Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8/2017). Foto: Metrotvnews.com/Ilham Wibowo
Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8/2017). Foto: Metrotvnews.com/Ilham Wibowo

Wawancara Brigjen Aris Budiman

Ada yang tak Nyaman dengan Saya

Juven Martua Sitompul • 08 September 2017 17:43
medcom.id, Jakarta: Brigjen Aris, begitu pemilik satu bintang Polri di pundak itu disapa. Dia sekarang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jabatannya: Direktur Penyidikan.
 
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut Brigjen Aris polisi jujur. Dia matang dan ahli kasus tindak pidana korupsi. Namun, di luar kepolisian, Aris dianggap mbalelo. Pelahir kegaduhan.
 
Semua bermula dari keputusan nekatnya ke DPR selagi semua pimpinan KPK sepakat tak akan meluluskan undangan Pansus KPK. Tapi, Aris punya alasan. Dia menilai ada yang tak beres di KPK.

Pembongkar kasus dugaan pungutan biaya pembuatan paspor dengan tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana itu juga marah. Dia merasa integritasnya diacak-acak Novel Baswedan, penyidik senior KPK yang notabene bekas anak kandung Korps Bhayangkara pula.
 
"Karena saya kan tidak mengikuti gaya mereka (Novel cs)," kata Aries kepada reporter Metrotvnews.com Juven Martua Sitompul dan sejumlah reporter dari media lain, malam tadi.
 
Polemik telanjur meruap. Konflik internal antara Aris dan Novel meruncing dan mulai menyeret-nyeret kelembagaan. Tak ingin kasus Cicak versus Buaya terulang, pimpinan KPK dan Polri hendak duduk bersama. Tabayun.
 
Berikut keterangan lengkap Aris:
 
Apa yang sebenarnya terjadi antara Anda dengan Novel Baswedan?
 
Biar kita lihat siapa yang sebenarnya independen, ini kan kelihatan disengaja untuk menggiring ke sana (perseteruan).
 
Sejauh ini, opini yang berkembang Polri versus KPK. Tanggapan Anda?
 
Enggak, ini personal saya. Saya yang diserang.
 
Sejak kapan Anda mendapat serangan di dalam internal KPK?
 
Sebenarnya begini, tugas saya kan sebagai Direktur (Penyidikan). Kalau kita bersikap profesional, kan ada penyidik, dia diangkat. Sama dengan rekan-rekan wartawan. (Saat) diangkat sebagai penyidik, maka dia harus berperan sebagai seorang penyidik.
 
Dia (Novel) enggak boleh berperan sebagai seorang direktur. Dia boleh memberikan saran, tapi saya yang melaksanakan semuanya.
 
Dalam proses pelaksanaan ini, saya lakukan yang terbaik. Ada semua tanda tangan pimpinan, ada persetujuan. Tapi, sering kali pada saat eksekusi tidak pernah.
 
Saya pernah jadi Direktur (Kriminal Khusus Polda Metro Jaya). Silakan cek Cyber Crime (Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya). Seperti apa waktu saya merekrut orang-orang itu dari Mabes (Polri). Mereka jadi berkembang luar biasa.
<i>Ada yang tak Nyaman dengan Saya</i>
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
 
Menurut Anda, kenapa Anda yang diserang?
 
Loh, karena saya kan tidak mengikuti gaya mereka (Novel Baswedan cs). Semua lingkaran dia (Novel), yang dulunya keras, salah satunya Himawan, Bakti, kembali semua ke Polri. Karena apa? Mereka ini tulus, ingin bekerja betul-betul untuk negara, bukan mau agenda karir personal.
 
Banyak yang bilang ini 'perang' Polri dengan LSM, bagaimana pendapat Anda?
 
Saya enggak bisa bilang perangnya Polri dengan LSM. Ini kan antara saya dan dia (Novel). Makanya, saya bilang tadi, kita tidak bisa melibatkan institusi, tetapi karena saya anggota Polri tentu perbuatan-perbuatan saya, kalau itu tercela, Polri pasti juga tercela.
 
