Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

KPK Didesak Usut Keterlibatan Pejabat Polri di Kasus Ismail Bolong

Candra Yuri Nuralam • 02 Februari 2023 22:33
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali diminta turun tangan mendalami dugaan suap tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang menjerat Ismail Bolong. Lembaga Antirasuah itu dinilai bisa mengusut keterlibatan pejabat Polri dalam perkara itu.
 
"Menuntut agar KPK tidak tebang pilih dalam penuntasan kasus korupsi di negeri ini," kata Ketua Perkumpulan Pemuda Keadilan Dendi Budiman melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 Februari 2023.
 
KPK dinilai bisa mengusut perkara itu sampai ke akarnya. Kerugian negara yang terjadi dalam perbuatan itu pun diyakini bisa dikembalikan dengan maksimal.

"Bayangkan untuk kepuasan hasrat pejabat yang korup, lingkungan dan masyarakat sekitar yang jadi korbannya," ujar Dendi.
 

Baca: Berkas Perkara Ismail Bolong Cs Dilimpahkan Lagi ke Kejagung


KPK juga bisa membantu Polri bersih-bersih jika ikut campur dalam penanganan kasus itu. Apalagi, Lembaga Antirasuah saat ini juga sedang mengusut dugaan penerimaan yang menjerat anggota Polri Bambang Kayun Bagus PS.
 
"Saya kira ini bukan kasus pertama yang melibatkan institusi kepolisian," ucap Dendi.
 
Menanggapi itu, juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri meminta adanya laporan langsung untuk mendalami keterlibatan petinggi Polri dalam perkara itu. Aduan diharap dibarengi dengan bukti yang lengkap.
 
"Silakan masyarakat bila menemukan dugaan korupsi laporkan ke KPK, kami pasti tindaklanjuti dengan verifikasi dan telaah proses administratifnya," ucap Ali di Gedung Merah Putih KPK.
 
Ali menjelaskan bukti awal yang dibawa pelapor penting untuk menindaklanjuti aduan. Jika tidak, KPK bakal kesulitan melakukan pendalaman.
 
"Ini kan kemudian bagi kami tidak optimal karena tindaklanjutnya ada kolaborasi dengan pelapornya," ujar Ali.
 
Kasus ini mencuat setelah Aiptu (Purn) Ismail Bolong membuat video testimoni yang menyebut Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menerima setoran uang Rp6 miliar dari seorang pengusaha untuk mengamankan tambang ilegal di Kaltim. Setelah itu, beredar surat laporan hasil penyelidikan (LHP) yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam Polri, saat itu Ferdy Sambo, Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, bersifat rahasia.
 
Dalam dokumen poin h, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali. Yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
 
Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.
 
Kesimpulan laporan hasil penyelidikan ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP). Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kaltim.
 
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka ialah Ismail Bolong, RP, dan BP. Penetapan tersangka berbekal laporan polisi (LP) nomor: LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022, terkait dugaan penambangan ilegal yang berlangsung sejak awal November 2021.
 
Penyidikan kasus Ismail Bolong, mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda ini hanya terkait izin tambang. Penyidik belum menggali soal dugaan suap.
 
Ketiga tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kemudian, Pasal 55 ayat 1 KUHP. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan