurut Anas, harusnya dakwaan jaksa secara jelas menyebut Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, dan Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, sebab merekalah yang putuskan PT Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan telah melakukan turut serta melakukan perbuatan pidana.
Yang mana dengan putusan KSSK itu, LPS memberikan penyertaan modal sementara (bailout) kepada Bank Century. "Singkat kata, keputusan KSSK yang diketuai Sri Mulyani, Boediono, Raden Pardede, melakukan atau turut serta melakukan pidana melabrak pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP," kata Anas.
Sehingga kata dia, apabila tidak disebut, berarti dakwaan kabur dan harus dibatalkan "Sehingga dakwaan dapat dikatakan kabur dan batal demi hukum, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari semua hukuman." tandasnya.
Adapun dalam putusannya, Majelis Hakim menilai Budi Mulya terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dalam dakwaan primer.
Majelis Hakim menilai mantan Deputi Gubernur Bidang Devisa, Moneter, dan KPW itu terbukti menerima uang Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular, padahal saat itu Budi mengetahui Bank Century tengah dalam pengawasan Bank Indonesia. Majelis menilai, Budi Mulya memiliki konflik kepentingan atas penerimaan itu.
Hakim juga menilai Budi Mulya bersalah dalam penetapan dan pencairan FPJP dengan memperkaya diri sendiri, orang lain serta korporasi sebesar Rp689.364 miliar. Serta penetapan bank gagal berdampak sistemik yang dilakukan tanpa analisis mendalam sehingga pengambilan pendapat tidak dilakukan dengan itikad baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LAL)