Anda sudah mendeteksi manuver mereka (Novel Baswedan cs) sejak kapan?
 
Sejak saya mulai menolak ide-ide mereka tentang pembentukan Satgas (di bawah Direktorat Penyidikan). Sejak awal mereka mengusulkan koordinator Satgas, saya bilang enggak.
 
Lalu mereka membicarakan bahwa karir fungsional nanti mentok. Enggak seperti itu. Justru kalau molek, ya, akan dijadikan kasatgas. Dites, siapa pun boleh masuk di sana. Jadi ada kompetisi, tapi itu kan ditolak.
 
Mereka bangun supaya orang-orang itu, yang saya bilang 'klik' itu, yang saya bilang intrik. Di SDM, di monitor, di PI (Pengawasan Internal). (Termasuk) di PJKAKI (Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi). Ini yang vital-vital semuanya di situ.
 
Kenapa mereka menempatkan di pos-pos itu?
 
Saya tidak tahu. Tanyakan kepada mereka. Mereka selalu curiga sama kami, dari Polri. Bahwa (kami dituding) pembocor dan sebagainya. Terserah mereka.
 
Ketika Anda datang ke Pansus Angket KPK, apakah ditegur pimpinan KPK?
 
Sampai sekarang belum ada. Ini saya enggak tahu, belum ada panggilan. Kan biasanya diperiksa dulu baru dibentuk Majelis Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK. Belum ada panggilan, tapi rekan-rekan dari Wadah Pegawai sudah menghubungi saya. Kalau saya nanti misalnya diperiksa berkaitan dengan kedatangan ke Pansus, mereka akan mendampingi dan saya ucapkan terima kasih.
 
Seluruh penyidik pernah dikumpulkan untuk berbicara bersama-sama?
 
Saya biarkan tenang dulu semuanya, tapi yang jelas saya sudah membuat pernyataan bahwa saya tidak pernah melakukan itu (bertemu dengan Anggota Komisi III DPR).
<i>Ada yang tak Nyaman dengan Saya</i>
Foto: Antara/Reno Esnir
 
Adakah penyidik yang meminta klarifikasi soal kondisi ini?
 
Sampai sekarang enggak. Dan saya lihat enggak mungkinlah. Peristiwa itu kan setelah Novel datang ke saya. Saya sudah tahu. Laporkan ke Pengawas Internal, supaya jelas semuanya. Saya beritahu itu 1 Desember 2016 kalau tak salah.
 
Kira-kira dua atau tiga hari kemudian, (Novel) datang memberitahu (hasil pemeriksaan Miryam S. Haryani). Itu yang saya ucapkan, laporkan ke PI, supaya jangan sampai ini.
 
Soal SP2 (surat peringatan kedua) terhadap Novel kembali muncul ke publik, itu ceritanya bagaimana? (Pimpinan sempat melayangkan SP2 terhadap Novel yang memprotes pengangkatan Kasatgas dari luar KPK. Novel disebut kurang elok saat menyampaikan surat keberatan kepada pimpinan. Namun, SP2 itu lantas dicabut)
 
Ya, itulah rangkaian yang saya tolak ide-idenya mereka. Terus sudah menunjuk siapa yang harus jadi Kasatgas, sekarang kita kan Direktur (Penyidikan). Ini tuh ada semuanya, nanti deh di sidang muncul semuanya itu.
 
Jadi Anda merasa pekerjaan Anda dilangkahi?
 
Itu, itu yang saya bilang, harusnya kita bersikap profesional. Status saya apa? Kalau saya Direktur, ya saya 'men-direct'. Saya yang mengerjakan itu (yang menentukan kepala satgas).
 
Kalau penyidik dari Polri masuk ke KPK itu bagaimana?
 
Saya jadikan mereka seperti rookie, artinya pemula semua. Jadi, kalau pangkatnya di sini 15, mau AKBP, mau Kompol, masuk 15. Saya enggak ingin mengganggu stabilitas organisasi.
 
Kapan seorang penyidik bisa menjadi Kasatgas?
 
Lama itu. Dia harus sudah menjadi penyidik senior atau sudah di tingkat 17 atau 18. Nah, itu waktu yang sangat lama. Setiap dua tahun kan naik. 15-1 misalnya sekarang, dua tahun berikutnya kalau yang reguler (menjadi) 15-2, dua tahun berikutnya 15-3, 15-4, dia bisa naik. (Dari) 15 itu 10 tahun baru bisa naik ke 16.
 
Semenjak Anda menjadi Direktur Penyidikan bagaimana sistemnya?
 
Ya, pengangkatan (kasatgas) Direktur yang memilih.
 
Artinya belum bisa mengubah sistem yang lama?
 
Sistem yang ada sebenarnya itu bagus sebenarnya. Semua penyidik profesional, bagus sekali. Sampai sekarang kan enggak ada (koruptor) yang bebas. Semuanya dijalankan dengan sedemikian rupa, dengan baik. Tetapi ada yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi, itu yang jadi masalah.
 
Misalnya, saya mau merekrut penyidik Polri, mereka (Novel Cs) enggak setuju. Mereka lebih ingin saya merekrut yang dari internal. Saya juga rekrut internal, kemarin. Rekrut internal banyak.
 
Alasan mereka tidak setuju?
 
Saya kurang tahu.
 
Berapa orang yang menolak itu?
 
Saya enggak bisa menebak ya, tapi saya bilang tadi ya.
 
Ada 20 orang?
 
Saya kurang tahu, karena harus kita petakan dong orang-orangnya siapa di dalam itu.
<i>Ada yang tak Nyaman dengan Saya</i>
Pimpinan KPK. Foto: MI/Rommy Pujianto
 
Rekrutan kemarin yang terakhir seperti apa?
 
Terbuka, kalau sudah seperti itu (rekrutmen) terbuka. Mereka dites dulu, kemudian dilatih secara bertahap.
 
Soal SP2 tadi, itu kan diberikan SP2, lalu kemudian dicabut SP2-nya. Sebenarnya cerita yang sesungguhnya bagaimana?
 
Pimpinan (KPK) tentu yang memberikan SP2, cuma kan saya tidak tahu seperti apa pertimbangannya, sehingga di-hold istilahnya.
 
Ada desas-desus pencabutan SP2 karena pimpinan ditekan oleh masyarakat sipil, bagaimana menurut Anda?
 
Bisa tanyakan ke pimpinan
 
Antara Novel dengan Anda punya visi yang sama, nah kalau enggak ketemu jalan keluarnya?
 
Saya punya tujuan, kantor ini bisa jadi saksi bagaimana di cek tadi itu anak-anak. Anggota-anggota yang tidak benar saya punya kewenangan (memindahkan). Anda enggak beres, saya pindahin ke mana, ada yang protes, saya suruh Provost cek.
 
Tidak ada jalan tengah untuk rekonsiliasi?
 
Begini, kembalikan kita ke tugas profesional. Tugasnya dia (Novel) apa, tugas saya apa. Kalau dia penyidik, ya sudah penyidik aja. Kan seperti itu.
 
Artinya, Anda berharap pimpinan tegas tidak bangun regulasi baru di dalam?
 
Seharusnya seperti itu. Itu yang saya namakan ada 'klik' yang membuat kebijakan-kebijakan pimpinan enggak sampai ke bawah. Seperti rekrutmen dan lain-lain.
 
Anda lihat pimpinan sadar kebijakan yang dibuat enggak sesuai?
 
Saya kurang tau.
 
Rumornya, lima pimpinan itu tidak terlalu mengerti perkara. Apa pun yang sudah digelarperkarakan dan ditawarkan ke pimpinan, diterima. Benar seperti itu?
 
Enggak sih. Sebenarnya semua penyidik, penyelidik, dan penuntut sangat profesional.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan